• Sheiland #5 •

436K 41.3K 8.3K
                                    

Sheila menarik dan mengembuskan napas berulang-ulang, tangannya meremas-remas roknya dengan gemas. Kakinya sesekali dihentak-hentakkan ke lantai. Intinya, Sheila sekarang tidak bisa diam.

"Duh Shei tenang, tarik napas ... buang napas." Sheila sudah melakukan apa yang dikatakan Hilda berulang kali, tetapi rasa gugupnya seakan tidak bisa hilang.

"Ya ampun Shei tenang, gue jadi ikutan panik gini. Gue lupa ini udah berapa rebu sumpah," timpal April sembari menghitung uang hasil dagangannya dari awal lagi.

"Elo sih kalo bertindak sesuatu ya harus direncanakan matang-matang, lah ini ngirim SMS ke orang yang disuka pulsanya abis." Hilda geleng-geleng tidak mengerti.

"Ih jangan ngomongin itu terus deh, gue juga tau kemarin gue ngirim collect SMS ke Kak Aland sampe dia marah dan sekarang nyuruh ke rooftop. Mending kalian bantu doa dong." Sheila ingin menangis rasanya, perasaannya yang campur aduk semakin tidak karuan ketika April dan Hilda malah terus menyinggung kecerobohannya kemarin.

"Eh April! Udah dulu dong ngitung duitnya." Hilda menepuk pundak April cukup keras.

"Empat puluh ri- iya bentar!"

"Nah buru sini-sini." Hilda mengajak kedua sahabatnya untuk mendekat, cewek itu mengangkat tangan dan memejamkan matanya, mulai berdoa secara khidmat.

"Ya Tuhan, tolong jaga keselamatan Sheila nanti," ucapnya.

"Amin," cetus Sheila bersungguh-sungguh, ikut memejamkan matanya.

"Jauhkan Sheila dari godaan cogan yang terkutuk tapi bikin melting ya Tuhan."

"Amin."

"Semoga Sheila dapat menerima cobaan ini dengan lapang dada, selapang perutnya Bu Nuke yang kayak lapangan bola."

"Amin."

"Kuatkanlah Sheila dalam menghadapi kakak kelas menawan kayak Kak Aland."

"Amin."

"Terakhir, semoga Sheila bisa kembali dengan sehat tanpa ada kekurangan apapun setelah kembali dari medan perang."

"Rooftop bukan medan perang," celetuk April.

"Cuma perumpamaan," hardik Hilda sebal.

"Amin." Ketiganya berujar kompak.

"Sheila semangat!" April mengepalkan tangan dan mengangkat tangannya, tanda memberi dukungan moral.

"Semangat!" Hilda ikut-ikutan.

"Iya-iya semangat!" Sheila mengelus dadanya yang masih bergemuruh hebat, ia kemudian keluar dari kelas untuk pergi menuju ke rooftop.

Karena kelas Sheila berada di lantai paling bawah yang memang dikhususkan untuk kelas X, ia harus menaiki tangga dan berisiko bertemu dengan kakak kelasnya yang lain untuk pergi ke tempat tujuannya.

Di lantai dua yang berarti lantai kelas XI, Sheila sempat bertegur sapa dengan kakak kelasnya yang sempat ia kenal gara-gara MOS dulu. Beberapa di antaranya bertanya Sheila akan kemana atau sekadar tersenyum.

Sheila menjawab jujur, yang membuat mereka sempat mengernyitkan dahi. Tetapi tidak mempermasalahkannya kemudian.

Sedangkan di lantai tiga, Sheila sempat bertemu dengan seniornya yang berwajah cantik namun kini terlihat kusut karena suasana hatinya. Ia sempat melihat senior itu berpapasan dengan Arkan dan menghindar ketika Arkan mengangkat tangannya lalu tertawa kemudian.

Dan akhirnya, Sheila sampai di rooftop yang tenang. Tetapi tidak ada siapapun di sana. Sheila jadi berpikir bahwa ia dikerjai oleh Aland.

Mencoba berpikiran positif, Sheila duduk di bangku yang ada di sana. Menunggu.

Sheiland (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang