Chapter 18

10.2K 1.2K 21
                                    

Kirana mempercepat langkah. Dia tidak sabar menuju kelas Elang di lantai tiga. Dilompatinya dua anak tangga sekaligus sehingga napasnya tersengal-sengal. Jarinya menggenggam majalah remaja yang digulung. Kirana ingin memberi tahu berita penting yang ada di majalah itu.

"Hei! Buru-buru amat? Mau ke mana, sih?"

Kirana mengangkat wajah. Di hadapannya, Addo sudah memasang senyum. Titik-titik keringat membasahi dahi pemuda itu.

"Eh, Do. Kamu sendiri mau ngapain di sini?" Kirana balik bertanya.

"Aku nanya belum dijawab kok, kamu sudah nanya lagi. Aku ada perlu sama anak kelas XII. Urusan ulang tahun sekolah kita nanti. Kamu juga ada perlu sama anak kelas XII?" Addo masih tetap tersenyum.

"Iya," sahut Kirana, pendek.

"Oh ya, selamat ulang tahun, ya. Sweet seventeen. Welcome to the club," Addo menyodorkan tangan, mengajak bersalaman.

"Terima kasih, ya. Yuk, aku duluan! Lagi buru-buru," Kirana menyalami Addo lalu cepat-cepat bergeser dari hadapan Addo yang menutupi jalan. Kirana pun langsung melangkah laggi.

"Eh, tunggu! Bunga mawarnya sudah kamu terima, kan?"

Kirana terperangah. Langkahnya tiba-tiba terhenti, lalu dia membalikkan badan. Matanya melebar saat menatap Addo lekat-lekat. Bibir gadis itu sedikit terbuka. Dia ingin mengatakan sesuatu, tapi lidahnya kelu.

Jadi, bunga itu bukan dari Elang?

Ada sesuatu yang meluncur cepat dari hati Kirana dan jatuh ke bawah, menyisakan kekosongan.

Gadis itu terdiam sesaat, sebelum akhirnya berkata,"Sudah. Makasih, ya."

Kirana tidak menunggu jawaban lagi dari Addo dan langsung berjalan meninggalkan pemuda itu. Kali ini, langkahnya tidak secepat tadi. Ditatapnya majalah yang tergulung di genggamannya.

Langkahnya terhenti lalu menimbang-nimbang, apakah akan tetap memberikan majalah itu atau tidak.

Akhirnya Kirana memutuskan untuk tetap mencari Elang untuk memberikan majalah itu. Sesampainya di depan kelas XII IPA 1, mata Kirana mencari bayangan pemuda itu.

Nah, itu dia! Kirana mendapati sosok itu tengah duduk sendirian di bangku. Tangannya mencorat-coret di kertas, membuat guratan-guratan berpola tertentu.

"Elang!" Kirana hanya berdiri di pintu sambil melambaikan tangan.

Hanya sekali panggil, Elang sudah menoleh ke asal suara. Ekspresi pemuda itu pun berubah, dari serius menjadi cerah. Dia langsung menghampiri Kirana.

"Hei! Ada apa? Tumben ke sini," tanyanya dengan senyum yang memesona.

Tatapannya membuat Kirana mulai tidak tenang. Meski ada yang ikut melompat-lompat di hati saat melihat senyum itu, Kirana tidak bisa membohongi diri sendiri. Rasa kecewa karena bunga itu bukan dari Elang, belum hilang dari hatinya.

"Coba lihat ini. Lang!" Kirana membuka lembaran-lembaran majalah yang sejak tadi dibawanya.

Elang berinisiatif duduk di bangku yang ada tepat di sisi kelas. Kirana juga duduk di bangku itu.

"Ini pas buat kamu. Ikutan, ya!" Kirana menunjukkan sebuah pengumuman.

Mata Elang mengikuti arah yang ditunjuk Kirana.

"Waaah! Boleh juga, nih," pemuda itu mengambil majalah tersebut dari tangan Kirana. Dibacanya isinya dengan penuh minat.

Jadilah Caraka Batik Indonesia!

