25. First Date

5K 663 94
                                    

Rafan menyandarkan punggungnya ke saka koridor luar samping taman.

Sudah beberapa menit berlalu sejak dia menunggu pintu kelas XII IA 1 yang berada tak jauh darinya, terbuka. Tidak seperti kelasnya yang sudah keluar, kelas ini masih belum ada tanda-tanda bubar.

"Kita ngapain di sini Fan?" tanya Diya bingung.  Dia berdiri di samping Rafan sambil sibuk menoleh kanan kiri gugup. Ini  kawasan kelas XII, kawasan dimana adik kelas tidak berani menginjakkan kaki. Dia tidak nyaman berada di sini.

"Ketemu abang." jawab Rafan datar.
"Mau ngapain?"
"Ada perlu sebentar."
Kenapa Rafan mengajaknya? Diya menggigit bibir bawahnya pelan. Ditariknya ujung kemeja Rafan hingga cowok itu menoleh.

"Gue tunggu di kelas aja ya?" tanyanya pelan. 
"Kenapa?"
Diya menggerutu pelan sambil menundukkan kepala. "Malu."
Rafan berdecak. "Ketemu nyokap gue aja lo berani. Masa ketemu abang, lo takut?!"
Diya mendengus. "Gue nggak takut ... cuma-"

Belum selesai Diya menjelaskan, pintu kelas Fier tiba-tiba terbuka. Seorang guru yang tidak mereka kenali keluar pertama kali. Baru setelah itu anak-anak di dalam kelas menghambur satu persatu. Rafan langsung  menegakkan punggungnya saat melihat Fier keluar dari sana.

Sejujurnya, Rafan belum terbiasa. Mungkin ini pertama kalinya Rafan menghampiri kakaknya untuk meminta sebuah pertolongan.

Rasanya agak menyesakkan dada. Antara gugup dan ragu. Terlebih saat Fier berhasil menemukan keberadaannya, lalu tersenyum ketika menghampirinya. Seakan berkata, 'tumben'.

Rasanya ingin sekali Rafan balik badan pergi dari sana.

"Hanya perasaan abang atau akhir-akhir ini lo jadi manis?" Mata Fier sampai menyipit curiga.

"Cuma perasaan abang." jawab Rafan cepat. "Gue terpaksa ke sini karena cuma abang yang bisa bantu."

Meskipun tidak percaya, Fier mengangguk juga. Rafan yang dia kenal tidak akan datang padanya sebutuh apapun, seterdesak apapun situasinya. Anak itu terlalu gengsi. Hingga lebih baik dia masuk penjara dari pada minta tolong padanya.

Ibaratnya, kata 'tolong' itu adalah kata keramat untuk Rafan. Maka dari itu, aneh jika tiba-tiba saja Rafan datang kepadanya dengan suka rela.

"Minta tolong apa?" tanya Fier kemudian.
"Pinjem mobil."
Mendengar itu, refleks kepala Fier menoleh ke arah cewek di samping Rafan. Cewek yang jelas akan di ajak Rafan naik mobilnya.

Fier mencoba mengingat.
"Diya kan?" Meskipun hanya bersinggungan sebentar saat MOS, namun Fier mengingat namanya.
Diya mengangguk. "Iya kak."

Tiba-tiba Fier tersenyum penuh arti. Cara Fier tersenyum padanya, membuat Diya menegakkan punggung tegang. Dia gelisah karena tidak tahu apa yang Fier pikirkan saat tersenyum seperti itu. Diya tidak tahu Fier tersenyum karena apa.

"Makasih." kata Fier kepada Diya.

Kali ini Diya menggaruk pelipisnya pusing. Belum juga bisa mengartikan senyum Fier, kini cowok itu tiba-tiba saja berterima kasih padanya. Ini Diya yang memang loadingnya lambat atau memang Fier terlalu sulit dipahami?

"Untuk apa ya Kak?" Dari pada bingung, Diya memilih bertanya langsung.
Tapi bukannya menjawab, Fier justru menatap Rafan penuh arti kemudian tersenyum samar. "Untuk jadi alasan Rafan mau datang ke sini."

Alasan Rafan datang ke sini ...?
Dia? Diya menunjuk dirinya sendiri sambil mengerutkan dahi. Saat dia masih tidak mengerti juga, Diya akhirnya melirik Rafan untuk mencari tahu. Namun sayangnya cowok itu tidak menatapnya sama sekali. Rafan justru membalas tatapan Fier dalam diam.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jun 13, 2020 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

It (Rafan)Where stories live. Discover now