Chapter 6

14.1K 1.5K 52
                                    

Kirana berusaha menenangkan diri. Detak jantung yang tiba-tiba menjadi lebih kencang membuat gadis itu jadi sulit bernapas. Ini bukan malam takbiran tapi bedug bertalu-talu di dada Kirana.

Tenang, Kirana. Tenang ... tenang.

Pemuda di hadapannya memang terlalu memesona. Dia tersenyum tipis, tapi Kirana menangkapnya sebagai sesuatu yang tidak mengenakkan. Ya, Elang tersenyum, tapi tampak seperti menyembunyikan perasaan tidak nyaman. Kedua tangan pemuda itu memegang sebuah kotak cantik berpita emas.

"Tolong titip untuk Bude Citra. Ini batik pesanan Tante Putri," Elang meletakkan kotak cantik itu sambil menyebut nama sahabat Bude Citra yang Kirana sudah kenal baik.

Kirana cepat-cepat meletakkan piring di sink, lalu mengeringkan tangannya dengan lap, dan menghampiri Elang.

"Jadi, kamu ke sini cuma mau ngantar ini?" tanya Kirana.

"Nggak. Aku ngantar tamu istimewa kamu," Elang bergeser ke samping dan di belakang tubuh pemuda itu muncul ....

"Hai, Kiran. Rumah kamu nggak ada belnya, ya? Aku dari tadi manggil-manggil kamu, lho," Addo nyengir lebar.

Bola mata Kirana serasa hampir melompat. Vanes pun ikut terbelalak.

"Kamu ngapain ke sini?" kata-kata itu meluncur begitu saja dari mulut Kirana. Gadis itu tidak bisa menyembunyikan rasa jengkel, sekaligus kecewa.

Addo, kenapa kamu harus muncul di saat Elang juga main ke sini, sih?

Tamu istimewa? Kirana geleng-geleng mengingat Elang menyebut kata-kata itu.

"Oke, aku pamit. Tugasku ngantar tamu kamu, udah selesai. Bye!" Elang langsung membalikkan badan dan berjalan pelan ke luar.

"Eh, Lang! Kok, buru-buru banget, sih? Main aja dulu di sini, dong!"

Ups! Aku berani ngomong kayak gitu! Ah, biar aja, deh. Udah tanggung.

Kirana sedikit senang melihat kemajuan dirinya sendiri yang berani berbicara begitu pada Elang.

"Tenang, Kiran. Kamu masih punya utang padaku. Nanti malam, kamu harus mulai bikin batik, ya. Buat gantiin batik yang waktu itu kamu rusakin," Elang berbalik sebentar dan melontarkan kata-kata ini. Kali ini, dia sambil tersenyum penuh arti.

Sebuah pengharapan. Itu yang Kirana tangkap dari senyum Elang.

"Eh, eh, nggak bisa, Lang! Malam ini aku mau ajak Kirana minum choco blended di kafe. Mau kuajak rapat soal acara sekolah," Addo langsung menyanggah.

Elang tertawa kecil. "Kalau begitu, tanya Kiran langsung aja, deh. Biar dia yang milih, mau bareng kamu atau aku. Oke?"

Tubuh menjulang itu pun meninggalkan ruang makan.

Kirana nyaris terpekik. Dia senang Elang begitu yakin dirinya lebih memilih Elang. Itu berarti setidaknya Elang tahu bahwa Kirana senang berada di dekatnya. Tapi ... ah, pemuda yang satu ini. Mau apa sih, dia?

"Jadi, kamu ke sini cuma mau ngajak aku pergi? Ngapain sih, Do?" Kirana duduk di kursi makan. Vanes menyusul duduk di samping Kirana.

"Iya, Do, rajin amat sih, ke sini untuk urusan yang nggak penting," timpal Vanes.

"Siapa bilang nggak penting?" Addo menarik kursi makan lalu duduk tanpa diminta. "Ini soal sekolah kita. Aku kan, Ketua OSIS, jadi aku harus peduli," kata Addo, sok penting.

Kirana mengedikkan bahu. "Tapi, ini kan, bukan di sekolah. Urusan sekolah ya diurusin di sekolah aja."

Vanes mengangguk-angguk.

"Kiran, nggak usah mbantah aku, deh. Yuk, jalan sekarang! Mumpung belum malam. Aku nggak mau disalahin sama orangtua kamu kalau aku nanti ngantar pulangnya kemalaman," kata Addo.

"Ihh, maksa banget, sih? Maaf ya, Do. Kamu kan, tadi dengar sendiri, aku harus ketemu Elang malam ini," hati Kirana berdesir saat mengatakan harus-ketemu-Elang-malam-ini.

Serius, nih, aku beneran akan ketemu Elang malam ini? Tadi Elang bercanda nggak, sih?

Addo terdiam. Bukan Addo namanya kalau menyerah begitu saja.

"Ya udahlah, Do, kita balik aja. Urusan aku udah selesai. Kamu juga, kan?" bujuk Vanes.

Addo menggeleng. Tiba-tiba matanya berbinar dan senyumnya mengembang. Pemuda itu menjentikkan jari.

"Kamu boleh ketemuan sama Elang nanti malam, tapi aku temanin!"

Fluttering HeartsWhere stories live. Discover now