Kalau kamu adalah anak muda yang kreatif dan inovatif, jadilah caraka batik Indonesia dengan mengikuti ajang lomba cipta desain batik.

"Terima kasih infonya, ya. Ini ajang bergengsi banget! Caraka artinya duta. Siapa pun yang karya desain batiknya terpilih, akan menjadi duta batik di kota ini," Elang berapi-api. Wajahnya memerah terkena sinar matahari pagi.

Kirana menatap pemuda itu. Elang semakin bersinar saat tertimpa sinar matahari. Kirana sangat menikmati ekspresi wajah itu yang sebentar serius, sebentar tersenyum dan kadang-kadang tertawa. Kirana tidak ingin saat ini cepat berakhir. Dia ingin selamanya bersama Elang. Tak mengapa bukan Elang yang mengirim bunga, duduk bersama saja sudah membuat hati Kirana berbunga-bunga.

"Kamu harus ikut, Lang. Aku dukung!" Kirana melempar senyum paling manis yang dia miliki.

"Ok, aku baca dulu persyaratan seluruhnya. Kamu doain aku, ya."

Kirana melambung. Dia merasa dianggap penting oleh Elang. Tentu saja, dia sangat mendukung kalau Elang benar-benar ikut mendaftar untuk menjadi Caraka Batik. Kirana tahu, selama ini ajang Caraka Batik yang diadakan setiap tahun, menjadi ajang yang keren banget. Dalam bahasa Jawa, caraka berarti duta. Akan dipilih sepasang caraka, putra dan putri yang nantinya bertugas lebih mengenalkan batik sebagai salah satu budaya Indonesia, ke masyarakat dalam dan luar negeri.

"Iya, Lang. Kamu pasti bisa. Kamu kan, jagoan desain motif batik," puji Kirana tulus.

Elang tergelak. "Caraka Batik itu nggak hanya dituntut bisa bikin desain motif batik, Non. Wawasannya harus luas juga. Harus pintar dan punya pribadi yang baik," sahut Elang.

Pas kalau begitu. Kamu kan, pintar, baik, dan tampan, Elang Ranggayudha! Kurang apa lagi? Hampir saja Kirana berkata begini tapi untunglah dia bisa menahan lidahnya.

Gemuruh di dada Kirana datang lagi. Senyum itu benar-benar membiusnya. Wajah bersih, rambut yang berantakan karena pemuda itu bergerak ke sana kemari, dan suara tawa renyahnya membuat Kirana sejenak mematung menikmati keindahan di hadapannya.

Elang, aku suka kamu.

Hanya itu yang sangat ingin diucapkan Kirana pada Elang saat ini. Tapi gadis itu menahan keinginannya. Dia takut kalau pemuda ternyata tidak menyimpan perasaan yang sama, justru akan menjauh.

Kirana harus puas hanya dengan menjadi teman. Inilah yang terbaik agar Elang tidak terbang membawa seluruh cinta yang Kirana miliki, yang telanjur tertuju pada pemuda itu.

"Lang, aku balik ke kelas dulu, ya," kata Kirana. Dia tahu, pada akhirnya momen bahagia ini harus berakhir. "Majalahnya buat kamu aja," Kirana bangkit dari duduknya.

"Makasih banget ya, Ran," Elang ikut bangkit. "Eh, nanti jam istirahat kita makan bareng, ya. Bisa, nggak?"

Kirana terbelalak.

Elang, kalau kamu nggak ada perasaan sama aku, tolong jangan membuat aku berharap.

Gadis itu menimbang-nimbang sejenak. Perasaannya meletup-letup tapi rasanya ini waktunya untuk menjaga hati. Jangan sampai Kirana kecewa karena sudah telanjur dekat tapi Elang tidak kunjung membalas perasaannya.

"Kayaknya nggak bisa, Lang. Mau ngerjain tugas," sahut Kirana. Hatinya sesak menahan perasaan.

"Oh," bibir Elang membulat.

Kirana segera kembali ke kelas dengan perasaan berantakan.


Fluttering HeartsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang