• Sheiland #19 •

338K 30.1K 1.8K
                                    

Aland duduk di kantin, mengetuk-ngetuk meja dengan jari. Perasaan bosan melandanya, Sheila tidak kunjung datang ke sana padahal dia sudah mengirimkan pesan bahwa akan segera ke sana. Aland tidak menjemputnya ke kelas karena Sheila sendiri menolak, memilih datang bersama Hilda dan April.

Aland menengadah, merasa gerah dengan cuaca yang terasa panas padahal jam baru menunjukkan pukul sepuluh lewat beberapa menit. Dua kancing seragamnya terbuka, memperlihatkan kaus hitam yang ia pakai. Dasi Aland entah berada di mana, karena sejak di rumah pun Aland tidak memakainya.

Aland menoleh, memperhatikan satu meja di mana ada dua orang yang sedang memakan sesuatu di sana. Meskipun tidak terlalu suka, nyatanya Aland tetap memperhatikan mereka.

Ekspresi Arkan datar, ia memakan batagornya pelan-pelan. Sesekali mendongak ketika Agatha mengoceh dengan centil, tak lupa cengengesan dan menekan-nekan pipi Arkan dengan jarinya yang lentik. Agatha memakan es krimnya, lalu kembali berbicara dan mengganggu Arkan.

"Aland."

Seseorang yang memanggil namanya membuat Aland menoleh, terlihat Sheila yang masih memakai jaket ungu yang tadi pagi ia pakai. Rona di pipinya kembali, wajah cewek itu tidak terlihat pucat lagi, tampak lebih cerah dan segar.

Tetapi Aland mengernyit, karena Sheila tidak datang sendirian ke mejanya. Padahal dua teman Sheila Aland pikir akan pergi ke meja berbeda.

"Kok lama?" tanya Aland.

"Oh itu. Tadi nganter Hilda dulu ke toilet, dia tembus."

Hilda melotot dan memukul lengan Sheila pelan, kepolosan atau menurutnya keogeban Sheila itu benar-benar membuatnya merasa malu. Apa Aland mengerti maksud pertanyaan Sheila? Kalau iya, akan di mana ia taruh mukanya di depan cogan SMA Pelita ini?!

"Oh," balas Aland kalem, tampaknya tidak terganggu dengan jawaban yang dilontarkan Sheila tadi. Tidak peduli lebih tepatnya. "Kamu duduk sini, mau makan apa?"

Sheila masih berdiri, menoleh sejenak ke arah April yang terlihat ragu tetapi juga antusias.

"Pril, jadi?" Sheila bertanya dengan suara yang tidak bisa dikatakan pelan, membuat Aland menaikkan sebelah alis dan Hilda memerhatikan karena ia juga tidak mengerti.

"Jadi kok jadi. Ekhem, Kak Aland. Aku boleh minta tolong nggak?"

Aland melirik Sheila yang mengangguk-angguk dan menggerakkan mulut tanpa suara. "Bilang boleh."

"Kenapa gue harus bantuin lo?" sinis Aland.

April jadi bingung, ia hampir saja mencengkram kantung plastik yang ia bawa. Meremukkan benda di dalamnya. "Kan aku temennya pacar Kak Aland, jadi siapa tau ... mau bantu aku."

"Nggak."

"Ih Aland, bantuin temen aku ya, please," bujuk Sheila, yang kini mengerjapkan mata berkali-kali dengan ekspresi memohon. Puppy eyes.

Aland mendesah pelan. "Bantu apaan? Gue mau karena lo temen Sheila ya, jangan kegeeran."

Raut muka April langsung terlihat cerah, ia kemudian mengeluarkan sesuatu dari kantung plastik tadi yang ternyata berupa keripik pisang yang tipis-tipis. Aland menunjukkan ekspresi tidak mengerti.

"Mmm ... ini, aku minta bantuan kakak foto sama ini, udah itu aja. Kayak minta kakak jadi model iklan makanan, hehe."

Aland menerima sebungkus keripik pisang itu dengan ragu, sedangkan tiga sahabat itu menunjukkan ekspresi berbeda.

Sheila yang tersenyum geli, Hilda yang melongo dan April yang agak mundur untuk segera membidik Aland bersama barang dagangannya lewat kamera ponsel.

Sheiland (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang