Sepuluh

24.2K 2.1K 84
                                    

Entahlah, langit seperti bertabur bintang malam itu, padahal sebelumnya bintang di langit Jakarta sulit sekali Senja lihat.

Mungkin, suasana hati Senja mempengaruhi pandangannya. Ya, sepertinya begitu.

Senja selalu menganggap kalau bintang adalah doa dan harapan insan pada Tuhan. Selama bintang masih bersinar, keraguanpun menjauh darinya. Ia yakin, Tuhan pasti akan mengabulkan setiap doa dan harapannya. Kalau pun tidak di dunia ini, mungkin di surga nanti. Itulah keyakinan Senja.

"Jika bintang masih bersinar, maka tidak ada alasan untuk berputus asa. Jangan pernah berburuk sangka pada Tuhan. Yakinlah, Tuhan pasti akan beri kita yang terbaik," bisik Senja pada dirinya sendiri, sebagai penyemangat dan peneguh hatinya.

Dan sinar bintang yang terlihat indah menghiasi langit malam itu, menumbuhkan harapan bagi Senja untuk meraih kebahagiaan yang tertunda. Fajar adalah kebahagiaan dia dan Rio, dan Senja bertekad untuk meraih dan mendapatkannya.

"Nessa benar, jika aku bisa membuat Fajar jatuh cinta padaku saat ini, jika aku bisa menciptakan kebahagian untuknya saat ini, maka kecil kemungkinan, untuk dia meninggalkanku setelah ingatannya kembali." ujarnya, dengan mata menatap bintang, seolah ciptaan Tuhan yang satu itu bisa ia ajak bicara.

Ucapan, hati dan pikiran Senja sudah membenarkan perkata Nessa, hingga menumbuhkan tekad dalam hati untuk berusaha mencuri dan memiliki hati Fajar untuk selamanya.

Gumaman Rio membuat tangannya bergerak menyempurnakan pergerakannya menutup tirai jendela di kamar itu.

Kakinya berjalan kembali mendekat pada ranjang kecil bermotif Minion, kesukaan Rio. Membenarkan posisi selimut dengan motif sama, yang terbuka karena pergerakan dalam tidurnya. Wajah Rio terlihat damai saat terlelap, bibirnya terukir membentuk senyuman, mungkin dia membawa serta kebahagian hari ini ke dalam mimpinya, pikir Senja.

Senyum Senja terukir, saat melihat wajah malaikatnya yang sedang terlelap, lalu ia pun mengecup kening Rio dengan lembut penuh kasih sayang. Setelah memandangnya sesaat, ia pun beranjak meninggalkan Rio dengan tekad kuat untuk menemui suaminya.

Namun, ketika sudah di luar kamar Rio, pandangan Senja jatuh pada sosok Widia yang tengah duduk di sofa depan televisi. Senja pun menghampiri dan duduk di sampingnya.

"Senja." sapa Widia terusik.

"Belum tidur, Bun?" tanya Senja.

"Belum, ini masih lihat acara kesayangan Bunda. Oya Senja, makasih untuk pakaian dan perhiasannya. Bunda suka."

"Mas Fajar yang belikan, Bun."

"Tapi Fajar bilang, kamu yang pilih."

Senja tersenyum, menatap wanita paruh baya yang sudah ia anggap seperti ibunya sendiri itu, bahkan kasih dan sayang Senja pada Widia sama dengan kasih sayangnya pada ibu kandungnya sendiri.

"Syukurlah kalau Bunda suka."

Widia pun tersenyum, garis kebahagiaan tergambar jelas di wajahnya. Dan Senja mengira kalau kebahagiaan Widia yang sesungguhnya saat ini, karena Fajar sudah kembali.

'Senja ingin kita tetap bahagia seperti ini, Bun.' bisik hati Senja.

'Untuk itu, jadilah penggoda yang hebat untuk suamimu, Senja.' otaknya memberi semangat.

Pikiran itu membuat Senja bangkit dari duduknya.

"Senja tinggal ya, Bun. Capek banget, pingin istirahat."

Senja menanti FajarDonde viven las historias. Descúbrelo ahora