23. Mengubur Rahasia

3K 555 55
                                    


Motor Rafan berhenti di sebuah parkiran tempat gym. Dia sengaja kemari karena tahu Fier ada di dalam. Setiap weekend kakaknya memang menyempatkan fitness untuk membentuk tubuhnya.

Setelah mendengar fakta mengejutkan dari Omar, entah kenapa Rafan ingin sekali melihat Fier. Sekedar memsatikan keadaannya baik-baik saja. Dia langsung mencari keberadaan Fier setelah membuka pintu kaca depan. Meskipun sangat luas, namun dia bisa menemukan Fier dengan mudah. Kakaknya itu duduk di dekat kaca jendela sedang mengangkat barbel untuk membentuk otot bisep.

"Ada yang bisa dibantu mas?" tanya seorang wanita yang duduk di meja resepsionist. Rafan memilih mendekat dan mendaftarkan diri masuk sana tanpa mengambil paket latihan apapun. Dia hanya ingin masuk.

Setelah melakukan registrasi, dan membayar biaya pendaftaran, Rafan mengambil kunci loker dan memasukkan barang pentingnya ke sana. Rafan juga melepaskan kemeja navynya dan melesakkannya ke dalam loker hingga sekarang dia hanya memakai kaos putih dan celana jeans.

Sebenarnya setiap anggota baru harus didampingi oleh trainer. Namun lagi-lagi Rafan menolaknya. Dia lebih memilih sendirian. Karena alasan dia datang bukanlah untuk fitness, namun menemani kakaknya.

Tanpa ragu, dia masuk ke dalam dan menghampiri Fier. Dia sengaja mengambil barbel di dekat kaki Fier agar Fier menyadari kehadirannya. Kemudian Rafan duduk di dekat kakaknya itu. Ikut menaik turunkan barbel seberat 10kg hingga otot bisepnya bergerak seirama.

Di dekatnya, Fier menatap Rafan heran tanpa menghentikan aktivitasnya.

"Ngapain lo di sini?" tanya Fier akhirnya.

"Fitness." jawaban Rafan begitu standard. Semua orang yang melihatnya juga tahu kalau dia sedang fitness.

Alih-alih mencecarnya dengan banyak pertanyaan, Fier memilih diam, tidak bertanya apa-apa lagi. Membiarkan saja Rafan berbuat sesukanya.

Diam-diam, Rafan memperhatikan wajah kakaknya yang sedang konsentrasi mengangkat barbelnya dengan benar. Wajah itu masih saja menampakkan wajah datarnya. Entah Rafan harus kagum atau sedih. Jika itu Rafan, dia pasti memilih tempat sepi untuk sembunyi. Meledakkan amarahnya sebanyak yang dibutuhkannya. Lalu mengurung diri untuk menenangkan hati dan pikirannya sendiri.

Bagaimana bisa dalam situasi seperti ini kakaknya masih bisa berdiri di depan umum. Menjalankan rutinitas dengan ekspresi biasa. Seolah-olah tidak terjadi apa-apa.

Melihat kakaknya begitu tenang setelah badai datang membuatnya memahami sepenuhnya pola pikir kakaknya. Membuat persepsi tentang kakaknya selama ini berubah total.

Dulu, dia selalu membenci setiap menatap  wajah datarnya yang memuakkan. Kesal setiap kali mendengar kata-kata kakaknya yang selalu terdengar menggurui bahkan setiap kekhawatiran selalu Rafan salah artikan. Entah kenapa ketenangan tanpa riak yang selalu kakaknya tunjukkan itu begitu menyebalkan hingga sering membuatnya meledak.

Namun sekarang, setelah dia melihat kakaknya masih setenang ini setelah tahu masalah yang dihadapinya, rasa benci itu menghilang sempurna. Karena perlahan dia menyadari ... ketenangan itu hanya topeng. Sebagai cara melindungi diri agar emosi terdalamnya tidak terdeteksi.

            Bahkan meskipun kakaknya tidak pernah menunjukkan emosinya, bukan berarti dia tidak memiliki emosi sama sekali. Selama ini dia hanya menahannya. Agar situasi terkendali. Agar iblis yang bersemayam dalam dirinya tetap mendekam di dalam, bersembunyi.

            Apa yang Robi lakukan, sudah memancing kemarahan Fier hingga iblis yang terpenjara bertahun-tahun dipaksa lepas. Kakaknya ini jauh lebih menakutkan dari kelihatannya. Saat Fier benar-benar meledak, bahkan Rafan sendiri belum tentu bisa menghentikannya.

It (Rafan)Where stories live. Discover now