BAB 9

718 125 10
                                    

Park Jimin.

Ia tampak duduk bersandar di pintu kamar sambil menangis. Suaranya memenuhi sudut ruangan membuat siapapun yang mendengarnya mungkin sangat terusik oh! atau malah kasihan? Ia begitu menyedihkan dan suram. Lelaki itu sangat merasa kehilangan. Tangisannya tidak akan bisa mengembalikan waktu.

Jimin menangisi Kairo Matashi, ayah kandungnya.

Jemarinya mengepal dan bergetar. Kepalanya menunduk seperti tertimpa batu. Ia ingin sekali kembali ke tempat tadi dan mencari pembunuh ayahnya itu untuk membalas dendam. Namun, semua hanya omong kosong. Nyatanya hanya menangis yang dapat dia lakukan.

Bibir Jimin menggumamkan nama ayahnya. Ia sangat berharap beliau bisa mendengar lirihannya. Sesak dalam dadanya terus berlanjut melihat ayahnya tewas setelah mengikrarkan janji sucinya kepada wanita yang ia cintai.

Jimin mengadahkan kepalanya dan menatap kosong, menghentikan air matanya yang terus mengalir. Namun, entah apa yang masuk ke dalam pikirannya tiba-tiba dengan cepat ia mengusap air matanya dengan kasar.

Tungkainya berdiri, lelaki itu menggeram. Ia mendelikkan matanya yang memerah dan berangsur menjauh dari pintu.

Jimin memecahkan vas bunga, membuang meja dengan kasar, membongkari bajunya di lemari, bahkan yang berada di atas kasurnya ia lempar ke sembarang arah. Kini kamarnya seperti kapal pecah.

Jimin mengacak-ngacak rambutnya frustasi. Lelaki itu benar-benar tidak bisa mengontrol dirinya. Iblis berhasil mempengaruhi Jimin. Sampai-sampai ia tak merasakan sakit akibat menginjak serpihan kaca di telapak kakinya.

Urat-urat disekitar badan Jimin sudah sangat terlihat jelas, kedua tangannya menekuk dengan kuat, rahangnya mengeras, matanya menatap tajam pada kaca kamarnya. Telinganya terus dibisiki untuk memukul kaca itu dan jatuh ke bawah.

Namun semua itu lenyap saat pintu kamar terbuka dengan keras. "APA YANG KAU LAKUKAN, HYUNG?!" Teriak seseorang di ujung pintu.

Jimin berbalik menghadapnya, dan tertawa sarkastik, "AKU? AKU HANYA INGIN MENJEMPUT AYAHMU, JEON!"

Jungkook membekap tubuh Jimin dengan tangisan yang Jimin benci. "SADARLAH, HYUNG! SADAR! KUMOHON!"

Jimin mendorong jauh Jungkook dan meninju wajah adiknya sampai lelaki itu meringis karena darah telah menetes disudut bibirnya. "SADAR?! AYAHMU, AYAHMU MATI JUNGKOOK! KAU BILANG SADAR?!"

Jungkook yang tadi jatuh, kembali berdiri dan memeluk kakaknya. "KARENA HANYA KAU YANG BISA MENGGANTIKAN APPA HYUNG.... JEBAL HYUNG...JEBAL... AKU INGIN KAU KEMBALI BUKAN SEPERTI INI..." Kata Jungkook sambil menangis di bahu Jimin.

Sadar, Lelaki itu sadar dengan tangisan Jungkook. Jantung mereka berdua saling berpacu kencang. Tatapan Jimin tadinya menajam seperti pisau kini menjadi kapas yang lembut. "Maafkan aku Jeon, maafkan aku... Aku tidak pantas menjadi kakakmu." Jimin meneteskan air matanya, ia membalas pelukan adiknya yang sangat menghangatkan tubuhnya.

Jimin tidak tahu apa yang barusan ia lakukan kepada adiknya, dasar bodoh! Dasar gila! Tega-teganya kau memukulnya, PARK JIMIN! , pikirnya.

"Mengapa kau masih menyadarkanku Jeon sedangkan tanganku telah melukai wajahmu." Gumam Jimin.

Jungkook melepaskan pelukannya dan menatap manik mata kakaknya. "Karena aku ingin menemukan mereka yang telah membunuh ayah, hyung."

"Kau benar, kita harus membunuh mereka."

Jungkook mengangguk dan berkata. "Pertama, yang harus kita butuhkan adalah hal-hal yang kau curigakan waktu pulang ke Korea."

Jimin mengerutkan dahinya mencoba berpikir, apa yang ia curigakan selama di Korea?

Killer Job ✘ M.Y.G Donde viven las historias. Descúbrelo ahora