Tujuh

25.5K 2.2K 188
                                    

"Aku sedang haid.." ujar Senja dengan suara bergetar, napasnya memburu tak beraturan.

Dan seketika pergerakan Fajar terhenti, wajahnya terangkat menatap wajah Senja dengan pandangan horor.

Senja memalingkan wajahnya, menghindari tatapan Fajar.

"Tapi, kulihat kamu mengikuti pengajian tadi."

"Aku pun baru tahu saat akan mandi," jawab Senja.

"Berapa lama biasanya hal itu terjadi?" tanya Fajar, lalu beringsut dari atas Senja. Berbaring terlentang dengan mata menatap langit-langit kamar.

"Satu minggu." Ingin rasanya Senja berkata satu bulan, tapi itu akan menumbuhkan kecurigaan di hati Fajar. Satu minggu memang sangat masuk akal dan ia berharap setelah satu minggu di rumah, Fajar mulai bisa mengingat masalalunya sedikit-demi sedikit.

Karena walau bagaimanapun rumah ini adalah tempat Fajar dibesarkan dulu dengan penuh kasih sayang, oleh Nyonya Dan Tuan Harimurti, pikir Senja.

"Jadi, aku harus menunggu lagi?" tanya Fajar, dengan tangan meraih tubuh Senja ke dalam pelukannya.

"Ya," jawab Senja sedikit tersentak. Dan ia segera memutar tubuhnya membelakangi Fajar. Namun, sepertinya Fajar memang pemaksa yang pantang menyerah, karena dengan cepat ia menarik perut Senja melingkari pinggang rampingnya, merapatkan punggung Senja pada dada kekarnya.

Senja harus memejamkan matanya, saat pelukan hangat itu terasa nyaman di tubuhnya, begitu pas dan ia merasa sangat disayangi dan dilindungi.

"Menunggu satu minggu sangatlah lama, setelah penantianku selama dua bulan. Dan hal itu, akan terasa sulit dan menyiksa karena aku bisa melihatmu sekarang, " bisik Fajar dengan menenggelamkan wajahnya di tengkuk Senja. Menghirup aroma shampo dari rambut Senja yang masih sedikit basah, walau Senja sudah mengeringkannya di kamar mandi tadi.

"Mas harus bersabar." Suara Senja bergetar merasakan hangatnya napas Fajar di tengkuknya.

"Ya, tapi biarkan aku selalu memelukmu saat aku tidur, walau kamu sedang haid." Pelukan Fajar mengerat, saat mengiringi kata-katanya. Dan hal itu semakin membuat Senja panas dingin.

"Mas selalu melakukan itu selama dua bulan terakhir."

Sejak Fajar dipindahkan dari ruang ICU ke ruang inap biasa, Fajar selalu tidur dengan memeluk Senja, tak ada yang bisa mencegahnya, walau ia baru saja melakukan sebuah operasi besar untuk bagian tubuhnya. Namun, walau demikian, Fajar tetap memegang janjinya untuk tidak menggoda Senja, hingga perban di seluruh tubuhnya dilepas.

"Terimakasih" ucap Fajar. "Tidurlah!" lanjutnya lalu mengecup puncak kepala Senja dari belakang. Hati Senja basah karena rasa haru luar biasa. Ia bahagia saat ini. Ia sungguh menginginkan ini selamanya. Namun rasa sakit saat mengenang Fajar yang dahulu membuat hatinya membendung perasaan itu untuk tidak berkembang. Walau hatinya kian membuncah menyambut perlakuan Fajar sekarang.

Napas Fajar kian lembut dan teratur tanda ia mulai terlelap. Senjapun memutar tubuhnya menghadap Fajar. Matanya tertuju pada wajah Fajar yang kini sudah terbebas dari perban.

Bentuk wajah yang sempurna, pikir Senja. Dalam hati memuji keahlian para dokter bedah dari luar negeri itu, karena dia pikir itu karya yang mereka ciptakan di wajah Fajar.

Wajah itu memang seperti wajah asli walau beberapa carut halus terlihat di beberapa bagian seperti garis halus di antara dagu dan pipi serta kelopak mata, serta permukaan kulit baru yang terlihat sedikit kasar.

Si tukang maksa dan keras kepala itu terlihat seperti anak tampa dosa saat terlelap, dan sebuah perasaan yang berbeda dengan perasaannya pada Fajar yang dulu, menyerang hatinya dan membuat ia takut.

Senja menanti FajarWhere stories live. Discover now