Empat

24.7K 2.4K 94
                                    


"Selamat siang, Nyonya Senja. Maaf mengganggu, tapi saat ini sudah waktunya saya memeriksa suami anda."

"O..iya dok, silakan." balas senja. Menyambutnya dengan sopan.

Setelah tersenyum dengan ramahnya, Dr. Hendra pun berjalan kearah Fajar dengan di ikuti dua dokter pendamping dan tiga perawat di belakangnya.

"Oow.." gumamanya, dan ia seperti menahan senyum saat melihat Rio dalam pelukan Fajar. Dia pun memutar balik tubuhnya menghadap Senja yang masih berdiri di tempat semula, tidak jauh di belakangnya.

"Seharusnya itu tidak terjadi Ny. Senja." ujar Dr. Hendra. Walau senyum di wajahnya tidak hilang, tapi jelas dia tak setuju dengan apa yang sudah ia lihat.

"Maaf, dok." ucap Senja dengan senyum bersalahnya, "Rio sayang, papanya mau diperiksa, sini turun!"

"Pap, nanti boleh peluk lagi kan?" tanya Rio pada Fajar.

"Boleh dong."

"Makasih, Pap." setelah mengecup pipi papanya yang terbalut perban, Rio pun beranjak dari sisi Fajar.

Seusai memeriksa keadaan Fajar, Dr. Hendra mengajak Senja berbicara, namun jarak mereka saat ini sedikit jauh dari Fajar yang dikelilingi Rio dan Widia.

"Transplantasi atau pencangkokan kulit untuk luka bakar di bagian wajahnya akan mulai kami lakukan besok pagi," ujar Dr. Hendra.

"Besok pagi, dok?" sahut Senja.

"Seharusnya kami melakukannya lebih cepat, namun dikarena kondisi suami anda saat itu tengah koma, jadi tidak memungkinkan untuk menjalani oprasi ini."

Senja manggut-manggut tanda mengerti, dan si dokter kembali melanjutkan kata-katanya.

"Luka bakar itu menutupi seluruh wajahnya, dan tentunya kami butuh kulit yang cukup lebar untuk menutupinya. Rencananya kami akan mengambil bagian kulit punggungnya. Kami akan melakukan prosedur Split-Thickness skin Graft, yaitu prosedur yang menggunakan sedikit lapisan kulit luar, karena pengambilannya cukup luas. Tapi, metode ini di yakini paling tepat untuk menangani luka suami anda."

Walau Senja tidak paham sedikitpun dengan medis, tapi ia terlihat antusian.

"Dokter, apa operasi ini akan merubah wajah suami saya?" tanya Senja.

Pandangan Dr. Hendra meneliti raut wajah Senja, lalu kembali berkata setelah beberapa saat. "Kami akan melakukan rekonstruksi total pada wajah suami anda, dan tentu saja hal itu akan merubah wajah suami anda secara keseluruhan, dan suami anda tidak mungkin bisa miliki wajah seperti dulu lagi." jawab Dr. Hendra dengan penuh keyakinan hingga membuat Senja termenung cukup lama, bahkan Dr. Hendra harus dua kali berpamitan untuk membuyarkan lamunan Senja.

***

Di dalam ruangan Dr. Hendra yang cukup luas, terdapat seorang wanita bersama tiga orang pria setengah baya. Rasa cemas, khawatir dan tak sabar menguasai raut wajah mereka. Sepertinya orang-orang itu sudah cukup lama menunggu Dr. Hendra di ruangannya. Karena, mereka langsung berdiri serempak seperti di komando saat Dr. Hendra memasuki ruangannya itu.

Dr. Hendra duduk dengan nyaman di atas singgasananya, sementara tiga tamunya duduk di hadapannya, dan satu orang lagi berdiri dengan bersandar di dinding tak jauh dari mereka.

"Bagaimana perkembangan kesehatan anak saya, dokter?" tanya si wanita di sela isak tangisnya.

"Tenang dulu Amira, biar Dr. Hendra tarik napas dulu," timpal pria yang duduk di samping si wanita dengan merengkuh bahu wanita yang ia panggil Amira.

"Bagaimana aku bisa tenang, Pap. Sejak kecil hingga dia sebesar ini, aku selalu ada di sampingnya saat ia terluka, walau luka yang ia miliki hanya tersayat pisau saja. Tapi saat ini aku hanya bisa melihat keadaannya dari layar CCTV saja. Tanpa bisa menyentuhnya," balas wanita yang bernama Amira itu diiringi isak tangisnya.

Senja menanti FajarDonde viven las historias. Descúbrelo ahora