• Sheiland #1 •

672K 43.2K 3.4K
                                    

Sheila mendengus ketika angkot yang ditumpanginya berhenti lagi untuk menaikkan penumpang padahal di dalam sudah penuh sesak, didominasi anak sekolah yang ingin berangkat membuat si supir merasa seenaknya karena menganggap para siswa hanya membayar sedikit. Padahal kan mereka juga penumpang.

"Ayo neng masih kosong kok!" Ucapan si supir langsung disambut protes tidak setuju dari belakang.

"Aduh ini udah penuh dibilang kosong!" gerutu salah satu penumpang yang berseragam putih abu.

"Pak kalo cari duit nggak gini-gini juga, kenyamanan penumpang itu harus diprioritaskan!" celetuk bapak-bapak berkumis tebal bak selotip hitam, pakaiannya yang tadinya rapi sekarang agak acak-acakan karena berdesak-desakan.

Si supir itu menengok ke belakang dan berseru lagi. "Satu orang lagi juga bisa pak, ayo neng naik sebentar lagi anak sekolahan kosong kok!"

"Aduh pak segini aja saya udah ngerasa kejepit bajaj apalagi nambah penumpang lagi!" sahut Sheila dengan mengerucutkan bibir kesal, memang benar karena dua penumpang di sebelah kanan kirinya berukuran di atas rata-rata.

Seolah tidak mendengar, si supir bertanya lagi. "Mau nggak neng?"

Perempuan berpakaian kotak-kotak di luar itu menggeleng, menyadari protesan akan semakin terdengar jika ia naik.

"Tuh kan Pak, ayo berangkat."

"Iya-iya."

Sheila menarik napas dalam-dalam dan mengembuskannya pelan-pelan, menyesal karena memilih naik angkot pagi itu. Biasanya ia berangkat ke sekolah dengan naik sepeda, mumpung jaraknya lumayan dekat, atau nebeng ke April.

Saat sudah sampai di SMA Pelita, Sheila tersenyum lega. Bersyukur karena tidak akan merasakan 'penderitaan' lebih lama lagi​.

Namun dasar sial, ketika hendak turun dari angkutan umum kepala Sheila terbentuk ke langit-langit angkot yang rendah, membuatnya meringis, meskipun rasa malu lebih mendominasi. Tak lama terdengar tawa si supir. "Makanya jangan kebanyakan protes neng, kena kan akibatnya."

Sheila berdecih, ia memberikan selembar uang dua ribuan dengan wajah tertekuk. "Bapak juga pasti kena karma karena bikin penumpang tidak nyaman, saya doain bapak panuan!"

Sheila berseru galak lalu berbalik, berjalan masuk ke area SMA Pelita dengan langkah gedebak-gedebuk.

Waktu masih menunjukkan pukul setengah tujuh lebih sepuluh menit, tetapi parkiran sekolah sudah penuh oleh lautan manusia, bukan kendaraan.

Oleh karenanya Sheila mendekati kerumunan itu karena penasaran, betapa kagetnya ia ketika melihat Aland hampir saja memukul siswa lain sebelum Arkan, kembarannya mengehentikan cowok bebal itu.

"Aland! Berhenti woy! Lo budeg atau gimana si?!" Arkan berusaha menyeret Aland tetapi tidak bisa, kalah tenaga.

Aland menyentakkan tangannya sehingga tarikan Arkan terlepas, ia kemudian memandang siswa yang tadi ia dorong hingga jatuh dengan pandangan sinis. "Jangan gangguin adek gue lagi anjing."

Aland kemudian berlalu, diikuti Arkan yang malah cemberut.

Sheila tertegun ketika melihat kembar Alano yang berwajah tampan melewatinya, melihat pemandangan indah memang sering membuatnya tidak tahu keadaan. Matanya mengerjap beberapa kali sebelum sadar kembali akibat teriakan seseorang.

"Udah woy bubar-bubar!"

Sheila menjerit tertahan ketika ia diinjak oleh seseorang, tidak tahu siapa. Padahal ia baru saja mencucinya kemarin.

"Baru aja gue cuci udah diinjek!" gerutunya sebal sembari berjalan menuju kelasnya, yaitu X IPA Tiga.

Baru saja ia masuk kelas, Sheila sudah dikejutkan dengan Tian, ketua kelasnya yang 'edan-eling' sedang tidur di kursi paling depan dekat meja guru. Tidak mengherankan sebenarnya, karena selama satu bulan ia bersekolah di sini keadaan di mana Tian tertidur itu bukan kejadian baru. Bahkan sudah dua kali cowok berkulit sawo matang itu tertidur pada jam pelajaran, dan mendapat hadiah berupa lemparan spidol pula.

Sheiland (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang