13. Memahami

93 8 4
                                    

"Setelah dikabarkan dekat dengan salah satu aktor ternama Indonesia, Rika Oriana justru akan menikah dengan seorang pengusaha asal Singapura. Kabarnya pernikahan ini akan digelar secara tertutup di sebuah hotel berkelas di Jakarta."

Jia nyaris menjatuhkan gelas berisi susu cokelatnya ketika mendengar berita itu dari televisi. Bi Arisa—yang tidak tahu apa-apa hanya memandang heran ke arah majikan mudanya. Mengira bahwa mungkin Jia salah satu dari sekian banyak penggemar Rika Oriana.

Jia tak percaya ini. Pada akhirnya ibunya memang tidak akan mungkin kembali bersama mereka—dia dan ayahnya. Rika Oriana akan menikah. Jia tak pernah memikirkan kemungkinan itu sebelumnya.

Di sekolah Jia tidak fokus belajar. Bahkan ia tak berselera menghabiskan makan siangnya. Hal itu tentu saja membuat ia jadi perhatian Alden dan Sekai. Namun ketika ditanya, Jia hanya menggeleng ringan dan memaksakan senyum. Membuat keduanya tetap merasa curiga.

Lalu ketika kembali dari kantin mereka berpapasan dengan beberapa siswi yang membicarakan seputar kabar pernikahan Rika Oriana. Saat itulah Sekai dan Alden sadar hal itulah yang mungkin membuat Jia menjadi seperti saat ini.

"Jadi karna kabar itu? Kamu yakin itu memang benar? Bukan gosip?" tanya Sekai.

"Hei, ada apa?" Tobi bertanya—ia selalu ingin tahu. Alin dan Kinal hanya memandang heran ke arah mereka tanpa tahu apa yang sedang dibahas. Sebab sejak tadi keduanya memang fokus bicara berdua. Tentang pelajaran.

Wajah Jia mulai muram. Matanya berkaca-kaca, tanpa bisa ia hindari ia ingin menangis saat ini. Ia memegang lengan Sekai. Seperti sebuah isyarat agar mereka bicara berdua saja. Sekai mengerti, ia mengajak gadis itu pergi. Alden yang sebenarnya sangat ingin tahu perasaan gadis itu berniat menyusul. Namun ia mengurungkan niatnya ketika keduanya benar-benar melangkah cepat.

Alden tak bisa menghindari rasa kecewa dalam hatinya. Namun ia memang tidak sepantasnya memaksakan Jia cerita padanya. Sekai adalah sahabat gadis itu. Tentu lebih mudah baginya untuk percaya pada Sekai ketimbang dirinya yang baru beberapa bulan dikenalnya.

"Kenapa sih, Al?" tanya Tobi yang belum juga menemukan jawaban atas sikap Jia yang aneh. Alden tak menyahut. Matanya terus memandang ke arah Sekai dan Jia—yang kemudian menghilang di belokan koridor.

***

Untuk sesaat Sekai kehilangan kata-kata usai mendengarkan cerita Jia. Gadis itu menangis di depannya. Sekai hanya bisa mengusap bahunya, untuk menenangkan. Ia pernah mendengar harapan Jia tentang ibunya yang akan kembali ke keluarga mereka. Memulai hubungan yang baik dan menjadi keluarga yang utuh. Namun kabar pernikahan yang tak terduga ini membuat segala harapan Jia menjadi pupus. Tak punya kesempatan menjadi nyata.

"Hidup emang nggak selalu berjalan seperti yang kita mau, Zee." Entah itu tepat sebagai kalimat penghibur atau tidak, namun Sekai berharap ia bisa membuat Jia lebih baik dengan ketulusannya.

"Aku kira dia bakal mikirin aku setelah kami bertemu waktu itu, ternyata justru kabar kayak gini yang muncul di TV."

Sekai menatap sahabatnya. Jia sedang mengusap matanya yang basah.

"Sebagai model terkenal, dia pasti profesional sama pekerjaannya. Mana mungkin dia melibatkan perasaan. Kalo kabar tentang dia punya anak dan pernah nikah tersebar luas, mungkin karir modelnya bakal terpengaruh dan dia akan dicap sebagai orang yang munafik—sama semua orang, termasuk penggemarnya."

"Aku benci kalo mikirin kecintaannya sama dunia model. Dia bahkan ngelupain anaknya sendiri."

"Ada bagian dari manusia yang nggak pernah kita tau dengan pasti, Zee." Sekai mengerti betapa berkecamuknya perasaan ia akan emosi. Ia marah, kecewa sekaligus sedih. Sekai mencoba memahami dan ia tahu rasa sakit itu. Saat hidup berjalan tak sesuai harapan, saat itulah manusia merasa kecewa dan putus asa.

LOOKING FOR MOONLIGHTWhere stories live. Discover now