8. Kesepakatan bersama

22.8K 2.1K 225
                                    



Rafan memantul-mantulkan bola basketnya ke ubin beberapa kali, lalu dia lempar bola ke ring. Masuk! Dia berlari kecil mengejar bola, lalu mendriblenya lagi. Lalu Rafan melemparkan bolanya ke ring sekali lagi.

Kembali Rafan mengejar bola dan memantul-mantulkannya. Namun kali ini dia tak memasukkan bola ke ring tapi mendrible bola selama mungkin. Melatih tangannya untuk lebih mengenal arah pantulan bola.

"Den, ini minumnya." Bi Ijah meletakkan sebotol air putih di samping meja daybed. Rafan menoleh.

"Makasih Bi." ucapnya. Dia menghampiri meja masih dengan bola yang di pantul-pantulkan. Dia duduk di daybed di tepi kolam renang yang memang bersebelahan dengan ring basket. Tangan kiri mendrible dan tangan kanan mengambil minumannya dan meneguknya besar-besar.

"Bunda sedang apa Bi?" tanyanya.

"Tadi Nyonya sedang bikin sarapan Den." jawab Bi Ijah.

Rafan hanya mengangguk kecil. Setelah itu, Bi Ijah masuk ke dalam. Jam sudah menunjukkan jam setengah enam. Sudah setengah jam dia bermain dengan bola basketnya.

dia kembali membawa bola ke ring dan memasukkannya berkali-kali pagi ini. Entah kenapa hari ini dia merasa berbeda. Mungkin karena ini adalah hari terakhir MOS, hari terakhir dia bisa diawasi Fier secara formal. Mungkin juga karena besok dia sudah boleh bawa kendaraan sendiri. Atau mungkin juga gabungan keduanya. Yang jelas, dia sedang senang sekali.

Saat itu ponselnya -yang selama dua hari ini terlantar- berdering. Dia meliriknya sekilas. Untuk terakhir kalinya dia memasukkan bola ke ring. Lalu dia berjalan menghampiri meja.

Dia melihat layar dan mengerutkan dahi melihat nam 'Om Govin' di layar. Aneh, selama ini Om Govin tak pernah menghubunginya, bahkan tak pernah mau bicara dengannya. Namun dia menyingkirkan pikiran negatif itu lalu mengangkatnya

"Halo, Om?"

"Rafan sayaaaaaaaangg." Setelah mendengar suara itu, jari Rafan sudah hampir bergerak untuk mematikan sambungan. "Eh, tunggu dulu! Jangan dimatiin dulu! Shiena mau ngomong sama Rafan! sebentar aja! Penting!"

Rafan tak jadi mematikan telpon. "Apa?" tanyanya malas.

Dia tahu Shiena pasti tersenyum di seberang sana. Merasa menang karen Rafan mau mendengarkannya kali ini. "Besok kita berangkat bareng ya, Shiena pengen lihat Rafan pake seragam SMA buat yang pertama kali. Pasti keren deh, besok Shiena ....."

Rafan langsung menutup sambungan. Dia menyesal sudah melonggarkan pertahanan. Diambilnya minuman dan diteguknya besar-besar. Rafan mengusap mulutnya dengan punggung tagan, lalu mendengar pesan masuk beruntun. Shiena, siapa lagi! dia mendengus. Tapi tak ambil pusing.

Dia mengambil handuk kecilnya lalu mengusap wajahnya yang berkeringat. Lalu memutuskan mandi.

---

Saat turun untuk sarapan, Rafan bisa melihat semua mata memandang padanya. Dahi Rafan mengernyit. Dia hampir bertanya 'Ada apa?' saat didengarnya Fiandra bicara dengan seseorang di telpon.

"Iya sayang ... oke .... Tante tanya Rafan dulu ya?"

Rafan langsung menghela nafas. Namun tak mengatakan apa-apa, tapi langsung duduk. Dia mengambil nasi gorengnya lalu melirik Fiandra sesekali. Bisa dilihat Bundnaya merasa tak enak karena ulahnya lagi.

It (Rafan)Where stories live. Discover now