Dua Puluh Satu

18.6K 2K 74
                                    

"Selamat sore, Nyonya Fajar."

Dengan membiarkan kunci tergantung di lubang handel pintu, Senja pun membalikkan tubuhnya, menoleh ke arah suara berasal dan tampaklah sosok pria tinggi besar bersama dua pria lain di belakangnya.

Pria itu tersenyum pada Senja yang tampak heran dengan kedatangan orang tak dikenal itu.

"Ada yang bisa saya bantu?" tanya Senja sopan.

"Saya orang suruhan Tuan Fajar. Dan saya diperintahkan untuk menjemput Anda."

"Menjemput saya? Tapi..." kecurigaan memenuhi hati Senja. Orang itu tidak bisa ia percaya begitu saja.

"Tuan Fajar sudah menunggumu. Mari!" sela orang itu.

"Maaf, saya tidak bisa. Katakan pada Mas Fajar aku tidak ingin menggangunya dengan Rania," jawab Senja.

"Sialan," umpat pria itu, raut ramahnya berubah marah setelah mendengar penolakan Senja. "Seret dia!" perintahnya sama dua orang di belakangnya.

Senja tampak kaget melihat perubahan dari sikap dan tingkah laku orang-orang asing itu. Dia segera berontak dan meronta saat dua pria lain memegangi lengannya.

"To..." Senja hendak berteriak minta tolong, tapi salah satu pria yang memegangi lengannya berhasil membekap mulut dan hidung Senja, dengan tangan besar yang sudah menggenggam saputangan.

Aroma menyengat terpaksa Senja hirup di sela pemberontakan yang ia lakukan. Aroma yang menusuk dan membuat dia pusing. Sepertinya saputangan itu sudah dibubuhi obat bius. Ia merasa lemas saat tubuhnya mereka tarik.

Namun, dua menit kemudian...

"Angkat tangan! Lepaskan dia!" Sebuah teriakan mengalihkan semua perhatian ketiga orang itu dan juga Senja.

"Letnan Joni." pekik Senja dalam hati. Ia ingin berteriak minta tolong pada Letnan Joni yang datang tiba-tiba seperti hantu dan Senja sangat heran dengan hal itu, tapi mulutnya yang dibekap membuat keinginannya hanya terlihat dari rontaan tubuhnya.

"Sepertinya dia benar-benar dalam perlindungan, Jarot." kata salah satu pria yang memegangi Senja.

"Tidak mengherankan, mengingat dia istri dari seorang Danyon. Terlebih, kita semua tahu kalau Moyor Fajar adalah satu-satunya eagle eye yang tersisa. Dan amnesia yang dialaminya mengharuskan dia dan keluarga berada dalam perlindugan," jawab orang yang dipanggil Jarot, yang di awal tadi menyapa Senja.

Walau rasa pusing itu memberatkan kepala Senja efek dari obat bius yang ia hirup, tapi ia cukup kuat untuk mendengar kata-kata orang yang dipanggil Jarot itu dan mencernanya.

Kata Danyon untuk sebutan nama lain Fajar dan kata Mayor untuk membubuhi nama suaminya itu, membuat hati Senja bertanya-tanya. Apa suaminya itu seorang tentara? pikir Senja. Namun Senja merasa, tak mungkin Fajar menjadi seorang tentara dalam tujuh tahun terakhir ini, jika dia seorang tentara tak mungkin Letnan Joni mengatakan waktu itu, kalau Fajar hanya seorang yang kebetulan lewat dan menjadi korban peluru nyasar saat ledakan itu terjadi. Pikiran itu dan pengaruh obat bius membuat Senja semakin pusing. Seketika ia pun tak sadarkan diri.

"Iya kamu benar, Jarot." balas pria lain yang memegangi Senja.

"Tapi tenang saja, Anton. Bos Bram sudah memperkirakan ini akan terjadi. Untuk itu, dia menyuruh kita membawa penembak-penembak jitu kebanggannya, yang saat ini sedang menyamar menjadi pemulung dan pedagang keliling. Si pemulung atau si pedagang keliling akan segera menghubungi rekannya yang sudah siap siaga tak jauh dari sini. Dan dalam waktu kurang dari lima menit mereka akan tiba untuk membunuh para prajurit itu," kata Jarot.

Senja menanti FajarWhere stories live. Discover now