Enam Belas

22K 2.2K 163
                                    

Pengaruh obat tidur itu sudah hilang, padahal malam belum berlalu bahkan saat ini jam dinding masih menunjukan pukul tiga malam. Pengaruh obat tidur itu sangat cepat hilang padahal Senja meminumnya dengan dosis maksimum.

Matanya terbuka perlahan, kesadarannya mulai terkumpul. Dia cukup terlonjak mendapati lengan kokoh yang melingkari tubuhnya yang baru ia sadari sudah telanjang.

Gelenyar hangat dengan cepat mengaliri tubuh Senja saat merasakan hangatnya telapak tangan besar menggenggam salah satu buah dadanya.

Kening Senja mengerut, mengingat kejadian sebelum ia terlelap, dan ia langsung terduduk saat menyadari semuanya. Pandangannya langsung tertuju pada pintu yang kini tidak bisa tertutup dengan sempurna bahkan handle-nya terlihat menggantung siap jatuh.

Pandangan Senja pun teralih ke arah Fajar yang kini sudah terbangun karena pergerakan tubuhnya. Dan kini dia sedang menatap Senja dengan pandangan sayu.

Sudut bibir Fajar tertarik membentuk senyum kala raut muka syok tergambar di wajah istrinya. Bibir Senja sedikit terbuka dan itu terlihat sangat seksi. Bibir Fajar terkatup menahan keinginan untuk memenuhi celah diantara bibir ranum milik istrinya itu, matanya pun menggelap karena tersulut gairah yang dengan cepat membakar tubuhnya saat sosok Senja memenuhi pandangannya.

Sanja menunduk mentap tubuhnya sendiri. "Ya ampun, kemana perginya pakaianku?" pekiknya, lalu meneliti tubuhnya sendiri dan menarik selimut untuk menutupi dadanya.

Fajar mendenguskan tawa yang langsung lenyap saat mendapat pandangan tak setuju dari Senja.

"Gak ada yang lucu Mas." hardik Senja, masih menatap Fajar yang berbaring di sampingnya.

"Mungkin tidak ada, tapi sikapmu terlalu berlebihan, hingga sulit rasanya untuk menahan tawa," balas Fajar yang berhasil menahan tawa, namun ekspresi itu terlihat seperti mengejek bagi Senja.

"Kenapa Mas merusak pintunya?" tanya Senja mengabaikan perkataan Fajar.

"Salah sendiri kamu tidak membukakan benda itu untukku, jadi dengan sangat terpaksa aku membongkar pintunya dan melepas semua pakaianmu tanpa menunggu bantuanmu," balas Fajar dengan seringainya. Tangannya terulur hendak meraih selimut dalam genggaman Senja.

Namun, dengan cepat Senja menepis tangan si mesum yang kini tengah mengulum senyum.

"Kenapa Mas tidur disini? Harusnya Mas bersama Rania sekarang?" tanya Senja, mengalihkan pembicaraan yang pastinya akan menjurus pada hal-hal mesum jika dilanjutkan.

"Aku sudah bersamanya tadi, dan dia mengijinkanku untuk kembali padamu," jawab Fajar. Matanya meneliti wajah Senja yang tiba-tiba saja diam tanpa ekspresi, pandangannya tertunduk seolah menyembunyikan rasa tak nyaman yang ia rasakan saat mendengar Fajar sudah melalui malam bersama Rania.

Fajar terlalu berpengalaman untuk tidak bisa menyimpulkan perasaan cemburu yang Senja rasakan. Dan kecemburuan Senja membuat Fajar tersenyum. Entahlah, ia bersyukur Senja cemburu karena Fajar yakin, tidak akan ada cemburu di hati Senja kalau tidak ada cinta yang mengawalinya.

Walau cinta itu ditujukan Senja untuk Fajar Harimurti, tapi Fajar sudah bertekad dalam hati untuk membuat Senja jatuh cinta padanya bukan pada Fajar yang dulu.

"Senja," undang Fajar mendapati Senja yang tertunduk. Tangan jailnya kini menyelinap ke balik selimut, merayapi perut. Senja yang langsung terlonjak saat menyadarinya.

"Jangan pegang-pegang!" cegah Senja, mendorong tangan Fajar dengan kedua tangannya, melupakan selimut yang terjatuh karena usahanya menghadang tangan Fajar, dan selimut itu kini hanya menutupi pangkuannya.

Senja menanti FajarWhere stories live. Discover now