6. Rumah

14.9K 1.9K 100
                                    

videonya mungkin cuma bisa dilihat di laptop kali ya... aku ga tahu kenapa ada yang bis buka ada yang engga. but, aku tampilin lgi deh. happy reading.

----

Kemarahan Rafan memang begitu kentara. Dan Rafan menunjukkannya dengan tepat hanya kepada Diya. Inilah alasan kenapa Rafan langsung menembak Diya untuk menjadi pacarnya.

Rafan tak ingin Diya dekat dengan cowok lain. Dia tak akan bisa melarang dan memastikan itu kalau Diya masih berkeliaran bebas di luar sana. Sebelum Diya setuju untuk jadi miliknya, Rafan tak bisa tenang.

"Den ..." Mang Karyo merasakan imbas kemarahan Rafan pada Diya. Karena sedari tadi Rafan duduk di belakang dengan muka dingin luar biasa dan kemarahan yang menyala-nyala. Mang Karyo pun harus menyalakan AC karena Rafan membuat mobil terasa sangat panas hanya karena auranya saja.

"Lihat ke depan aja!"

Rafan tak berusaha sedikitpun melembutkan suaranya. Mang Karyo mengira kalau Rafan masih marah padanya walaupun kenyataannya memang iya.

"Den, saya minta maaf Den. Kemarin saya memang di suruh sama tuan. Saya nggak bisa nolak den. Saya takut dipecat."

Rafan melipat tangan di depan dada melihat jalanan lewat jendela dan memasang tampang tak peduli.

"Den, saya minta maaf den. Beneran den, saya bener-bener minta maaf."

Rafan tetap diam. Walaupun dia tahu, ini semua bukan murni kesalahan Mang Karyo. Saat Ayahnya memintanya bersekolah di sini, dia sudah menolak mentah-mentah. Tapi dia juga tahu, menolak ide ayahnya akan sulit jika dia hanya merengek seperti anak kecil. Dia harus punya alasan yang bagus untuk menolaknya. Namun, bBerdiplomasi adalah hal yang sampai sekarang tak pernah bisa dilakukannya dengan benar. Hal yang paling dikuasai kakaknya. Tapi tidak dirinya.

Maka dari itu, dia mendaftar di dua sekolah yang berbeda. Dia mendaftarkan diri ke sekolah ini dan mengisi form pendaftaran dengan lengkap. Tapi dia sengaja hanya melampirkan fotocopy ijazah SMP. Padahal sekolah meminta ijazah asli sebagai persyaratan.

Karena dia belum bisa membawa mobil, Mang Karyolah yang dia mintai tolong untuk mengantarkannya kemana-mana. Termasuk mendaftarkan diri ke sekolah yang lain. Di sekolah yang jauh dari jangkauan kakak-kakaknya. Di sekolah yang dia inginkan. Di sana, Rafan benar-benar serius mengisi form pendaftaran dan melampirkan lengkap semua yang diminta.

Dengan begini, dia tak akan diterima di sekolah kakak-kakaknya dan bisa bersekolah di tempat yang dia suka. Dan yang lebih bagus lagi, ayahnya tak akan bisa berbuat apa-apa.

Ini adalah rencana brilian dan dia menunggu pengumuman dengn santai. Sampai hari H, Rafan langsung melihat hasil pengumumannya di internet dengn percaya diri.. Tapi betapa kagetnya dia ternyata dia tidak diterima di sekolah yang dia mau. Dan makin kaget lagi waktu melihat nilai minimum penyaringan masuk sana nilainya jauh dibawahnya. Nilainya jauh lebih tinggi dari nilai terendah penerimaan sekolah itu. Seharusnya dia masuk!

Tunggang langgang, dia akhirnya meminta Mang Karyo mengantarnya ke sekolah itu. Meminta konfirmasi. Mungkin ada kesalahan di sistem atau apa. Namun saat menemui pihak personalia dan menanyakan namanya, dia mendapatkan jawaban yang begitu mengejutkan.

Berkas miliknya sudah di cabut pada hari kedua! Sehari setelah dia mendaftarkan diri ke sana.

Dia marah bukan main. Terlebih saat pulang dia langsung dipanggil ayahnya ke ruang kerja. Dia masih dalam keadaan marah saat menerima selembar amplop putih yang ayahnya sodorkan. Dengan geram dia langusng menyobek sisinya. Amarahnya nyaris meledak setelah membaca bahwa surat ini adalah hasil keputusan bahwa dia diterima di sekolah pertama, di sekolah kakak-kakaknya, di sekolah yang ayahnya mau!

It (Rafan)Where stories live. Discover now