Chapter 7

14.8K 1.5K 42
                                    

Bukan Addo namanya kalau tidak bisa mendapatkan yang dia mau. Inilah yang membuat Kirana bingung. Gadis itu tidak sanggup menolak, sehingga malam ini, Kirana, Addo, dan Elang, sedang duduk bersama di ...

... ruang tamu rumah Elang!

Kirana mengetuk-ngetuk telunjuknya ke lengan kursi. Irama ketukan yang sangat cepat itu nyaris sama dengan detak jantungnya saat ini. Gadis merasa canggung karena ada dua pemuda yang berada di satu tempat, sementara mereka masing-masing tampak seperti menahan emosi. Pikiran Kirana terpusat pada Elang. Seharusnya saat ini debar yang meletup-letup itu hanya karena Kirana bisa berada sangat dekat dengan Elang. Kenyataannya, debar itu campur rasa cemas, hingga perut Kirana mulas.

Di sebelah Kirana, Addo duduk sambil memandangi foto Elang dan keluarganya yang terpajang di dinding. Mata cowok ini berkeliling melihat suasana ruang tamu rumah Elang. Di beberapa bagian berhias kain batik. Sesekali Addo mengangguk-angguk.

Pandangan Kirana terpatri pada taplak meja bermotif batik kawung. Motif yang mengingatkan Kirana pada mendiang Mama. Di banyak foto, Mama sering memakai kain atau baju batik motif kawung saat menghadiri acara-acara keren.

Di depan Kirana, Elang duduk dengan wajah yang tampak sedang berpikir keras. Beberapa detik kemudian, dia kelihatan gelisah.

"Nggak jadi ngajak Kirana minum choco blended?" Elang memulai pembicaraan. Tatapannya tajam menuju wajah Addo. Yang disapa langsung menatap balik dengan wajah tanpa dosa.

"Kirana mau ke sini. Ya udah, aku ke sini juga, untuk memastikan Kirana baik-baik aja di sini," sahut Addo.

Kirana mendongak. Addo nih, ngaco banget, sih?

Elang terkekeh. "Kamu nggak usah khawatir, Do. Kirana tuh , udah dekat sama aku dari dulu. Rumahnya aja tinggal lompat. Pasti aman lah dia di sini."

Kirana tersenyum. Perasaannya melambung. Jadi, Elang udah ngerasa dekat sama aku sejak dulu? Iya juga, sih, kan, rumahnya memang berdekatan, batin Kirana.

Diam-diam Kirana merasa miris. Dua pemuda itu, yang satu gigih banget untuk pedekate, yang satu lagi di-pedekate-in tapi nggak nyadar-nyadar.

"Ok, Lang, kapan aku bisa mulai bikin batik? Biar utangku lunas," Kirana berusaha mencairkan suasana.

Elang belum menjawab, tiba-tiba seorang cewek berkacamata muncul.

"Eh, Kirana, tumben main ke sini? Ngapain?" dia adalah Calista, kakak Elang yang sudah kuliah. "Cieee ... cieee .... Ngapelin Elang, ya? Ini kan, belum malam Minggu."

Mulut Calista yang seperti tidak disekolahkan itu membuat kening Elang mengerut.

"Ehem!" Addo berdehem.

Wajah Kirana merona. Seharusnya saat ini dia memang sedang berdua saja dengan Elang, belajar membuat batik. Yah, walaupun itu nggak mengasyikkan, yang penting bisa berada dekat dengan Elang. Tapi ... Kirana harus membatalkan perasaan senangnya.

"Ngapelin gimana sih, Kak Lista. Cowok ini kan, pacarnya," Elang langsung galak.

Kirana tertohok. Duh, Elang, kenapa kamu nganggap aku pacaran sama Addo?

"Ohh, hehehe ... maaf, maaf," Calista tersenyum pada Addo.

"Orang-orang produksi udah pada pulang atau belum, Kak?" tanya Elang.

"Ya udah, lah. Udah hari gini. Tapi tadi masih ada Bu Rahman, lagi beresin alat-alat membatik. Kenapa emangnya?" Calista masih berdiri di hadapan mereka.

"Ini, Addo kepengin liat-liat tempat produksi kita," sahut Elang, datar.

"Oh, gitu. Produksi batik cuma dari pagi sampai jam enam sore. Hari gini pembatiknya udah pada pulang," kata Calista.

Addo mengangguk-angguk lagi. Pemuda itu sangat ingin melihat tempat produksi batik di rumah Elang. Dia ingin membuktikan bahwa batik biasa-biasa saja. Itu berarti Elang yang bisa membuat batik adalah pemuda yang biasa saja. Bukan orang yang istimewa. Masih lebih keren Ketua OSIS. Jabatan bergengsi, diinginkan banyak murid, dan sejak dulu, siapa pun yang menjadi Ketua OSIS, pasti cowok-cowok ganteng yang disukai banyak cewek.

"Lho? Lang, jadi kalau pegawai batik udah pada pulang, aku belajar bikin batiknya gimana?" tanya Kirana.

"Kamu kan, belajarnya sama aku. Bukan sama mereka. Nanti aku yang ngajarin, karena batik yang kamu rusakin itu pesanan khusus. Aku sendiri yang nerima arahan waktu pemesannya ke sini," sahut Elang panjang lebar.

Elang sendiri yang nerima pesanan? Kalau begitu, Elang benar-benar bisa bikin batik? Ah, batik kan, gampang bikinnya, Kirana berkata dalam hati.

"Oke, kayaknya nggak penting banget aku ke sini. Ngapain juga, ya?" Addo mengedikkan bahu. "Aku pulang, deh. Kirana, kamu kuantar pulang, yuk! Addo berdiri lalu memandang Kirana.

"Hei, Do! Kamu mimpi? Ya kali rumahku tinggal lompat gitu masa harus diantar?" Kirana tergelak.

Addo beranjak ke pintu.

"Kiran, pacarnya diantar ke depan, dong!" kata Calista, jail.

"Idiiihh," Kirana nyengir.

Addo tersenyum GR.

Elang mendengus. Kesal.


Fluttering HeartsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang