10 | 8.5 per 10

15.8K 524 2
                                    

|| t y p o
|| c u s s i n g
• • • • • • • •

18.50
"Halo?" Deringan telepon langsung sirna begitu yang di ujung sana mengucapkan salam.

"Gua kangen." Ujar lelaki itu dengan kaku. Sesungguhnya lelaki itu sangat ingin membicarakan tentang mereka. Namun semua pembicaraan yang bisa ia pikirkan malah ia tahan diujung lidah sembari menunggu reaksi dari gadis itu.

"Oh." Gumam gadis itu pelan. Entah ia ingin marah atau tertawa akan sahutan sederharan dari Carol.

Jeda panjang menghiasi percakapan mereka. Keduanya bungkam. Yang satu menunggu dan yang lain berusaha untuk menahan lidah.

"Dom? Gua tahu lo kaya-gak usah pusingin soal pulsa. Tapi kalo lo diem kayak gini gua juga lagi capek. Jadi lo itu sebenernya mau ngomong atau enggak?" Tanya gadis itu akhirnya. Kedua ujung bibir lelaki itu melengkung ke bawah tak senang dengan ucapan gadis itu.

"Gua pengennya ngomong langsung. Enggak kayak gini. Gua harus liat lo." Sahut Dominic dengan tenang.

"Fine. Besok aja kalo gitu ngomongnya." Tawar Carol dengan sedikit-banyak-ragu.

"Okay. Gua tunggu di kelas lo." Dominic terdengar sangat tenang, namun sebenarnya lelaki itu sudah ingin bersujud dan melompat-lompat ketika mendengar tawaran gadis itu.

Tapi dibanding dengan ingin melihat wajah gadis itu, Dominic setuju kalau ada banyak sekali yang perlu mereka bicarakan.

"Iya. Yaudah yah. Gua tutup teleponnya. Bye." Tanpa mau mendengar pamitan dari lelaki itu, Carol langsung menutup sambungan telepon mereka.

Dominic menatap ponsel keluaran tahun ini dengan mata elangnya-kesal dengan tingkah gadis itu. Lihat saja nanti kalau gadis itu sudah menyerahkan dirinya kepada Dominic. Sudah ia pastikan hal seperti itu takkan terjadi lagi.

07:21
Sejak pagi-pagi sekali Dominic sudah bangun. Kini dirinya yang sudah rapi dengan sweater abu-abu Adidas dan celana jeans hitam khasnya, meluncur ke dapur untuk membuat sarapan. Tinggal sendirian benar-benar menjadi pelajaran besar untuk merawat dirinya sendiri.

Setelah selesai sarapan dan membersihkan alat-alat makan yang ia gunakan, lelaki itu duduk di ruang tamunya dan mengecek ponselnya.

Jarinya bergerak untuk mencari kontak gadis itu dan memutuskan untuk meneleponnya.

"Halo?" Sapa gadis itu dengan suara seraknya-suara khas habis bangun tidur. Dominic sedikit tersentak. Suara Carol saat itu terdengar sungguh seksi.

"Hai. Jangan lupa nanti gua ke kelas lo. Jangan kabur lagi, okay?" Peringat Dominic setelah berhasil menemukan suaranya.

"Hah? Le, kok suara lo kayak suara si Dominic sih?" Ujar gadis itu yang terdengar jelas kalau ia masih berada di alam bawah sadarnya.

"Le? Le siapa? Lo masih mimpi ya?" Tanya Dominic dengan nada bercandanya. Tapi sedetik kemudian air mukanya berubah. Le? Leo temannya? Bagaimana mereka bisa saling mengenal? Apa mereka selama ini berhubungan, lalu apakah Carol malah tertarik dengan Leo dan bukan dirinya?

"Le, masa lo lupa nama lo sendiri? Leah Cahyadi. Gila lo!" Gumam gadis itu masih dengan setengah sadar.

Dominic menghembuskan nafasnya. Ah ternyata nama perempuan. Bukan Leo, bukan temannya. Tapi masih tidak menutup kemungkinan kalau-

"Carol. Lo kenal sama yang namanya Leo gak? Anak arsitek?" Tanya Dominic dengan penasaran.

"Leo? Leo Leo Leo-eeh, kripik kentang Leo?" Lelaki itu tertawa setelah menjauhkan ponsel dari wajahnya.

Honey MoneyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang