• Sheiland #6 •

437K 40.5K 9.9K
                                    

Sheila masih terbengong-bengong setelah Aland menyatakan bahwa hukuman yang harus ia terima adalah menjadi pacar Aland. Jadi, ini adalah sebuah hukuman atau sebuah keberuntungan?

Sheila menarik dan membuang napas berulang-ulang, dahinya mengernyit karena tidak percaya. Seruan yang terdengar dari orang-orang di sekitarnya juga seolah menyerukan hal yang sama.

"HAH?!" seru Sheila tiba-tiba​, membuat suasana menjadi hening seketika. Bahkan jangkrik pun enggan bersuara karena bingung dengan kelakuan Sheila.

Aland melipat tangannya di dada. "Kenapa? Lo keberatan?"

Sheila meremas roknya gemas. "Duh kak kalo mau nembak aku nggak usah bentak-bentak aku kayak pas di rooftop tadi, nggak usah nyindir-nyindir juga. Emang aku nggak punya penyakit jantung tapi kalo diginiin ya kaget juga."

Dari jauh Arkan melongo, menatap Sheila lekat-lekat karena heran dengan keberanian serta kepolosan cewek itu untuk membuka mulut di saat seperti ini.

Aland mengulum senyum tipis. "Lo nggak suka?"

"Nggak, tapi sama kakak tetep suka sih hehe."

Aland tertawa kecil, membuat para jomblowati patah hati sedikit terobati karena tawa indah yang menyejukkan hati. Meskipun tetap saja mereka kecewa mengapa Aland mempunyai pacar sekarang. Karena stok cogan di SMA Pelita berkurang satu.

"Lo ikut gue." Aland tiba-tiba menarik Sheila menjauh dari kantin, membuat kerumunan itu lama-kelamaan bubar karena objek tontonan mereka sudah pergi entah ke mana.

Sheila menatap tak percaya tangannya yang kini ditarik oleh Aland, rasanya seperti mimpi. Ia menutup mulutnya dengan tangannya yang lain saking tidak percayanya.

Dengan iseng Sheila mengambil ponsel dari saku seragamnya dan mencoba memotret pegangan tangan mereka, tetapi berapa kalipun Sheila mencoba gambar yang dihasilkan pasti jelek karena ponselnya berguncang setiap kali mengambil foto.

"Nama lo Sheila kan?" tanya Aland kemudian setelah mereka sampai di taman belakang.

"I-iya Kak."

Sheila menunduk, tetapi setelah ingat ia sudah ditembak oleh Aland Sheila mendongak lagi dan mengerjapkan matanya beberapa kali. Melihat makhluk tampan seperti Aland seolah menyedot seluruh oksigen dalam tubuhnya keluar.

"Mulai sekarang jangan manggil gue kakak."

"Loh kenapa? Kak Aland kan lebih tua dari aku, atau ternyata Kak Aland masih sepuluh taun tapi mukanya udah dewasa begini?"

Aland melipat tangannya di dada lagi, memutar bola matanya malas dan menatap Sheila dengan gemas.

Ternyata Sheila itu tipe cewek yang polos dengan celetukan aneh yang selalu dilontarkannya, agak menyebalkan.

"Gue malah ngerasa terlalu tua. Mulai sekarang, panggil gue pake nama aja."

"Oke Ka ... eh, Aland. Duh kok aku jadi malu begini." Sheila menyelipkan anak rambutnya di telinga, "kirain kamu mau nyuruh aku manggil sayang, bebeb, cinta, papih, papa, ayah atau apa gitu."

"Emang kenapa?"

"Ya biar cocwit gitu, panggilannya yang sepasang. Misal ayah bunda, mamih papih."

Aland menaikkan alisnya. "Nggak sekalian almarhum almarhumah?"

Sheila membulatkan matanya. "Jangan, itu malah serem." Ia menggelengkan kepalanya pelan.

"Panggilan itu nggak penting, yang penting itu rasa antara gue sama lo."

Sheila merasa pipinya memanas seolah sedang berada dalam pemanggang kue, pasti wajahnya sudah semerah tomat sekarang. Sheila nyengir lebar kemudian. "Bisa aja kamu."

Sheiland (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang