Dua Puluh Tiga

21K 2.1K 103
                                    

"Ternyata benar, Danny. Bram William tidak ada di daerah Puncak Bogor, melainkan dia berada di daerah Sentul. Tapi aku ingin dia tetap mengira kalau aku pergi ke Puncak Bogor. Untuk itu segeralah lakukan tugas yang aku perintahkan padamu. Sementara aku akan berjalan kaki lewat pintu belakang untuk keluar dari rumah ini, hingga orang suruhan Bram mengira aku pergi dengan mengendarai Mobil Opel Insignia itu."

Tanpa diperintah dua kali, Danny langsung menuruti titah Fajar. Dia memasang sebuah robot pengemudi berbentuk manusia yang sudah dipakaikan baju yang sore tadi Fajar kenakan. Dan robot itu di balik kemudi Opel Insignia 16.

Setelah memastikan tipuan itu sudah sempurna, Danny pun mulai mengendalikan Opel Insignia 16, dengan komputer layar datar berukuran 21 inch di hadapannya.

Mobil itu mulai bergerak berjalan keluar dari garasi bawah tanah, menuju garasi utama rumah Fajar.

Petugas sekuriti rumah Fajar membuka pintu garasi lalu pintu gerbang tanpa mencurigai kalau yang ada di balik kemudi mobil itu, hanyalah sebuah robot.

Begitu pun dengan orang suruhan Bram yang saat ini bertugas mengikuti Fajar, mereka sama sekali tidak merasa curiga. Bahkan, mereka terlihat mengikuti Opel Insignia 16, jauh di belakang.

Danny terus memantau pergerakan Opel Insignia 16, bahkan dia mengarahkan kaca spion supaya bisa dengan jelas melihat mobil yang mengikuti Opel Insignia 16 itu.

"Sempurna, semuanya berjalan sesuai rencana, Tuan." kata Danny pada Fajar yang masih di sana dan melihat kinerja Opel Insignia 16, dari layar komputer.

"Bagus laporkan padaku jika ada perkembangan baru. Aku harus pergi sekarang juga." kata Fajar. Tanpa berlama-lama lagi ia segera meninggalkan garasi bawah tanah. Dan keluar dari rumahnya dari pintu belakang.

Dengan langkah cepat, ia berjalan menuju jalan raya, dan menyetop taxi yang kebetulan lewat. Fajar pun segera meluncur menuju markas besar TNI yang mana Wardono sudah menunggunya beserta detasemen khusus dan rahasia yang sudah ia siapkan.

Detasemen Eagle eyes, yang kembali hidup walau dengan anggota tim yang baru, tapi mereka masih memiliki komandan yang sama, yang sangat kuat, tangguh dan pantang menyerah siapa lagi kalau bukan Mayor TNI Fajar Anurya Adam.

Setelah semua tim dipastikan siap sedia, mereka pun mulai bergerak, dengan kendaraan yang tidak mencurigakan, menuju lokasi penyekapan sandera di darah Sentul.

Dalam perjalanan, Fajar kembali mendapatkan informasi, kalau Bram pergi dari persembunyiannya di Sentul. Dan si pelapor mengatakan kalau Bram terlihat bergerak menuju Puncak.

Setelah menerima laporan tersebut, Fajar langsung menghubungi Wardono, agar menyiapkan pasukan untuk penyerangan berikutnya.

"Segera siapkan detasemen alap-alap, untuk penyerang berikutnya Paman. Bram bergerak ke arah Puncak, tapi sepertinya dia tidak membawa serta Senja ke sana. Aku akan menyelamatkan Senja terlebih dahulu sebelum menangkapnya," kata Fajar dalam pembicaraan via teleponnya bersama Wardono.

Detasemen alap-alap adalah detasemen khusus dan rahasia yang terdiri dari satuan AD, AU dan polri. Dan Fajar meminta pamannya menyiapkan pasukan tersebut untuk penyerangan berikutnya ke daerah Puncak.

"Bisa dipastikan dia tetap menyekap istriku di persembunyiannya di daerah Sentul. Padahal, aku yakin kalau dia sudah menerima laporan dari anak buahnya yang mengira kalau aku mengendari mobilku menuju Puncak."

"Sepertinya dia benar-benar berencana ingin menjebakmu," kata Wardono dari ujung telepon.

"Dia pasti sudah dapat membaca strategi penyelamatan sandera yang biasa dilakukan. Beruntung, dia mengira kalau aku akan melakukan penyelamatan tersebut di daerah Puncak sesuai dengan yang sudah ia rencanakan. Sekarang biarkan dia masuk dalam jebakanku."

Senja menanti FajarWhere stories live. Discover now