someday. 14

3.6K 510 65
                                    


Maaf baru nongol. Semoga masih ada yang menunggu 🙏

Kemarin-kemarin kemana aja?

Pokoknya gitulah, ada hal yang sulit untuk dijelaskan😆.

I'm Yours dan baby boy menyusul setelah ini. Bisa jadi ntar sore atau malam 😂

Langsung aja deh. Selamat membaca 💕

》》》

Ibu Sarah: Aku udah di lobi apartemen, suruh Dhafin aktifin ponselnya terus siap-siap. Aku mau langsung ke atas dan jemput dia.

Raut tidak suka tampak jelas kentara di wajah Emir yang masih basah karena air wudhu saat ia membaca pesan dari mantan istrinya yang terkesan memerintah itu.

Me: Langsung ke sini aja.

Usai mengirimkan pesan balasan kepada Sarah, Emir pun langsung menggelar sajadah lalu mengenakan kain sarung. Lebih baik ia menunaikan salat dahulu sebelum menemui ibu dari anak-anaknya itu.

Lagi pula, anak yang dicari Sarah belum kembali ke apartemen. Jadi percuma saja jika ia bergegas untuk menemui perempuan itu, toh bukan dirinya yang dicari Sarah.

***
Suasana ruang keluarga yang tadinya terasa hangat dan ramai itu berubah menjadi sepi, hanya suara obrolan dari TV dan suara game dari laptop saja yang terdengar nyaring memenuhi ruangan itu setelah dua dari enam orang yang berada di sana satu per satu berpamitan pulang usai melaksanakan salat magrib, menyisakan; Dhafin dan Ari si pemilik rumah juga Bilal dan Alif yang sedang membeli nasi goreng.

"Ck, malah mati," gerutu Dhafin, pelan. Melihat layar ponselnya yang berubah gelap, padahal dia sedang bertukar pesan dengan ibunya.

"Dari tadi 'kan udah gue bilang, cas dulu, Dhafin!" Ari berpaling sebentar dari laptopnya. Menatap kesal laki-laki seusianya yang sedang berbaring dalam posisi tengkurap di sampingnya. "Kalau gak mau ngecas di kamar, bawa aja charger-nya ke sini," ucapnya, agak ketus.

"Males," balas Dhafin, tak kalah ketus.

"Coba ngomong kaya gitu di depan nyokap gue. Gue gak bisa jamin pala lu bakal selamat, fin."

"Kenapa?" tanya Dhafin, heran. Perasaan dia hanya mengucapkan kata 'males' saja, lalu apa hubungannya dengan keselamatan kepalanya.

"Pasti digeplak," jawab Ari, "Kalau disuruh sama orang yang lebih tua itu harus langsung gerak cepat gak boleh bilang ntar dulu apalagi males, kecuali kalau disuruh yang gak bener, baru boleh nolak."

"Itukan kalau yang nyuruhnya orangtua," gumam Dhafin, membela diri.

Ari menoleh lalu mendelik. "Gue juga orang - maksud gue lebih tua dari lo."

Dhafin menggulum senyum, lantas merangkul pundak kakak kelasnya itu, tanpa perasaan sungkan lagi. "Cuma beda beberapa bulan doang," ujarnya.

"Sok tau! Intinya gue lebih tua dari lo," sungut Ari.

"Tapi belum setahun bedanya," balas Dhafin tak mau kalah.

"Tetap aja gue lahir lebih dulu dibandingin, lu, Tuyul!" cerocos Ari, sambil menjepit leher Dhafin dengan lengan kirinya lantas menjitaknya beberapa kali hingga Dhafin memekik dan meronta meminta dilepaskan. "Pake hape gua aja." Akhirnya Ari melepaskan lengannya dari leher Dhafin. Lalu menggeser ponsel miliknya ke hadapan Dhafin. "Terus kasih tau bokap lo, kalau lo belum bisa pulang karena gak ada kendaraan."

Dhafin tidak langsung menurut dan malah merenung.

"Cepetan! Sebelum bonus teleponnya abis."

Sekarang Dhafin menurut, diambilnya ponsel tersebut tapi kemudian merenung lagi. Membuat Ari yang berbaring di sampingnya mengerenyitkan wajah, heran

Someday.Where stories live. Discover now