Someday 15

3.6K 474 37
                                    

Setelah mobil Honda BRV yang dikendarai oleh Ari  sudah benar-benar sampai di depan gedung apartemen, tanpa membuang waktu lama Dhafin langsung membuka pintunya. " Mau mampir dulu gak, Bang?" tanyanya sebelum beranjak turun dari mobil berwarna putih tersebut.

"Kayanya gak deh, Fin. Lain kali aja, soalnya ini mobil lagi ditungguin juga sama si Bilal."

Dhafin mengangguk paham dan langsung turun setelah mendengar jawaban itu. "Makasaih ya, Bang. Buat hari ini," ucapnya sambil menutup pintu mobil.

"Santai aja," balas Ari dari dalam mobil. "Kalau gitu gue balik dulu ya?"

"Iya."

Dhafin tidak langsung beranjak masuk. Ia memilih berdiri sebentar di sana sembari memperhatikan orang-orang yang masih ramai berlalu lalang. Hingga setelah mobil yang dikendarai Ari sudah benar-benar tidak terlihat, barulah ia melangkahkan kaki. Tapi bukan untuk masuk. Melainkan berjalan menghampiri sebuah mobil yang terparkir tidak jauh dari tempatnya berdiri sekarang.

Senyum bahagia tersungging begitu saja mengiringi langkah Dhafin saat berjalan menghampiri kendaraan yang ia yakini sebagai kendaraan milik ibunya. Dia sudah tidak sabar untuk segera mendekati mobil itu lalu masuk ke dalamnya dan memeluk pemiliknya. Dhafin sudah sangat merindukan ibunya.

Tapi semakin tipis jaraknya dengan mobil tersebut, jantung Dhafin malah berdetak dalam tempo agak cepat.  Dari dalam mobil yang sepertinya dengan sengaja tidak dinyalakan lampunya itu, ia melihat samar-samar ibunya tengah mengenakan pakaian berwarna gelap sedang memeluk dan mencumbu seseorang. Ia tidak tahu laki-laki itu siapa, tapi yang pasti itu bukan ayahnya.

Dhafin menelan ludah mendapati pemandangan tersebut. Langkah kakinya pun ikut terhenti, ia memilih mematung di sana sambil berharap kalau orang yang berada di dalam mobil tersebut menyadari kehadirannya kemudian menghentikan perbuatan menjijikan itu segera.

"Ibu." Dhafin bergumam pelan sambil berjalan pelan untuk lebih dekat dengan mobil tersebut. "Ibu," ucapnya agak lantang dan keras.

Rahang Dhafin mengeras, kedua tangannya terkepal kuat. Begitu jaraknya dengan jendela mobil sudah kurang dari setengah meter, ia langsung mengetuk kacanya dengan agak keras dan sedikit brutal. "Keluar!" teriaknya. Ia sudah tidak bisa bersabar lagi untuk hanya diam saja. Ini sudah keterlaluan.

Usaha Dhafin tidak sia-sia. Tampak pergerakan agak panik dari orang yang tengah berada di dalam mobil tersebut.

"Dhafin?" Sarah, orang yang pertama kali membukakan kaca kemudian keluar dari dalam mobil. "Akhirnya kamu pulang juga," ucapnya, dengan suara yang sarat dengan kekakuan.

"Suruh dia keluar juga," ucap Dhafin. Menunjuk sosok lain yang masih berada di dalam mobil. "Suruh dia keluar!" bentaknya kemudian, saat Sarah malah diam dan tidak menuruti perintahnya.

"Sayang." Sarah mencoba memegang tangan Dhafin, tapi kemudian ditepis oleh anak itu.  Sehingga mau tidak mau ia pun akhirnya menuruti kemauan Dhafin. Meminta laki-laki yang tadi bersamanya di dalam mobil untuk keluar. "Kamu salah paham," bisiknya sambil menahan lengan Dhafin.

Dhafin tidak menggubris bisikan ibunya itu. Rasa marah dan kesal sudah terlanjur menguasai dirinya sekarang hingga setiap ucapan yang keluar dari mulut sarah seakan menjadi api penyulut yang semakin membuat perasaan itu semakin membara.

Mata Dhafin berkilat amarah. Kedua bola matanya menatap tajam pada sosok laki-laki yang keluar dari dalam mobil. Sudut bibirnya tertarik, tersenyum sinis begitu laki-laki tersebut mendekat ke arahnya. "Oscar?" gumamnya, lirih.

Begitu Oscar sudah berada pada jarak kurang dari dua langkah. Bogem mentah milik Dhafin langsung melayang begitu saja, mengoyak sudut bibir laki-laki itu hingga mengeluarkan darah dan tubuhnya terjerembab ke atas kap mobil.

Someday.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang