• Sheiland #46 •

285K 25.9K 1.7K
                                    

Jika memang tak ingin merajut kisah, tak perlu memberiku harapan yang akhirnya hanya membuatku susah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jika memang tak ingin merajut kisah, tak perlu memberiku harapan yang akhirnya hanya membuatku susah.

***

Sepulang sekolah, mood Aland masih sangat berantakan.

Untung saja ia tidak memiliki niat untuk membanting benda-benda lagi, baik itu benda elektronik atau benda yang mudah pecah.

Tentu, saat Aland melakukan hal itu kemarin Lalisa menasihati soal memintanya untuk tidak melakukan hal yang sama. Sebab itu merugikan dan tak baik jika amarah disalurkan lewat cara itu.

Berbeda dengan Lalisa, Samudra memilih cara yang kelewat simple atau sederhana untuk menyikapi sikap meledak-ledak Aland itu. Yakni dengan mengancam mencabut semua fasilitas cowok itu.

Lalu, Samudra juga memiliki ancaman yang lebih ampuh dari hal sejenis yang menyangkut soal fasilitas. Yaitu dengan melarang Aland berinteraksi dengan Arkan minimal satu minggu. Dia tahu bahwa Aland tak akan bisa jauh-jauh dari kembarannya itu.

Bosan yang datang menyergap membuat Aland berguling-guling di atas tempat tidur. Guling sudah tergeletak di lantai, selimut pun mengalami hal serupa.

Aland mengambil ponsel yang tergeletak di atas nakas. Setelah membuka kunci, ia mengusap layar dari atas ke bawah, melihat notifikasi yang ada.

Aland menggulir layar ponsel, namun notifikasi yang ia tunggu-tunggu tak pernah ada lagi. Hanya berisi chat random, notifikasi likes Instagram ataupun tawaran kerja sama lewat email.

Dirinya memang sering mendapatkan tawaran untuk menjadi model atau sekadar jadi bintang tamu di channel YouTube seseorang. Aland memang termasuk remaja yang cukup terkenal di sosial media, apalagi status ayahnya yang seorang pengusaha sukses dan billionare itu membuatnya semakin menjadi perhatian orang-orang.

Aland malas untuk menanggapi email-email yang masuk. Selain karena tidak tertarik, ia juga malas jika semua itu mengganggu jam-jam kebebasan dalam hidupnya.

Sampai selesai melihat notifikasi pun, Aland tidak menemukan pesan itu.

Sheila tidak mengiriminya pesan lagi.

Aland duduk, karena gerah, ia membuka satu persatu kancing seragamnya dan melemparnya ke sembarang arah. Kemudian berbaring lagi, berusaha mengusir kebosanan dan sisa-sisa amarag. Tetapi gagal.

Angin sore yang berembus dan masuk lewat pintu balkon yang dibuka seolah mengusap tiap inci kulit Aland. Cowok yang sering tampil dengan jambulnya itu kini tengah berganti pakaian, menjadi kaus berukuran besar warna abu-abu dan celana jeans selutut.

Setelah itu, Aland keluar dari kamar dan turun ke lantai satu usai memasukkan dompet dan ponsel ke dalam saku celana.

"Kamu mau main?" tanya Lalisa begitu melihat Aland mendekat.

Sheiland (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang