• Sheiland #20 •

352K 29.6K 1.9K
                                    

Irene menatap bayangannya sendiri di cermin besar yang ada di toilet perempuan, memerhatikan wajahnya yang baru dibilas air dan ia keringkan. Terlihat lebih segar setelah sebelumnya tampak mengerikan.

Tadinya kening Irene berlipat-lipat, matanya tampak seperti mengantuk, lalu cemberut. Gara-gara pusing dengan pelajaran fisika dan matematika peminatan yang berturut-turut terasa seperti memeras otaknya. Pelajaran menghitung bukan keahlian Irene, tetapi tetap saja nilai yang didapat harus naik terus dari yang sebelumnya.

Irene lebih pandai di pelajaran seperti pendidikan kewarganegaraan atau bahasa Indonesia, nilainya pun tinggi di bidang itu.

Tetapi ia tidak mengerti dengan orang tuanya, Irene malah dipaksa harus terus meningkatkan nilai di matematika dan mereka justru kurang peduli pada nilai yang lain. Bukankah itu sama saja dengan mematikan potensi anak?

Irene menepuk-nepuk pipinya, masih memerhatikan bayangan sendiri di cermin. Dengan iseng membuat ekspresi marah, meskipun suasana dalam hatinya memang seperti itu.

Rasa tidak puas, merasa iri dan kesal merasuki hati Irene. Ia cantik, semua orang mengenalnya sebagai perempuan dengan image yang baik. Ramah, supel dan ceria. Semua cowok juga mengantri menjadi pacarnya.

Lalu kenapa kembar Alano tidak tertarik kepadanya sama sekali?

Oke, Irene tidak tertarik kepada Arkan karena beberapa alasan. Mulut pedas cowok itu yang menjadi penyebab terbesar yang mengakibatkan Irene enggan.

Tapi Aland? Baiklah, siapa yang bisa menyangkal pesonanya? Sulit.

Dan Aland lebih memilih adik kelas yang bernama Sheila itu, yang mengikuti eskul dance. Dia memang cantik, tapi Irene tentu saja merasa dirinya lebih baik.

Izhar alias abangnya juga menyukai Sheila, Irene bahkan hampir gila karena Izhar selalu memaksa dirinya untuk berusaha mencari kontak media sosial milik Sheila, alamat rumah Sheila dan lain-lain. Pokoknya yang berhubungan dengan cewek itu.

Irene menoleh ketika seseorang masuk ke dalam toilet, matanya melebar ketika mendapati orang itu adalah Sheila. Baru saja ia memikirkan dia, dan pacarnya.

"Hai," sapa Irene sambil melambaikan tangan.

Sheila menoleh, mengerjap beberapa kali dan membalas lambaian tangan. "Hai."

"Lo pacarnya Aland kan ya?"

"Iya."

"Ih gue dulu pernah nanya kan tapi ya gu-"

"Duh kak ditahan dulu ya ngomongnya aku kebelet nih." Sheila memotong ucapan Irene dan melesat masuk ke dalam salah satu bilik. Irene​ yang shock hanya menatap pintu yang ditutup dengan setengah dibanting itu.

What the hell?

Beberapa saat kemudian Sheila keluar dengan wajah sumringah, seperti baru menang lotere satu triliun. "Lanjutin, Kak. Maaf tadi motong soalnya aku udah nggak kuat."

Irene berdeham, mengembuskan napas perlahan dan tersenyum. "Kita pernah ketemu dan gue pernah nanya lo pacarnya Aland atau nggak, dan lo udah jawab sih. Tapi ya gitu, gue suka penasaran, maklumin ya."

"Iya nggak papa kok, kepo itu manusiawi. Meskipun emang kadang-kadang nyebelin."

"Oh ya, sebelum lo pacaran sama Aland, gue sempet naksir dia. Udah lama banget sih haha, pas gue masih ikut-ikutan suka kayak yang lain."

Sheila hanya mengangguk sebagai respon.

"Ya gitu deh, tetep aja kalo liat suka demen lagi. Iya nggak? Lo juga pasti pernah gitu sama orang yang lo taksir."

Sheiland (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang