Bab 7 Home

9.8K 847 2
                                    

Di bab ini saya ingatkan lagi ya, saya tetap akan tulis Joanna walaupun jiwa di dalamnya adalah Melanie.

Begitupun dengan Melanie yang sebenernya adalah Joanna.

***

Rindu dan sendu bercampur jadi satu saat kaki Joana melangkah turun dari tangga pesawat yang mengantarkan dirinya kembali ke kota dimana 25 tahun hidupnya ia habiskan di kota ini sebagai Melanie.

Angin laut kering khas kota ini sangat di rindukan nya, pemandangan tanah tandus kemerahan di sekelilingnya meyakinkan dirinya memang inilah tempat dia berasal, disinilah ia di besarkan, di salah satu panti asuhan di tepi pantai kota Batam tentunya bukan dengan tubuh ini.

Kenangan-kenangan bermunculan kembali di kepalanya, bagaimana ia menghabiskan waktunya sebagian besar di pantai dengan adik-adik kecil yang bernasib sama sepertinya.

Ia bersyukur tidak pernah diadopsi oleh keluarga manapun, karena ia sudah sampaikan kepada ibu panti, ia lebih baik tinggal di panti saja dan membantu merawat anak-anak panti, berharap suatu saat seseorang yang dulu mengantarkan dia ke panti asuhan ini akan datang kembali mencarinya, walaupun kemungkinan itu sangat-sangat kecil sekali.

Dengan kemampuan dari isi kepalanya, ia selalu mendapatkan beasiswa untuk mendapatkan pendidikan terbaik untuk dirinya, tidak membebankan ibu panti dan mencari pekerjaan sampingan untuk dirinya dengan menjaga counter Hp atw toko, dimana ia bisa memanfaatkan waktu luangnya untuk belajar.

Sampai ia bertemu dengan Oma Nuke, seorang donator tetap di pantinya yang menyayangi dirinya seperti cucunya sendiri.

Melanie bekerja di salah satu resto dan café miliknya, ia mempercayakan jabatan supervisor di salah satu restoran miliknya.

Dan saat kecelakaan itu terjadi adalah saat Oma Nuke mengajaknya ke Jakarta untuk berlibur sekaligus menjemput cucu kesayangan nya yang sekian tahun tidak pernah di temuinya.

Tapi sepertinya liburan itu berubah jadi bencana, dan inilah yang terjadi.

Apa kabar Oma, Ibu panti, Ibu Dwi, dan juga adik-adik ku?

Hatinya makin merasakan rindu tak terkira sekaligus pilu, karena saat ini bukan waktu yang tepat untuk menemui mereka, terlebih ada Jeffrey dan Jhon disini.

Misinya hari ini hanya satu, memastikan raganya yang asli baik-baik saja dan menemukan Jiwa Joanna, pemilik raga ini.

Jari-jari hangat menggenggam tangan kiriku, tangan Jhon, aku tak tau apa maksudnya yang pasti aku senang saat ini mempunyai adik yang peduli padaku.

Jeffrey meletakkan lengan nya di bahu kananku, ia tersenyum sambil berkata. "Are you nervous?"

"Sepertinya iya, semoga aku benar-benar bisa mendapatkan jawaban yang kucari" jawab ku sambil berusaha menyembunyikan kegugupan ku.

Entah gugup akan bertemu diriku yang lain atau gugup karena seorang pria tampan. Dan perlu di catat, kami baru kenal beberapa jam saja dan dia seolah-olah sudah akrab dengan ku bertahun-tahun.

"Kamu sudah tahu alamatnya kan Jo?" Tanya Jhon

"Sudah, suster di RS yang memberitahuku"

maafkan kebohongan ku Jhon

"Baiklah, kami akan antarkan kamu ke sana, setelah itu aku dan Jhon akan mencari hotel di sekitarnya, yang dekat. Kamu gak apa-apa kan di tinggal dengan wanita itu?" Tanya Jeffrey

"Tidak masalah, tapi kenapa harus cari hotel segala, bukan nya kita mau pulang nanti malam?" jawabku penuh selidik

"Hei, aku sudah tidak tahan dengan lengket di seluruh tubuhku. Kamu kira ngelap badan pake tissue basah itu enak apa? Pokoknya aku mau mandi" protes Jeffrey.

