Chapter 8

14.8K 1.5K 33
                                    

Suasana kantin lumayan ramai. Kirana duduk sambil mengaduk-aduk baksonya. Sebenarnya dia lapar, tapi agak malas melahap bakso-bakso itu. Ingatan Kirana masih tertuju pada kejadian tadi malam, di rumah Elang. Kirana tidak suka Elang mengira dia jadian sama Addo. Kirana juga tidak suka Calista meledeknya pacaran dengan Addo. Yang Kirana mau hanya satu.

Jadi pacar Elang.

Di depan Kirana, Vanes mengunyah mie ayam dari suapan terakhirnya. Wajahnya berkeringat dan merona. Tadi dia sengaja menuang sambal agak banyak ke mangkuknya.

"Gileee, pedes banget! Minta minumnya, dong!" Vanes memindahkan gelas kosong miliknya dan meraih gelas milik Kirana yang masih penuh dengan es teh manis.

Vanes cepat-cepat minum, lalu dia terbelalak melihat mangkuk Kirana yang masih penuh.

"Lho? Kok, nggak makan?" tanya Vanes setelah menghabiskan setengah gelas es teh manis milik Kirana.

"Makan sih, sedikit. Aku sebal sama Elang. Dia kok, bisa-bisanya sih, ngira aku pacaran sama Addo terus?" nada suara Kirana mulai tinggi. Alisnya bertaut dan keningnya berkerut.

"Oh, mikirin itu?" Vanes mengangguk-angguk. Matanya berkeliling memandang keramaian.

"Jangan kencang-kencang gitu ngomongnya. Tuh, lihat!" kata Vanes saat melihat ke suatu arah.

Kirana mengikuti mata Vanes lalu pandangannya berhenti di satu titik. Detik itu juga ada debar-debar halus itu lagi di dada Kirana.

Di sana, di depan warung soto ayam, Elang sedang duduk bersama beberapa anak kelas 12. Kadang-kadang Kirana membuang pandangan, takut tiba-tiba Elang menoleh ke arahnya. Bagaimana pun Kirana belum siap tertangkap basah oleh Elang sedang menatapnya.

Wajah pemuda itu berbinar. Tampaknya dia menghabiskan soto ayam sambil membicarakan sesuatu bersama Revan, Diaz, dan yang lain. Kadang-kadang wajah Elang tertutup punggung Revan, sehingga Kirana tidak bisa melihatnya dengan jelas.

"Dia lagi ngomongin apa ya, Van?" perhatian Kirana kembali ke wajah Vanes.

"Abisin dulu itu baksonya, nanti aku kasih tau dia ngobrolin apa," jawab Vanes, asal.

"Bener? Memangnya kamu bisa dengar obrolan mereka?" Kirana jadi lebih semangat. Sinar matanya lebih hidup.

"Ya nggak, lah! Jauh gitu. Hahaha ...."

Kirana manyun. Ditaruhnya sendok dan garpu dengan posisi menyilang di atas mangkuk, tepat di atas gumpalan mi putih dan gundukan bakso yang nyaris masih utuh.

"Hei! Udah selesai makannya?" cowok berwajah lonjong itu muncul dengan wajah cerah.

Kirana terkejut. Selalu saja begini. Ketika Kirana memikirkan Elang, malah cowok lain yang muncul.

"Mau ngapain sih, Do?" tanya Vanes dengan sorot mata menyelidik.

"Mau ketemu Kirana," sahut Addo, singkat.

"Memangnya nggak bisa ngobrol di kelas aja, ya?" tanya Kirana. Dia sempat menoleh ke arah Elang.

Dia ngeliatin aku! Wah, ini waktunya nggak tepat. Ada Addo di sini. Bisa-bisa Elang tambah ngira aku jadian sama Addo.

Addo menarik kursi dan duduk di sebelah Kirana. Pemuda itu mulai menggelar gulungan karton putih yang sejak tadi digenggamnya. Karton itu sudah penuh coret-coretan.

"Beberapa bulan lagi sekolah kita ulang tahun. OSIS mau ngadain perayaan. Aku udah ada rencana beberapa acara, sih. Kuminta kamu ikutan jadi panitia, ya," kata Addo. "Ini programnya."

Kirana membungkuk melihat lembaran karton putih yang digelar di meja. Dahinya mengerut. Vanes ikut melihat tulisan-tulisan di karton itu. Addo langsung antusias menerangkan program-programnya. Kirana tidak bisa fokus pada isi karton itu, arah matanya justru berpindah ke wajah Addo.

Kirana mengakui. Wajah bersih Addo memang menarik. Bola matanya hitam pekat, sehingga tatapannya tepat menghunjam jantung siapa pun yang ditatap. Rupanya inilah yang membuat cewek-cewek klepek-klepek.

Kirana sempat melirik ke sekeliling. Beberapa cewek menatap iri karena Addo begitu semangat berbicara pada Kirana. Sekilas, Kirana memandang ke arah Elang. Cowok itu masih di sana, dengan mata tepat ke arah Kirana. Gadis itu cepat-cepat kembali mengalihkan perhatiannya ke karton di atas meja.

"Aku? Ngapain juga? Aku kan, bukan OSIS?" Kirana mendelik.

Addo berhenti bicara lalu menghela napas. "Kiran, aku Ketua OSIS-nya. Aku bisa ngajak siapa aja untuk jadi panitia. Nanti kamu jadi panitia dan juri di lomba foto OOTD. Outfit of The Day. Kamu kan, udah biasa foto-foto cantik di Instagram. Pokoknya kamu harus mau, ya!"

Kirana mengedikkan bahu lalu menyandar ke bangku. "Liat nanti deh, Do. Aku belum tau," sahutnya.

"Oke. Aku udah jelasin sekilas programnya. Keputusannya Cuma satu, ya. Kamu harus mau. Titik."

Kirana melotot. "Maksa banget, sih!"

"Ya udah, aku cabut dulu," Addo menggulung kartonnya lagi lalu pergi meninggalkan Kirana dan Vanes.

"Juri lomba OOTD. Kedengarannya asyik juga," gumam Kirana.

"Yakin mau? Terus kalau kamu dekat sama Addo gitu, Elang apa kabar?" tanya Vanes.

"Yeee! Ini cuma urusan panitia ulang tahun sekolah, ya. Bukan urusan hati!" sahut Kirana, sewot.

Vanes tergelak.

"Kirana."

Kirana terkesiap. Suara itu!

Tiba-tiba cowok itu sudah ada di sini, di hadapannya. Jantung Kirana terasa seperti melompat-lompat. Vanes ikut terdiam.

"Kenapa, Lang?" Kirana berusaha membuat suaranya sewajar mungkin. Jangan sampai debar-debar ini muncul dalam suara yang gemetar.

Pemuda itu tersenyum. Kirana sangat menikmati pemandangan indah di depan matanya. Alis yang tebal dan hitam, bola mata bening kecokelatan, rambut yang sedikit berantakan. Semuanya membuat Kirana mematung. Dia tidak mau kehilangan momen ini sedetik pun.

"Nanti pulang sekolah antar aku, ya. Kita jalan-jalan di daerah belakang rumah. Aku mau nunjukin sesuatu," sahut Elang, kalem, dengan senyum yang tidak berubah.

"Jalan-jalan di belakang rumah? Maksudnya keliling Kampung Batik Laweyan?" Kirana berusaha menahan gemuruh di dada. Dia takut Elang tahu ada yang bertalu-talu di dalam sana selama dia berhadapan dengan Elang.

"Iya. Nanti pulang sekolah aku jemput ke kelas. Kita pulang bareng," kata Elang lagi.

Jemput ke kelas.

Pulang bareng.

Ah, suara dan ajakan itu membuat Kirana terbius, lalu dia spontan mengangguk.

"Oke, sampai nanti," Elang baru saja membalikkan badan dan Kirana baru saja akan menjawab, tiba-tiba Elang memutar tubuhnya lagi.

"Udah bel masuk. Mau ke kelas bareng?"

Kirana terlalu bahagia mendengarnya. Dia mengajak Vanes melalui lirikan yang disambut anggukan oleh Vanes. Kirana dan Vanes bangkit dari bangku dan mereka beriringan menuju kelas.

Ada rasa bahagia lainnya yang dirasakan Kirana. Ajakan jalan-jalan bersama Elang nanti sore, meskipun hanya di sekitar rumahnya, di Kampung Batik Laweyan.

Xc

Fluttering HeartsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang