08 | pelan-pelan

15.7K 620 9
                                    

|| t y p o
|| l o w k e y daddy kinks
• • • • • • • • •

16.07
"Carol, ada yang cariin. Sini turun ke bawah." Panggil ibunya. Carol yang sedang rebahan di atas kasurnya hanya bisa mengernyitkan dahinya, walaupun tak urung untuk tetap turun ke bawah.

Tanpa mau repot-repot mengganti celana pendek dan baju bekas abangnya yang nampak kebesaran di tubuh mungilnya ia turun ke bawah. Sebenarnya perkataan lelaki itu tetap menghantuinya setiap kali ia mengenakan celana pendek dan baju abangnya. Namun siapakah Dominic itu sehingga ia harus menurutinya.

Dengan langkah gontai, anak perempuan itu menghampiri ibunya dan seorang tamu di ruang tamu mereka. Seketika, matanya terbelalak saat mendapati lelaki itulah yang tengah duduk di sofa putih minimalis pilihan ibunya itu. Jantungnya berdebar kencang, melompat-lompat keluar seakan ingin mematahkan rusuknya. Kehadiran lelaki itu sungguh mengintimidasinya.

"Ini katanya dia mau ketemu kamu. Mama ke belakang dulu ya, bikinin minun." Ujar wanita setengah baya itu seraya beranjak dari dudukkya, memberikan privasi kepada kedua insan yang lebih muda dari padanya.

"Ah, gak usah tante. Saya cuma sebentar aja di sini. Gak usah repot-repot." Ujarnya berbasa-basi dengan kaku. Dan itu terdengar sangat aneh di telinga Carol namun tidak di telinga ibunya.

"Gak papalah. Gak repot juga lagian." Sahut wanita itu lagi dan kali ini punggungnya benar-benar menghilang dari pandangan mereka berdua.

Carol, gadis itu memilih untuk duduk di seberang lelaki itu. Ia meneguk salivanya dengan gugup.

"Ada apa?" Tanya gadis itu pelan. Sedari tadi, semenjak ibunya pergi mereka hanya berdiam selama 1 menit dengan Dominic yang terus menancapkan pendangannya pada manik berkilau miliknya.

"Gua jamin, gua bisa lebih baik dari semua mantan-mantan lo. Gua jamin, gua bisa kasih semua yang gak bisa di kasih sama mereka. Dan itu bukan berarti cuma material aja. Secara psikologis, gua bisa penuhin semua keinginan lo. Tapi kasih gua kesempatan." Ujar lelaki itu dengan mantap.

Sial! Mantan? Dia stalking mantan-mantan gadis itu sekarang? Kurang aneh apa lagi lelaki itu.

Carol menghembuskan nafasnya kasar, dan itu cukup mengganggu Dominic, "Gua gak perlu itu semua. Gua udah cukup seneng dengan apa yang gua punya sekarang. Jadi mendingan lo pergi. Cari cewek lain yang bisa lo spoil sesuka hati lo."

Lelaki itu berdiri dan berjalan mendekat ke arahnya, menginvasi batas area privasi gadis itu, membuatnya terintimidasi dengan jarak yang hampir tidak nyata di antara mereka, "Tapi gua perlu itu. Gua perlu untuk spoil lo. Sayang, lo gak tahu betapa tersiksanya gua liat lo pake baju cowok lain? Lo gak tahu betapa frustasinya gua saat lo menolak semua yang gua kasih ke lo. Just give in, baby girl."

Lagi, saliva gadis itu kembali meluncur di kerongkongannya. Nampaknya kelenjar air ludahnya rusak saat di dekat lelaki itu.

"S-stop. Mau ngapain lo?!" Seru gadis itu pelan saat lelaki itu semakin mencondongkan tubuhnya ke arah Carol.

Saat mata Dominic terfokus akan bibir kenyal gadis itu, telinga tajamnya menangkap suara langkah kaki dari kejauhan. Gawat! Sepertinya ibu gadis itu akan segera kambali. Dengan santai dan sikap kasual, lelaki itu kembali duduk di posisinya semula, menunggu kedatangan wanita itu.

"Kok diem-diem aja?" Tanya wanita itu dan lelaki itu tersenyum menawan. Sejenak wanita itu seperti melihat wajah malaikat. Apalah yang bisa dikatakan? Wajah lelaki itu memang tampan.

16.49
"Makasih tante minumannya." Ujar lelaki itu sopan namun masih terdengar kaku. Wanita itu tersenyum dan mengangguk.

Kini wanita itu menghadap ke arah anak gadisnya, "dek, mama mau pergi ke supermaket dulu ya. Kamu mau nitip apa?"

"Snek-snek aja deh." Sahut Carol seperti anak kecil. Dominic yang memperhatikannya sedari tadi hanya tersenyum kecil. Gadis itu, ia benar-benar harus jadi miliknya.

"Mama pergi dulu ya. Dominic, tante tinggal dulu ya." Pamit wanita itu sembari keluar dari rumah sederhana mereka.

"Nah, sampai di mana tadi kita?" Sial! Wajah tampan itu sekarang menyeringai dengan menawan.

"Gak sampe di mana-mana soalnya lo mau pulang sekarang." Ujar gadis itu ketus.

"Bisa diulang?" Tanya Dominic, kembali berjalan menuju gadis itu, kembali membunuh jarak di antara mereka, kembali membuat gadis itu menyusut di sofa empuknya.

"L-lo harus k-keluar. Sekarang!" Suaranya serak dan matanya bergerak liar, berusaha menghindari manik tajam itu.

"Mau ulang itu sekali lagi?" Kini jarang mereka benar-benar dekat. Hidung mereka saling menyentuh dan nafas lelaki itu menyapu leher telanjangnya dengan panas.

Carol kini tak mampu untuk berkata-kata. Ia hanya bisa menggeleng. Lelaki itu tersenyum puas. Gadis itu-gadisnya- sunguhlah gadis yang penurut. Gadis itu akan menjadi pemuas ego yang sempurna untuknya. Cukup sudah, ia tidak perlu gadis-gadis keras kepala yang berpikir kalau mereka bisa menyelamatkan diri mereka sendiri. Yang Dominic butuhkan hanyalah gadis itu-Gadisnya.

"Jadi sekarang lo maunya kayak gimana?" Tanya lelaki itu lagi sembari menyenderkan kedua lengan berototnya di atas sandaran sofa dan di antara kepala gadis itu. Kepalanya bergerak ke bawah, dan bibirnyapun bertemu dengan dahi gadis itu. Dominic mengecup dahi Carol lembut dan lama, membuat gadis itu sungguh kebingungan dengan apa yang ia harus lakukan saat itu.

"Dom, plis. Plis jangan kayak gini. Gua gak bisa. Tolong stop. Cari cewek lain aja, gua gak bisa keep up sama lo." Pinta Carol saat lelaki itu melepaskan kecupannya dari dahi halus gadis itu. Matanya menyipit tak senang saat mendengar kata-kata itu lagi.

Gadis lain? Apakah sulit sekali untuk Carol dapat mengerti kalau yang ia inginkan hanyalah gadis itu? Kalau gadis itu masih ingin bermain seperti itu maka ia harus memikirkan sebuah cara agar gadis itu-gadisnya-akan bertekuk lutut kepadanya seperti di hari-hari kemarin.

"Tapi," lanjut lelaki itu. "Tapi kalau misalnya gua mau pelan-pelan, apa lo masih mau kasih gua kesempatan." Tatapan intimidasi itu mengiring kata-kata yang terdengar kaku dari lidah Dominic.

Carol mengerjapkan matanya, "pelan-pelan? Maksudnya?" Tanya gadis itu dengan bodoh. Bukannya marah atau apapun yang biasa ia lakukan, tetapi Dominic terkekeh melihat kepolosan gadis itu-gadisnya.

"Iya, pelan-pelan. Lo bilang gua bergerak terlalu cepet sampe lo gak bisa keep up sama gua. Jadi kalo gua pelan-pelan dan biarin lo keep up sama gua, apa lo mau kasih kesempatan itu?" Sejak tadi Dominic masih saja betah dengan posisi mereka yang terbilang terlaku dekat.

"U-um. Jadi maksud lo itu lo mau jadi temen gua dulu kan?" Tanya gadis itu ragu-ragu.

Alis tebal lelaki itu menyatu sempurna namun bibirnya tetap mengeluarkan kekehan, "temen? Tapi Sayang, itu terlalu lambat."

🍌🍌🍌

chapter ini di vote dan komen yuk.

chapter ini di vote dan komen yuk

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Honey MoneyWhere stories live. Discover now