Sembilan

25.4K 2.2K 123
                                    

"Sepertinya kini kamu mendukungku dengan Fajar, setelah sebelumnya mati-matian menyuruhku melupakan Fajar dan mencari penggantinya," selidik Senja.

Dengan menggigit bibir bawahnya, Nessa berharap bisa mengusir kegugupan. Otaknya berpikir keras mencari alasan yang masuk akal. Hingga Senja tak mencurigainya.

"Melihat tatapan Mas Fajar sama Kakak, dan sikap hangatnya setelah ia kembali dari meninggalkan Kakak. Aku merasa, Kakak bisa memulai hidup baru yang bahagia dengannya," ujar Nessa. Matanya serius menatap Senja.

"Sudah kubilang, dia sedang amnesia, Nessa. Suatu hari nanti ingatannya akan kembali. Dan dia akan kembali menjadi Fajar yang dulu lagi," jawab Senja. Tangannya menaruh gelas terakhir yang sedang ia cuci ke atas rak.

"Persetan dengan 'suatu hari nanti', Kak. Kita tidak akan tahu apa yang akan terjadi nanti. Nikmati saja hari ini selagi kita bisa."

"Dan kembali terpuruk seperti dulu lagi, di kemudian hari?" Senja menghentikan pergerakannya, sepenuhnya fokus pada Nessa. "Jangan menanam harapan palsu, Nessa." tambahnya.

"Tidak, jika saat ini kakak bisa mengukir kenangan manis di hatinya. Dulu, karena Mas Fajar tidak mencintai Kakak, untuk itu dia bersikap demikian. Tapi, jika saat ini kakak bisa membuat dia jatuh cinta, maka ceritanya akan lain, Kak."

Senja termenung cukup lama. Dan Nessa hanya menatapnya.

"Kak Senja berhak bahagia," ujar Nessa, tangannya terulur meraih Senja ke dalam pelukannya.

Senja membalas pelukan adiknya itu, matanya terpejam menahan tangis.

"Kakak takut, Nessa." suara Senja tercicit seperti tercekik. "Kamu, tak tahu seperti apa rasanya tertolak, mencintai tanpa dicintai, disisihkan tanpa dihargai, ditinggalkan tanpa disesali."

"Percayalah pada keajaiban Tuhan Kak, kalau kebahagian Kakak tertulis di hari esok atau lusa dan pastinya suatu hari nanti."

"Adakah hari esok yang bahagia untukku, Nessa?"

"Jika kita bisa bahagia hari ini, kenapa tidak di hari esok?" bisik Nessa lalu melepas pelukannya.

Mereka saling bertatapan untuk sesaat.

"Berbahagialah, Kak." gumam Nessa.

Bulir bening itu tidak lagi bisa Senja tahan, jatuh mengalir di pipinya. Namun, dengan segera dihapus jari tangan Nessa.

"Stop, jangan menangis. Tersenyumlah!" pinta Nessa dengan menekan dua sudut bibir kakaknya itu dengan dua jari telunjuknya.

"Senja lebih cantik saat tersenyum dari pada menangis," tambah Nessa.

Senja pun tersenyum, sementara telunjuknya menekan kacamata Nessa hingga merosot sampai hidung.
"Oke." bisiknya serak karena tangis yang menyertai senyumannya.

"Nah, gitu dong," gumam Nessa, ia pun tersenyum dan kembali membenarkan posisi kacamatanya.

"Kapan kacamatanya di lepas?" tanya Senja mengalihkan pembicaraan.

"Mungkin dua mingguan lagi, saat ini aku lagi nunggu jadwal oprasinya."

"Emang oprasi itu bisa jamin matamu akan kembali normal?" tanya Senja. Kini suaranya sudah kembali normal, tak ada tangis lagi di wajah dan suaranya.

"Ah, entahlah. Tapi, kalau dilihat dari testimoni orang yang udah pernah coba operasi lasik sih katanya bisa."

"Oya? Bagus dong. Setelah kacamatanya dilepas, maka benda yang selama ini menutupi kecantikanmu akan hilang. Siapa tahu aja kalau kacamatanya udah dilepas, banyak yang naksir."

Senja menanti FajarWhere stories live. Discover now