Someday. 8

4.1K 455 18
                                    

"Nih." Sarah menyerahkan ponselnya kepada Dhafin begitu ia sudah masuk ke dalam mobil.

Dhafin menerima ponsel tersebut meski dengan malas, dia masih kesal karena dipaksa untuk ikut pulang.

"Coba kamu cek pesan dari ayah kamu," ucap Sarah setelah ia mengenakan seatbeltnya kemudian melajukan mobil toyota yaris tersebut.

Dhafin menurut, lalu membuka pesan yang dimaksud oleh ibunya.

Ayah D&D:
Sa, maaf kalau pesan ini mengganggu kamu, aku cuma pengin tanya. Kamu udah pulang dari Bogor apa belum?

Dhafin sengaja membaca pesan yang dikirim ayahnya dari awal, selain ingin tahu lebih jelas tentang isi pesan itu. Dia juga merasa penasaran, barangkali ada pesan romantis yang dikirim ayahnya untuk ibunya.

Me:
Jam 11 sekarang, aku balik ke Jakarta. Memangnya ada apa, Mir?

Ayah D&D:
Siang ini aku harus meeting ke ciputat. Takutnya aku telat jemput Dhafin. Kalau tidak mengganggu, apa bisa kamu jemput Dhafin?

Seulas senyum miris terbentuk di bibir Dhafin, tiba-tiba dia merasa menyesal sudah marah pada ibunya.

"Jangan manyun lagi dong," Sarah tersenyum menatap pantulan wajah anaknya dari kaca spion tengah. " Ibu udah bawa mobil kebut-kebutan supaya bisa sampai tepat waktu jemput kamu. Eh malah dikasih manyun."

"Tau ah, Ibu juga sih ujug-ujug datang aja. Ibu 'kan bisa ngasih kabar dulu sms kek atau telepon kek," sungut Dhafin. "Pantesan Ayah juga di telepon bilangya 'iya mau otw, iya udah di jalan, maaf macet' gak taunya berangkat dari ciputat, ya gak nyampe-nyampe."

Sarah terkikik mendengar Dhafin menggerutu, sifat anaknya itu perlahan kembali seperti dulu. Sudah mulai bisa mengungkapkan kekesalannya lagi dan bicara panjang. Sarah ingin mengucapkan terima kasih pada siapa dan apapun yang sudah membuat Dhafinnya perlahan kembali.

"Oh iya, Fin. Ibu punya oleh-oleh nih buat kamu." Sarah mengambil goodie bag di sampingnya lalu memberikan benda tersebut pada Dhafin.

"Isinya apa?"

"Bisa kali, Fin bilang hatur nuhun dulu?" Sarah mennyindir dengan nada sebal.

"Hatur nuhun ya, Bu?" Dhafin langsung mengeluarkan kado berbentuk kotak dari dalam goodie bag tersebut lalu merobek kertas kado yang membungkusnya. Mata Dhafin menatap haru pada isi dari kotak yang dibukanya itu. Di dalam sana ada sebuah sarung, baju koko dan juga peci. "Ini buat aku, Bu?"

"Iya, maaf kalau Ibu baru bisa ngasih benda itu sekarang. Kamu tau sendiri kala--" Ucapan Sarah terpotong saat dia merasakan Dhafin menyenderkan kepala di pundaknya.

"Maaf ya, udah kesel sama Ibu."

Sarah tersenyum. "Gak masalah. Kalau udah minta maaf gitu, bisa dong duduknya pindah ke depan? Soalnya Ibu berasa banget jadi sopirnya."

Dhafin menurut kemudian pindah ke jok depan.

"Hadiahnya besok mau aku pakai salat jum'at," ujar Dhafin, semangat.

"Ibu senang ngeliat kamu udah banyak kemajuan. Rencananya, nanti Ibu pengin undang guru ngaji ke rumah buat ngajarin kamu. Kamunya mau nggak?"

Dhafin mendengar nada kesungguhan yang teramat sangat jelas dari nada bicara ibunya itu. Dukungan yang diberikannya tak sekadar ucapan saja, tapi lebih dari itu Dhafin bisa melihat harapan yang besar terpancar di mata ibunya untuk dirinya.

Someday.Where stories live. Discover now