End.

6.3K 473 105
                                    

"Fin."

Kaki jenjang Dhafin langsung berhenti melangkah ketika suara milik Hana menyapa gendang telinganya. Dhafin lantas menoleh, mendapati si pemanggil sedang berdiri menyender pada tembok pos security.

"Sini bentar." Hana melambaikan tangan.

Dhafin menurut, dia berjalan cepat menghampiri Hana  berdiri di sampingnya tanpa bertanya ada apa ataupun kenapa?

"Gue mau ngomong sesuatu," ucap Hana. Mengutak-atik ponselnya kemudian menatap Dhafin. "Bokap lo datang, tapi sama nyokap gue," lanjutnya dengan suara yang memelan di akhir kalimat. Lalu menunjukkan pesan yang dikirim ibunya pada Dhafin.

Kedua alis Dhafin terangkat, sedikit kaget. "Udah tau," balasnya. Padahal tidak sama sekali, yang Dhafin tahu hanya ayahnya datang bersama orang lain.

Bukan bersama Nesa.

"Nyokap gue bilang, dia gak sengaja ketemu bokap lo di bengkelnya Om Dhika, bokapnya Ari."

Dhafin mengangguk.

"Tadi pagi dia emang udah niat mau ke bengkel buat nyuci mobil sekalian servis sih. Bokap lo juga?"

Dhafin tidak tahu, namun lagi-lagi ia mengangguk. "Iya. Semalam Ayah bilang mau ganti ban," bohongnya.

"Oh." Hana manggut-manggut. "Kalau gitu anggap aja mereka emang bener-bener gak sengaja ketemu di sana."

Dhafin mengangguk lagi.

"Atas nama nyokap gue, gue minta maaf. Tapi---"

Otot di leher Dhafin menegang mendengar Hana menjeda ucapannya. Dia yakin setelah ini akan ada ultimatum yang diberikan Hana untuk ayahnya, tapi melaluinya.

Hana menghela napas, matanya menatap lurus ke depan pada teman-temannya yang masih berlalu lalang. Memberi tatapan membunuh pada siapapun dari mereka yang melihatnya dengan tatapan curiga. "Gue minta lo jangan mikir negatif dulu sama nyokap gue. Walaupun nyokap gue janda, tapi gue bisa jamin kalau dia masih punya iman untuk tidak godain cowok sembarangan," lanjutnya defensif.

Dhafin menolehkan kepala, menatap tidak percaya pada Hana. "Orangtua kamu pisah?"

"Ya," jawab Hana terkesan malas. "Kenapa?"

Dhafin menggeleng.

"Semoga lo gak berpikir kalau nyokap gue itu kegatelan."

Kali ini Dhafin sontak berdecak sebagai bentuk protes. "Kasar banget, Han," ucapnya.

Sudut bibir kiri Hana terangkat. Lalu dia menundukkan kepala. Melihat lantai. "Emang kalau gue alusin orang lain akan paham? Bukannya cuma ibarat itu ya yang gampang dipahami orang-orang sekarang?"

"Han?" Dhafin menyela lagi.

"Hm?" Hana menoleh, mendongakkan kepala menatap Dhafin.

Terlebih dahulu Dhafin menelan ludah, kemudian dalam satu tarikan napas dia berkata, "Aku juga minta kamu jangan khawatir, walaupun ayahku itu duda tapi dia bukan tipe cowok murahan yang gampang nempel sama cewek cantik." Setelahnya ia mengembuskan napas sambil mengelus dada.

Hana terperangah, sesaat keheningan menyelimuti keduanya. Namun sejurus kemudian gadis itu tertawa sumbang. "Jadi bokap lo?"

Dhafin mengibaskan tangan. "Udahlah gak perlu dibahas."

"Jadi baru aja kita omongin itu adalah tentang seorang janda dan duda yang gak sengaja ketemu di bengkel?" Hana menggelengkan kepala takjub.

Dhafin tersenyum lebar kemudian mengangkat bahu. "Takdir?" tanyanya, ragu.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 03, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Someday.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang