• Sheiland #3 •

506K 38.2K 3.2K
                                    

Aland masuk ke dalam cafe milik ibunya dengan wajah tertekuk, ia segera duduk di salah satu kursi di sana dan mengeluarkan rokoknya ketika telinganya disentil oleh seseorang.

Aland meringis dan mendapati Lalisa melotot padanya. "Mama kan udah bilang jangan ngerokok lagi, emangnya kamu nggak denger? Ini telinga atau pegangan wajan sih?"

Aland malah nyengir. Alih-alih takut ketika Lalisa sedang memarahinya, ia malah senang. Ekspresi ibunya yang lucu sedikit menghiburnya, ditambah hal ini jadi penyebab kedekatan keduanya dengan cara yang berbeda.

"Tapi susah lepasnya," balas Aland enteng.

Lalisa mendengus, duduk di hadapan Aland dan menopang dagu. "Kamu dihukum lagi ya?"

Seorang pelayan perempuan tiba-tiba datang dan menghidangkan teh apel di meja mereka, karena itu adalah minuman yang selalu dipesan Aland jika ke sana.

"Iya, Dad ngeselin. Aku kan cuma bolos, nggak kebayang kalo tawuran gimana." Lalisa berdesis tidak suka. "Hush, kamu itu nurut dikit sama Papa kamu. Dia ngehukum kamu kan biar kamu nggak nakal lagi."

"Tapi aku maunya begini aja, Papa dulu kan juga begitu." Aland nyengir lalu menyesap teh apelnya.

Lalisa menggeleng-gelengkan kepalanya, merasa heran sekaligus geli dengan kelakuan Aland. Karena hal itu membuatnya teringat dengan kelakuan Samudra dulu. Like father like son.

Omong-omong mirip dengan Samudra, apakah Aland sudah mempunyai pacar atau tidak ya? Lalisa jadi penasaran apakah Aland akan menjadi posesif, lalu Arkan juga. Karena semua anaknya memiliki sifat itu sejak kecil, termasuk Aland yang selalu marah ketika mainannya disentuh orang lain, dan Arkan yang selalu mengamuk ketika seseorang memasuki ruang pribadinya atau menyentuh buku-bukunya. Karena itu Lalisa penasaran bagaimana jadinya mereka jika mempunyai seorang pacar.

"Kamu udah punya pacar belum?" Pertanyaan Lalisa sukses membuat Aland tersedak, ia terbatuk-batuk dan menatap Lalisa dengan dahi mengernyit.

"Loh kok malah batuk? Udah punya ya? Atau malah jomblo? Jones?"

Aland berdecak. "Mama apaan sih."

"Ditanya sama orang tua malah cemberut, nggak sopan ya kamu." Lalisa ikut berdecak dan menyisir rambutnya yang panjang dengan tangan.

"Ya pertanyaannya begitu."

"Oke, pertanyaannya ganti ya. Kamu udah punya perempuan yang kamu suka belum?"

Aland menatap ibunya yang tampak penasaran sekali. "Nggak punya."

"Yah."

Aland menaikkan alisnya. "Kok yah?"

"Ya Mama penasaran aja siapa perempuan yang sukses narik perhatian anak bengal kayak kamu."

Aland cemberut ketika Lalisa menyebutnya anak bengal. "Anak bengal? Aku nggak bengal."

Lalisa mendengus. "Nggak bengal? Duh Aland, kamu ini nggak nyadar diri​ kalo kamu ini nakal banget, malah lebih-lebih dari Papa kamu lho."

"Biarin, mau buat rekor sebagai keturunan Alano Navvare yang paling baik."

Lalisa mendesah. "Iyain aja biar cepet."

"Itu Mama tau."

"Tapi nyatanya kamu tetep aja bengal."

"Ih dasar Mama durhaka." Lalisa kini beralih menyentil mulut Aland. "Ngomong apa tadi?"

"Nggak, nggak jadi."

Lalisa mendesah, menyadari sesuatu bahwa keluarganya terasa random sekali. Biarlah, yang penting semuanya saling menyayangi. Toh perbedaan itu juga yang membuat keluarga terasa lebih berwarna bukan?

Sheiland (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang