19. Bulan

152 18 3
                                    

"Gimana kabar Mama sekarang?"

"Sehat, Sayang. Uhm, Mama nggak tau apa ini bisa dibilang kabar gembira atau enggak." Suara di seberang telepon terdengar ragu. Jia mengerutkan alis. Ia melihat ke luar lewat jendela kamarnya yang terbuka. Kain gordin yang ditiup semilir angin mengganggu pandangannya.

"Emangnya ada apaan, Ma?"

"Mama hamil." Suara yang terdengar bersalah. Namun Jia justru tersenyum.

"Oh ya? Selamat, Ma. Itu kabar gembira!"

Mama tertawa pelan. Masih terasa nada sungkan.

"Mama nggak perlu ngerasa bersalah. Semua itu masa lalu."

"Orang dewasa memang selalu punya masa lalu rumit," komentar Mama.

Jia tertawa pelan. Senyumannya tersisa. Ia menyibak gordin yang masih berayun oleh angin nakal. Malam di luar terasa dingin. Namun di langit bintang-bintang bersinar. Sang bulan yang akan menjadi primadona di malam ini belum terlihat.

"Om Hendric sehat?"

Mama mengiyakan.

"Papa kamu sehat?"

"Mama keberatan nggak kalo nanya sendiri?" Jia menggoda. Beliau tertawa.

"Suruh papa kamu nikah, Jia."

"Papa bilang dia cuma butuh Jia kok."

"Tukang gombal."

"Bener."

Jia menyandarkan tubuhnya di pembatas jendela. Matanya masih memandang langit.

"Jia?"

"Hmm?"

"Ada seseorang yang kamu suka sekarang?"

Pertanyaan itu akhirnya muncul. Pertanyaan pribadi antara ibu dan anaknya. Menyenangkan sekali jika saat ini Mama ada di sini dan mereka membicarakan hal ini dalam kamarnya. Beliau mungkin akan melihat rona merah mudah di pipinya saat ini.

Jia tersenyum, tepatnya menahan senyumannya yang muncul begitu saja.

"Ada ya?" Mama menebak. Jia tertawa aneh.

Ada.

Jia memang sedang menyukai seseorang.

Cowok aneh itu. Cowok yang saat kelas sebelas menjadi teman sebangkunya. Cowok yang seenaknya mendeklarasikan bahwa mereka berteman. Cowok yang ingin mendapatkan kepercayaannya. Cowok yang bilang suka padanya tapi langsung kabur karena malu.

Cowok yang...sangat menyukai bulan.

Alden.

Menyebut nama itu dalam hati membuat jantungnya berdesir.

"Ma, gimana caranya kita tau kalo kita lagi suka seseorang?"

"Kamu polos banget sih."

Jia cemberut.

"Jatuh cinta itu nggak perlu teori, Jia. Jatuh cinta itu tentang hati kamu."

"Penjelasan Mama kedengeran kayak cerita drama Korea."

Mama tertawa. Tetapi sebenarnya jawaban itu sudah benar baginya. Gadis itu menghela napas. Helaan karena rasa bahagia. Ia ingat hari apa ini. Bukan hari ulang tahunnya. Bukan pula ulangtahun Sekai atau Alden.

Chegaste ao fim dos capítulos publicados.

⏰ Última atualização: Dec 10, 2016 ⏰

Adiciona esta história à tua Biblioteca para receberes notificações de novos capítulos!

LOOKING FOR MOONLIGHTOnde as histórias ganham vida. Descobre agora