Chapter 15

5K 371 33
                                    

Natsu tidak mengerti tentang apa yang dirasakannya saat ini.

Selepas kerja, Gray menyarankan Natsu untuk menjemput Lucy. Lalu Natsu menurutinya begitu saja. Ada sebagian dari dirinya yang menolak untuk bertemu gadis itu karena telah menyakitinya beberapa hari lalu, namun Natsu tidak bisa membantah saat sebagian dirinya lagi ada yang merindukan Lucy.

Iya. Natsu merindukannya. Entah kenapa, mereka selalu bertemu di rumah, namun rasanya Lucy semakin jauh. Natsu tidak mengerti.

Swan Castle yang baru selama satu bulan buka itu menjadi tempat di mana Natsu melihat Lucy tersenyum manis untuk pertama kalinya. Melihat Lucy yang sering bersikap dingin tengah tersenyum cerah dan benar-benar terlihat bahagia untuk pertama kalinya. Dan kebahagiaan itu, Lucy rasakan dengan seorang lelaki berambut pirang yang Natsu tidak kenali sama sekali. Natsu menatap kosong kedua orang di seberang sana, yang tengah duduk sambil bergurau satu sama lain.

Natsu tidak pernah melihat Lucy sebahagia itu, tidak saat bersama dengannya.

Seolah dunia menjadi hening, telinganya menjadi tuli, hatinya mendadak kosong tidak tahu harus berbuat apa. Natsu hanya bisa duduk diam menatap dua orang di sana yang terus tertawa satu sama lain. Natsu tersenyum, pedih. Dia tidak mendengar ketika ponselnya terus berdering, Natsu tidak lagi mendengar apa pun.

.

.

Lisanna berjalan sendirian di tengah keramaian suasana Swan Castle malam itu. Gadis berambut silver itu memutuskan mengunjungi taman baru tersebut untuk menghilangkan rasa kesalnya terhadap siapa pun itu yang telah membuatnya menunggu selama dua jam. Taman itu tidak terlalu buruk, Lisanna sangat menyukainya. Sesaat Lisanna cemberut saat menyaksikan beberapa pasangan kekasih tengah bergurau di tengah suasana malam yang hangat.

Mereka terlihat bahagia.

Menatap layar ponsel, Lisanna mendengus karena Natsu masih belum membalas pesannya. Lisanna meminta bertemu di Swan Castle ini, berkali-kali dia menghubungi Natsu namun belum ada jawaban. Pesannya juga belum dibalas.

Memilih tidak mau ambil pusing, Lisanna menatap sekeliling. Tersenyum sumringah saat melihat pedagang yang menjual kembang gula tidak jauh darinya. Dia memang butuh makanan manis saat ini. Dengan riang Lisanna melangkah menuju stan tersebut, saat sampai Lisanna tersenyum menyapa tuan pedagang yang ramah. Lisanna meraih sebuah kembang gula yang sudah terbungkus dengan warna biru mudanya yang menggoda.

Namun sebuah tangan merebut kembang gula incarannya.

“Hey!” Teriak Lisanna tidak senang.

Seorang lelaki berambut pirang berdiri menjulang di depannya, dengan kembang gula tergenggam erat di tangan.

“Yang ini milikku.” Lelaki tinggi itu—Sting—berbalik, bersiap membayar.

Lisanna buru-buru merebutnya kembali, namun Sting lebih cepat dan mengangkat kembang gula itu tinggi-tinggi sehingga tidak bisa gadis itu jangkau.

“Aku yang melihatnya duluan!”

“Aku yang mendapatkannya duluan.” Jawab Sting cuek. “Minggir sana.”

“Kau-“

“Apa?”

Si pedagang memotong. “Ano, tuan dan nona. Aku bisa membuatkannya lagi. Lagipula, yang bewarna pink juga rasanya sama saja. Yang putih seperti awan rasanya juga sama-“

“Kau sungguh mau berdebat hanya karena kembang gula?” Lisanna mendongak, menatap lelaki di depannya menantang. Si pedagang menghela napas, dia diabaikan.

You're MINE!Where stories live. Discover now