46. Kepergian Kekal

5.4K 462 19
                                    

...

[46 - Kepergian Kekal]

Aku berjalan menuju ruang rawat Om Andi sambil membawa sekantong buah-buahan.

Langkahku terhenti saat mendengar keributan dari dalam.

"Papa ngomong apa sih? papa nggak boleh pergi! Papa 'kan belum tepatin janji Papa!"

Napasku tercekat saat mendengar kalimat yang di ucapkan Milo.

Aku membuka pintu ruang rawatnya pelan-pelan.

Pemandangan yang sangat tidak ingin kulihat. Milo yang memeluk Papanya erat dan Tante Kanya yang menangis di dekat Milo.

"Papa bangun..." Milo mengguncang tubuh Om Andi.

Aku mematung di tempatku.

"Buka mata Papa, Pa! Papa harus bangun! Kenapa Papa malah ninggalin Milo? Katanya Papa mau sembuh, Papa mau ketemu Mama. Kenapa, Pa?!"

Kantong buah di genggamanku terjatuh. Tante Kanya yang melihatku, segera menghampiriku.

"Tante, Om Andi kenapa?" tanyaku.

Air mata Tante Kanya menetes. "Mas Andi ... sudah nggak ada, Lova..."

Aku menutup mulutku dan langsung memeluk Tante Kanya.

"Kalian mau bawa Papa saya kemana? Papa saya belum meninggal! Gak ada yang boleh bawa Papa saya!"

Aku menghampiri Milo dan merengkuh tubuhnya ke dalam pelukanku. "Ikhlasin, Om Andi. Dia udah nggak ngerasain sakit sekarang. Kalau lo nangis, Om Andi nggak bakal tenang disana."

"Papa gue nggak meninggal, Lov..."

"Papa lo emang nggak meninggal. Hanya nyawanya yang pergi, tapi jiwanya tetap ada disini, di hati lo," ucapku sambil menyentuh dadanya.

"Papa nggak akan pergi, Lov..." ucap Milo sambil meneteskan air matanya.

Aku menarik Milo ke dalam pelukanku dan mendekapnya erat.

"Mil, ini jalan ke rumah lo?" tanyaku saat melihat motor Milo tidak yang menuju rumahku.

Dibalik helmnya, Milo mengangguk.

Tiba-tiba ingatan Milo yang membentakku kembali terputar di otakku.

"Ngapain? Anter gue pulang aja..."

"Enggak, lo ikut ke rumah gue."

Aku menggeleng-gelengkan kepalaku saat chat Milo dengan Indra muncul di ingatanku.

"Gue malu ah!" alibiku.

"Enggak usah malu kenapa sih," katanya sambil melirikku lewat spion.

"Nanti—"

Aduh keceplosan!

"Nanti apa?"

"Nggak, bukan apa-apa kok. Lupain."

Milo membuka pintu rumahnya. Aku mengikutinya di belakang dengan takut.

"Siapa?" tanya Mama Milo datar saat melihatku masuk bersama Milo.

"Lova, Ma. Pacar Milo."

Aku menghela napasku.

"Halo, Tante. Saya Lova..."

Tanpa diduga Mama Milo tersenyum. Wajah yang dulu terlihat sangat lelah, kini terlihat lebih segar.

MilovaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang