• Sheiland #4 •

484K 39.7K 5.3K
                                    

Aland berenang hingga ke ujung kolam renang sore itu, setelah sampai ia mengusap wajahnya sembari menarik dan mengembuskan napas pelan. Masih malas untuk beranjak dari sana, sehingga hanya berdiri di ujung kolam dengan mata tertutup. Membiarkan air membasahi hingga ke batas dagu.

Aland yang mulai menggigil karena memang sudah beberapa lamanya berenang naik dan duduk di pinggir kolam, menatap air yang tidak tenang akibat pergerakannya tadi.

Aland menengadah, membiarkan tubuhnya yang masih basah tersinari matahari yang mulai pucat warnanya. Beberapa saat lamanya ia seperti itu, hingga Aland kembali menatap air kolam dan mengembuskan napas pelan lagi.

Kepalanya kini memikirkan sesuatu yang lain, tentang ia yang selalu bertindak melawan aturan yang ada. Tentang dirinya yang hampir setiap hari mengganggu siapapun yang dirasanya pantas.

Dan memikirkan alasan mengapa ia bisa sampai bertindak demikian, memikirkan seseorang yang berhasil menguatkan pemikirannya untuk menjadi seseorang yang kuat.

Aland berdiri dan menghampiri kursi santai juga sebuah meja bundar kecil tempat benda yang tadi ditinggalkannya berada, dipakainya semacam bathrobe untuk menutupi tubuhnya yang hanya dibalut celana hitam pendek tanpa atasan.

Aland duduk di sana, mengambil ponselnya dan mengerutkan kening setelahnya karena membaca suatu pesan. Bukan dari ayah atau ibunya, bukan juga dari Arkan atau Alfa dan Tirta.

Collect SMS?

Aland berdecih, siapa yang berani melakukan itu padanya? Ia akan memberikan sesuatu yang pantas untuk si pengirim pesan ini, karena sudah bertindak tidak sopan.

Apalagi jika Aland tidak mengenalnya, sungguh tidak modal.

Tetapi karena ia sendiri sedang santai, Aland menerima saja pesan tersebut dengan membayar sedikit dari pulsanya. Selain itu ia juga penasaran apakah isinya penting atau tidak.

Setelah Aland menyetujuinya, sebuah pesan masuk dan membuatnya berdecak.

Hai kak, selamat sore:)

Aland pikir isinya penting, seperti seseorang yang mengajaknya berduel setelah ia ganggu, atau ajakan pergi ke suatu tempat dari kedua sahabatnya.

Karena dirinya diliputi perasaan kesal dan penasaran, Aland memilih untuk menelepon si pengirim pesan tak modal tadi untuk mengetahui siapa orangnya.

*

Sheila masih berguling-guling di atas tempat tidur sambil terus bergumam penuh penyesalan. Kakinya tak lupa beberapa kali menendang-nendang tak jelas untuk menyalurkan perasaannya yang campur aduk.

Sheila merutuki kebodohannya sendiri, bagaimana bisa ia bertindak sebodoh itu? Bahkan untuk sebuah percobaan pendekatan ini bisa dibilang amat sangat buruk.

Akan ditaruh di mana mukanya jika Aland tahu dialah yang mengirim pesan?

"Iiihhhh gimanaaaaaaa," seru Sheila sambil memukul-mukul bantalnya gemas.

Tiba-tiba ponselnya berbunyi, hal yang membuat Sheila amat terkejut adalah yang membuat ponselnya seperti itu adalah karena sebuah telepon. Dan sekarang Aland sedang meneleponnya!

Melihat itu Sheila semakin kalut, ia turun dari tempat tidur dan melompat-lompat frustasi. Apa yang harus ia lakukan? Mengangkat panggilan itu? Tidak, ia tidak mau merasa malu. Menolak panggilan? Tidak, tidak sopan.

Ah ya, biarkan saja.

"Ya tuhan tolong hambamu ini, janji deh kalo kak Aland nggak peduli aku janji bakalan rajin ibadah. Eh, tapi aminin aja dulu. Ya tuhan tolong hambamu ini aduh gimana iniiiiiiiii!"

Sheiland (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang