18 | Leah sakit 2

8.5K 400 0
                                    

⚠|| t y p o
⚠|| c u s s i n g
• • • • • • • •

16.03
Suasana dalam Audi itu begitu canggung, atau itu hanya perasaan Leah saja, karena Dominic dengan santai menyetir mobil itu tanpa menatap ke arahnya sama sekali.

Leah, diam-diam melirik lelaki itu sesekali. Kenapa bisa orang semacam Dominic memacari orang seperti temannya, Carol? Lalu apa yang Carol pikirkan sehingga bisa menerima ajakan untuk pacaran itu?

Dengan kepopuleran level dewa dan kantong tebal, harusnya Carol was-was dong dengan orang semcam ini? Hanya cukup satu contoh saja. Ia benar-benar tak ingin temannya itu dipermalukan dua kali oleh orang-orang semacam James maupun Dominic.

"Apa lo, liat-liat?" Tanyanya sinis tanpa menoleh ke arahnya.

Kalau saja ia tidak ingat kalau mereka sedang berada di dalam mobil dan kalau saja tidak ada sabuk pengaman ini, maka Leah sudah siap untuk melompat dari duduknya.

"Eng-enggak." Elaknya, memutuskan tidak mau lagi berurusan dengan Dominic. Buru-buru ia menatap pemandangan di sebelah kanannya.

Tiba-tiba kecepatan mobil berkurang dan mereka berhenti di pinggir jalan yang sepi. Tentunya pikiran negatif langsung mengerubungi kepala gadis itu, terutama di sebelahnya ada psikopat stadium awal.

"Berhubung lo ada di sini. Ada yang pengen gua ketahui." Ujarnya dengan tenang lalu menatap gadis itu, datar.

"A-apa?" Tanya gadis itu setelah menemukan suaranya kembali.

"Lo pasti tahu James. Tolong, ceritain semua tentang dia dan pacar gua." Bahkan permintaan lelaki itu terdengar seperti perintah. Dan bahkan lagi, setelah lelaki itu menambahkan kata tolong.

"Umm...ke-kenapa gua harus kasih tahu lo?" Tanya Leah balik. Dominic langsung tersenyum sinis.

"Gua bisa bikin Carol musuhin lo hanya dengan beberapa kata. Jadi kasih tahu gua atau lo bayar akibatnya!" Ancam lelaki itu dengan tenang.

Jujur saja, Leah merasa sedikit lebih lega ketika mengetahui kalau lelaki itu tidak mengancam nyawanya. Namun pertemanannya dengan Carol? Itu sungguh tak ternilai. Lelaki itu benar-benar pandai dalam hal mengancam.

Leah berdeham sebelum memulai ceritanya, "jadi ada seorang bajïngan, namanya James. Jujur nih ya, kalo boleh gua bilang, dia tipe-tipe yang kayak lo gitu deh. Tipe orang yang masa depannya cerah, tajir, ganteng, yang pokoknya populer, deh. Terus entah dateng dari mana dia, tapi dia tiba-tiba nembak Carol." Ia, lalu menghembuskan nafasnya keras sambil mengingat memori-memori akan si bajïngan itu.

"Yah, karena dia merasa bisa dapetin segalanya dengan gampang, yah dengan gampang juga dia buang Carol. Dia sampe depresi untuk beberapa minggu. Dan gua gak bisa biarin temen gua begitu lagi-"

Dominic menatapnya tajam, "tanpa lo kasih tahu, gua juga gak bakal begitu. Cuma cowok tolol yang gak bermoral yang bakal ngelakuin hal bodoh kayak gitu." Sinis lelaki itu.

Sebenarnya Leah kesal sekaligus takut dengan lelaki di sebelahnya ini, tapi omongannya itu benar-benar terdengar mantap. Janjinya itu...sungguh meyakinkan.

16.28
Mobil hitam itu akhirnya berhenti di depan rumah yang cukup mewah. Memang sih tidak semewah rumah orang tuanya tapi tetap saja masih nampak cukup mewah.

"Makasih udah nganter-"

"Gak usah makasih-makasihan sama gua. Makasih lo gak berfaedah buat gua. Bilang itu ke Carol aja. Keluar sana!" Usir Dominic cepat-cepat.

Dengan wajah kesal, gadis itu keluar dari Audi milik Dominic. Setajir-tajirnya keluarga Leah, orang tuanya pasti masih cukup waras untuk tidak membelikan satu-satunya putri mereka sebuah Audi. Jadi sebenarnya Dominic itu setajir apa sih?

18.30
"Halo? Daddy udah pulang?" Tanya Carol setelah ia sudah seleaai dengan segala ritual mandi dan makan malam bersama keluarganya.

"Hai, iya aku udah pulang. Udah mandi juga. Kamu udah mandi kan?" Ujar Dominic dengan suaranya yang terdengar santai. Carol tersenyum mendengarnya.

"Iya, Daddy. Ngomong-ngomong, tadi sama Leah gimana? Dia udah baikkan belom? Dia sakit apa sih, Daddy?" Tanya Carol dengan suara yang terdengar polos. Dominic tersenyum mendengarnya.

"Cuma demam biasa. Mungkin dia kecapekan. Abis bergadang kali tuh, dia." Sahut Dominic asal.

"Oh ya Daddy, aku mau tanya, nih." Ujar Carol setelah rebahan di atas kasurnya sambil menatap langit-langit kamarnya dengan ponsel masih di antara telinga dan tangannya.

"Hm? Mau tanya apa, kamu?"

"Kok Leah kayaknya sibuk mulu sama kuliahnya tapi Daddy super santai? Tugas-tugas Daddy gimana? Selama ini kan kita jalan terus." Tanya gadis itu dengan penasaran.

"Aku bisa menage, kok. Kamu gak usah pusingin aku. Oh, tadi gimana kamu? Langsung pulang kan?"

"Gimana gak bisa pusingin Daddy? Hubungan ini kan dua arah, Daddy." Ujar Carol, menolak untuk berpindah topik.

"Iya, iya. Lain kali aku kasih tahu kamu tentang aku. Ngomong-ngomong, tugas kamu udah selesai belum, sama si anj- Felix?" Tanya Dominic dengan mengigit lidahnya.

"Belum nih. Tinggal sedikit lagi sih." Jawab Carol pelan. Sebenarnya tadi waktu Dominic antar Leah pulang, Carol melihat Felix jadilah mereka berdiskusi lagi sebelum ia menelepon Ken,memintanya untuk menjemput Carol.

"Yaudah, kamu istirahat ya. Besok aku telepon lagi." Tanpa sadar Carol menghembuskan napasnya lega. Ah, sekarang ia merasa seperti perempuan penipu, tukang selingkuh.

"Iya, da-dah." Gumam Carol lalu memutuskan sambungan teleponnya. Ia beranjak dari kasur, menuju meja belajarnya. Tinggal sedikit lagi tugasnya selesai.

Jangan sampai pacarnya tahu, kalau kemarin ia bertemu dengan laki-laki lain tanpa persetujuannya.

07.12
Pagi ini Dominic bangun cukup awal. Hari ini weekend dan ia sudah berjanji untuk belajar segala hal yang perlu ia ketahui tentang bisnis.

"Halo, Pa." Sapanya saat nada sambung terhantkan dengan suara bariton yang familiar.

"Papa tunggu kamu di rumah sekarang. Gak usah sarapan dulu, Mama udah masak." Ujar beliau dengan santai.

"Okay." Dominic mematikan sambungan teleponnya dan melepas handuk di pinggangnya setelah memakai celana dalamnya.

Hari ini ia memutuskan untuk mengenakan kaos putih tak berlengan, celana jeans hitam ketat, jaket jeans dengan warna pudar untuk diikat di pinggang, topi fedora hitam, serta combat boots hitam. Ah, gayanya ini tidak seperti seorang eksekutif sama sekali. Ia malah terlihat seperti ingin bergabung dalam sebuah band-atau boyband.

Puas dengan penampilannya, ia mematikan listrik yang menyala di apatermennya, lalu keluar dan menguncinya. Ia pergi ke parkiran, dan kali ini ia memilih Porsche silver kesayangannya untuk menemaninya melewati hari ini.

Sebenarnya ia tahu ia akan menyesal datang ke rumah orang tuanya, terutama saat kemarin-kemarin ia memberi tahu tentang perubahan statusnya kepada sang ayah, tapi ia tidak tahu kalau ada hal yang lebih besar lagi menunggunya di sana.

🍌🍌🍌

hai gengs, makasih udah baca
chapter ini love you so much deh

hai gengs, makasih udah bacachapter ini love you so much deh

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Honey MoneyWhere stories live. Discover now