Joana terkikik geli saat ingat betapa tubuh mereka yang penuh peluh habis olahraga tidak bisa menemukan kamar mandi yang bisa di gunakan untuk mandi dan yang terlintas di kepala gadis itu cuma belikan mereka masing-masing 2 pack tissue basah besar untuk membersihkan tubuh mereka.

Lebih baik kan daripada tidak mandi sama sekali.

Untungnya di bandara tadi ada outlet baju yang menyediakan perlengkapan mereka lengkap, setidaknya mereka bisa berganti baju. Joanna hanya mengganti kaos saja, toh tadi dia memang tidak ikut turun berolahraga.

Jhon dan Jeffrey membeli kaos polo polos dan celana pendek katun, entah kenapa saat melihat tampilan kasual Jeffrey, hati Joanna semakin bergemuruh, mengagumi ketampanannya.

"Kenapa senyam senyum?!" Tanya Jhon

"Aku hanya ingat betapa konyolnya kalian saat membersihkan diri dengan tissue basah tadi. Hahahahaha... oia, jangan ada satupun dari kalian pegang-pegang dan dekat dengan ku ya. Aku tidak tahan dengan bau kalian" ucapku sambil memegang hidung dan mengibas-ibaskan tangan ku, dan berlalu meninggalkan mereka di belakang ku.

"Sialan kamu Jo, harusnya kamu berterima kasih kepadaku karena telah mengantarmu kemari" Jhon memukul pelan kepala Joanna dengan topi nya

Joanna berjinjit menjauh dari Jhon, menggoda nya untuk mengejar. Dan tak disadari sepasang mata yang memerhatikan mereka sambil tersenyum.

Setelah 30 menit perjalanan, tibalah Jhon, Jeffrey dan Joanna di tempat tujuan mereka.

Di sebuah mall terbesar di pulau ini. restoran terkenal yang terletak di luar mall, dengan tempat yang cozy dan santai.

Sementara itu Jhon sibuk memperhatikan orang yang lalu lalang di sekitarnya, berasa di luar negeri karena yang dilihatnya rata-rata sosok putih mulus khas chinesse dengan pakaian yang modis dan juga banyak wajah-wajah hindi yang ia lihat di sini.

Jeffrey menarik kepala Jhon saat remaja itu tampak mengekori seorang gadis putih, berambut pirang yang mengenakan super hot pants dan kaos berjalan santai di depan nya.

Pemandangan seperti itu memang lazim di kota ini, terutama di mall besar, karena saat weekend seperti sekarang, akan banyak turis dari Singapore dan Malaysia yang akan singgah dan berlibur di pulau ini.

Sementara Joanna tampak mematung di depan pintu restoran tersebut, ia memperhatikan melalui kaca-kaca besar di sekelilingnya, mencari sosok tubuh itu.

Ia sangat berharap dirinya yang lain itu ada di sini dan dalam keadaan baik-baik saja. Debaran jantungnya berdetak semakin kuat setiap dilihatnya karyawan yang keluar dari pantry.

Beberapa wajah yang dikenalnya ada disini, Oma Nuke tidak keliatan, tapi ada sesosok pria tampan berdiri di dekat pintu pantry , seperti sedang mengawasi sesuatu dan tak lama kemudian sorang wanita berjalan ke arahnya. Ia mengenal dengan sangat postur tubuh itu walaupun hanya tampak dari belakang, rambutnya, tubuhnya, yang dulu.

Joanna masuk kedalam restoran, pintu restoran terbuka dan otomatis bel selamat datang pun berbunyi, karyawan bersiap menyambut pelanggan mereka, begitupun wanita itu.

"Selamat dat..." dia tidak bisa melanjutkan kata-katanya saat menyadari siapa yang masuk ke restoran itu, sesosok tubuh yang dulu pernah jadi miliknya.

I am Not Me (End)Where stories live. Discover now