Chapter 10

11.6K 1.4K 12
                                    

Kirana tersenyum kecut. Samar-samar benaknya menangkap bayangan. Wajah Mama. Wajah itu berada sangat dekat dengan Kirana, sebab Kirana berada di gendongannya. Mama mendekap tubuh mungil Kirana erat-erat. Air mata wanita bersahaja itu luruh seperti tak terbendung.

Satu hal yang Kirana rasakan saat itu adalah perasaan nyaman berada di dalam pelukan Mama. Seharusnya Mama juga senang, tapi mengapa air mata wanita itu seperti tidak kunjung habis?

Kirana kecil baru menyadari. Ketika dia menoleh ke jalan sempit di lorong itu ... di sana dia mendapati sosok pahlawan yang selama ini melindunginya.

Papa.

Yang tidak Kirana mengerti, Papa berdiri di depannya sambil menggendong gadis mungil. Di sampingnya, seorang wanita berdiri menatap Kirana dan Mama dengan tatapan yang sulit diartikan.

Mengapa bukan Kirana yang ada di gendongan Papa? Mengapa Papa menggendong anak kecil itu? Mengapa Papa tidak berdiri bersama Mama, bersama Kirana?

Sejak itu, Kirana tahu. Ada gadis kecil yang harus dianggapnya sebagai adik.

Kirana menghela napas yang terasa berat.

"Hei! Kamu nggak dengerin aku ngomong? Jalan kok, sambil melamun?" suara Elang membuyarkan lamunan Kirana.

Kirana nyengir. Dia berusaha membuang semua kenangan buruk itu.

"Hehehe ... nggak, . Aku lagi ingat-ingat aja, udah berapa lama ya, aku nggak ke sini," Kirana menatap wajah Elang yang keringatan. Hatinya kembali semangat. Dia tidak mau menyia-nyiakan kesempatan ini. Kapan lagi jalan berdua bersama Elang?

"Kamu nggak pernah keluar, sih. Makanya jangan di rumah terus," Elang tergelak.

Kirana sangat menikmati tawa itu.

"Kamunya juga nggak pernah ngajak. Aku ngapain ke sini sendirian?" sahut Kirana sambil tertawa.

Elang terus membawa Kirana menyusuri lorong-lorong itu. Sesekali mereka harus berbagi jalan untuk becak yang lewat. Becak-becak itu membawa para pengunjung kampung batik ini menuju beberapa toko batik yang tersebar di berbagai lorong di sini.

"Kayaknya aku bakalan nyasar deh, kalau jalan ke sini sendirian," Kirana menatap tembok atas di lorong ini. "Jalannya mirip labirin."

"Kalau udah sering ke sini lama-lama hafal, kok," sahut Elang. "Kita belok ke sini, ya."

Kirana mengikuti langkah Elang. Mereka berbelok ke sebuah jalan yang agak lebar. Di sebelah kanan jalan ada rumah besar dari kayu dengan ukiran-ukiran cantik. Di pintu masuk ada papan nama bertuliskan "Griya Batik".

Di depan rumah itu, di sebelah kiri jalan, ada ruang terbuka. Seorang pria tua yang tubuhnya masih segar dengan wajah ramah sedang duduk sambil menekuni lembaran kain yang digelar di atas meja. Dia menempelkan sebuah plat ke atas kain itu, membuat batik cap.

"Sini, yuk!" Elang mengajak Kirana menghampiri pria itu.

Kirana mengangguk. Begitu Kirana dan Elang muncul, bapak itu langsung memandang mereka.

"Eeeh, Elang. Tumben pulang sekolah ke sini. Ada apa?"

"Iya, Pak, saya ngajak Kirana keliling-keliling," sahut Elang. "Kirana, ini Pak Laksono. Pembuat batik cap di sini."

Kirana tersenyum. Jadi ini tempat main Elang?

"Kalau Kirana sih, saya kenal. Tinggalnya di rumah joglo di depan sana, tho?" Pak Laksono mengobrol sementara tangannya terus bergerak mencelupkan plat ke cairan malam lalu membubuhkannya ke atas lembaran kain.

Kirana takjub. Ada orang yang kenal dia, sementara dia tidak kenal sama sekali?

"Iya, Pak," sahut Kirana, singkat.

"Biar dia ngerti tentang batik, Pak. Masa orangtuanya pengusaha batik tapi dia nggak suka batik?" ledek Elang.

Pak Laksono tertawa. "Saya saja sudah puluhan tahun bikin batik kayak gini."

Elang mengambil dua kursi kayu, lalu duduk di hadapan Pak Laksono.

"Sini," kata Elang sambil menepuk kursi yang diletakkan di sebelahnya.

Kirana duduk di kursi itu. Dia merasa lebih nyaman. Ingatan tentang drama antara Papa dan Mama sudah lenyap. Berganti dengan perasaan senang karena menghabiskan waktu bersama Elang.

Sore itu, Kirana dapat banyak cerita dari Pak Laksono. Tentang batik. Batik cap. Batik tulis. Kehidupan. Dan cinta.

Perlahan, pikiran Kirana tentang batik, mulai berubah.

�K

Fluttering HeartsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang