12. Antara Kita

141 11 1
                                    

"Kamu suka Kinal ya?"

Sembari menopang dagu Sekai memperhatikan Kinal yang duduk di depannya. Sedang menyalin judul materi yang akan ia pelajari untuk mengikuti ujian seleksi study exchange. Saat ini mereka berkumpul di perpustakaan. Berenam, bersama Tobi dan Alin yang entah bagaimana jadi ikut bergabung. Semua berawal dari ajakan Tobi agar mereka belajar bersama karena mereka teman satu kelas. Yah, Sekai setuju saja. Lebih ramai lebih menyenangkan.

Kinal yang merasa dirinya sedang diperhatikan, menoleh. Sekai kaget. Ia tersenyum kecil lalu menunduk ke arah buku cetak tebal matematika. Kinal hanya menyipitkan matanya lalu kembali fokus. Ia sama sekali tidak mengira akan serius belajar hanya untuk melarikan diri dari ibunya—dan kenyataan kalau ia akan memiliki ayah baru.

Sekai melirik lagi. Barusan apa yang terjadi padanya. Kenapa jantungnya berdetak kencang ketika bertemu pandang dengan Kinal. Apakah dugaan Jia memang benar? Kalau ia sebenarnya tanpa sadar telah menyukai gadis itu?

Di kesempatan belajar bersama berikutnya, mereka sepakat untuk belajar di rumah Tobi. Atas kesepakatan bersama setiap minggu tempat belajar akan berganti. Misalnya hari ini di rumah Tobi, mungkin besok di rumah Alin dan seterusnya.

"Kamu suka anime ya, Bi?" tanya Alden ketika melihat isi kamar Tobi yang dipenuhi beberapa tokoh anime yang populer seperti Naruto, One Piece dan Bleach. Mereka menghiasi dinding kamar Tobi yang luas dalam bentuk poster-poster berukuran besar.

Tobi hanya menyengir sembari mengangguk. "Makanya aku semangat waktu tahu ada study exchange ke Jepang."

Alin memperhatikan sekeliling kamar itu sebelum ia ikut duduk di atas karpet. Mereka sibuk mengeluarkan buku dan mulai membahas apa saja yang mungkin akan muncul di soal ujian. Tobi berbicara dengan Alden tentang apa yang sama-sama mereka tidak pahami di pelajaran Fisika. Sekai kemudian membantu keduanya.

Pandangan Alin berhenti di pada action figure doraemon di atas meja. Tersembunyi di antara action figure lain. Alin kenal betul benda itu. Ia pernah memberikannya pada Tobi ketika mereka masih kelas enam SD, sebelum hubungan mereka jadi seaneh ini.

"Jadi lo masih simpen Doraemon itu, Bi?" tanya Alin, tak seperti biasa, nada suara gadis itu terdengar serius.

Tobi yang sibuk bersama yang lain tersentak. Ia menoleh ke arah meja belajarnya.

"Do..doraemon?! Ah, pasti mama! Padahal udah gue buang waktu itu." Tobi kemudian beranjak dari duduknya dan menyambar si Doraemon kecil di atas mejanya. Ia kemudian membuang Doraemon itu ke dalam tong sampah di sebelah meja.

Alin terbelalak lalu menunduk. Sudahlah, tidak perlu memikirkan masa lalu. Lagipula Tobi pernah bilang bahwa inilah keputusannya. Mereka tidak perlu berteman lagi.

Jia memperhatikan keduanya sesaat. Namun ia tak begitu tertarik untuk tahu, sebab sikap Sekai saat ini jauh lebih menarik baginya. Ia sudah merasakan kalau sejak beberapa hari yang lalu Sekai terlihat memandangi Kinal diam-diam.

Usai belajar, mereka tidak langsung pulang. Ibu Tobi menawari mereka untuk makan terlebih dahulu. Awalnya mereka sepakat menolak namun Alden seperti biasa tak bisa menolak kebaikan orang lain. Maka ia membuat mereka semua makan lebih dulu sebelum pulang dari rumah Tobi.

"Sayur lodehnya enak." Alden berkomentar lalu makan dengan lahap. Ia menyukai suasana ruang makan ini. Sederhana namun terasa ramai. Berbeda sekali dengan di rumahnya. Ruang makan dengan kursi dan meja berkualitas namun hanya dirinya saja yang ada di sana. Dalam kebekuan sunyi.

LOOKING FOR MOONLIGHTWhere stories live. Discover now