9. Ingin Bertemu

126 8 1
                                    

Terkejut.

Belum pernah Alden merasa seterkejut ini hanya karena melihat seseorang. Melihat Jia. Gadis itu sudah berada di kelas ketika Alden baru tiba. Ada yang aneh lagi dalam dadanya. Terasa berdesir, kemudian berdebar-debar. Ia jadi gugup. Salah tingkah ketika sepasang mata milik gadis itu menoleh ke arahnya.

"Pagi..." Jia menyapanya. Untuk pertama kalinya.

Alden hanya senyum aneh dan menaruh tasnya di meja. Ia mulai menghindari tatapan gadis itu tetapi anehnya, ia justru ingin melihat ke arahnya lagi. Kenapa terasa merepotkan begini? Alden merutuk dalam hati.

Ketika pelajaran dimulai, Alden menjelma menjadi pendiam. Tak lagi mengoceh hal-hal tak penting. Dalam diamnya, ia melirik Jia. Saat sadar kalau gadis itu tengah memperhatikannya, ia tersentak dan mengalihkan pandangan dengan cepat.

Ketika Jia sudah kembali fokus dengan penjelasan guru di depan kelas, Alden kemudian melirik ke arah gadis itu. Matanya seolah terkunci pada sosok itu. Aneh. Perasaan macam apa ini? Ia senang, gugup, gelisah dan merasa berdebar-debar dalam waktu yang bersamaan.

Jia menoleh cepat. Alden tak sempat menghindar. Ekspresi wajahnya mirip seseorang yang ketahuan mencuri. Jika Alden boleh menginterupsi, justru dirinya-lah yang merasa bagian dirinya sudah dicuri. Oleh gadis ini.

"Kamu kenapa, sih, Al?"

Alden melongo lalu membuang muka. Ia menopang dagu hingga menutup mulutnya. Perasaan ini kian aneh hingga mampu membuatnya tersenyum sendiri.

***

Jia tidak fokus pada makan siangnya. Begitu pula dengan Alden di sebelahnya. Sekai belum kembali sejak pamit mau membeli makanan. Alden tak mengira kalau saat ini berdua dengan Jia menjadi momen yang membuatnya gelisah.

Dalam diamnya, Jia sedang memikirkan sesuatu. Ia melihat event pada sebuah majalah remaja.

Rika Oriana yang dulunya alumni dari akademi model pada majalah itu akan menjadi juri untuk ajang pemilihan model. Seperti sebuah kebetulan, acara akan dilangsungkan di Jakarta Selatan, kota tempat tinggal Jia. Ia merasa ini sebuah kesempatan baginya untuk bisa melihat ibunya secara langsung—atau bisa bertemu langsung dengannya.

Dalam diamnya, Alden melirik ke arah Jia. Memperhatikan detail wajah gadis itu. Matanya bulat dengan bulu mata tebal, dipayungi oleh alis hitam yang teratur. Hidungnya mancung. Bibirnya mungil berwarna merah, tampak mengilap oleh lipgloss tipis. Ia beralih pada rambut gadis itu. Hitam, tebal dan bergelombang. Digerai seperti biasa tanpa hiasan pita. Sederhana tapi cantik.

"Sekai kok lama, ya?" tahu-tahu Jia menoleh.

Alden tersentak. Ia membuang muka.

Jia mengerutkan alis. Merasa sikap Alden berubah.

Tak lama Sekai tiba. Namun ia tak sendirian, Kinal tampak akan bergabung dengan mereka.

Jia memandang ke arah Kinal sebelum meminta penjelasan lewat isyarat pada Sekai. Cowok itu hanya senyum.

"Mulai sekarang Kinal bareng kita," ucap Sekai.

Kinal tak mengatakan apapun. Ia duduk lalu mulai makan. Ia sudah memikirkan semuanya matang-matang. Ia butuh perubahan, seperti yang dikatakan Sekai. Dengan berinteraksi dengan orang lain, itu mungkin akan mengisi kekosongannya pelan-pelan.

LOOKING FOR MOONLIGHTWhere stories live. Discover now