Hoobae

2K 235 16
                                    

Jisoo berlari mendahului Seungcheol. Smirk tercetak jelas di bibir itu. Mata kucingnya berkilat kemenangan.

Tiga langkah lagi.

Gotcha!

Jisoo berhasil mengalahkan Seungcheol. Ia sampai di mesin penjual minuman, garis finish dari pertandingan mereka.

“Kau sudah tua ternyata, haha!”
Seungcheol mendengus kesal. Ia tidak terima. Tentu saja, mereka hanya terpaut empat bulan. Walau begitu, ia tetap mentraktir minuman dari mesin di sana sesuai perjanjian awal.

“Hah! Seoul tidak berubah. Hari kerja pun masih banyak yang bermain di taman ini.” celetuk Jisoo, menyandarkan punggungnya pada bangku panjang di sana.

“Bagaimana hubunganmu dengan Seokmin?” tanya Seungcheol usai mendudukan dirinya di samping Jisoo. “Baik.” Alis Seungcheol bertaut. Kata baik tidak sesuai dengan ekspresi Jisoo ketika mengucapkannya.

“Kau kembali ke Seoul karena bertengkar dengannya?”

Jisoo tertawa kecil. Seungcheol pantas mendapatkan predikat orang yang paling mengerti dirinya. “Ketahuan yah?” Jisoo tertawa lagi.

“Apa yang dilakukannya padamu?”

“Dia melarangku berkerja. Kau tahu, kan? Aku tidak akan bisa hanya diam di rumah menunggunya pulang.”

“Kalian sudah sama-sama dewasa. Kau juga lebih tua darinya. Seharusnya tidak perlu kabur sejauh ini.” Seungcheol menghela napas sejenak. Sangat heran dengan tingkah sahabatnya yang satu ini.

“Bagaimana hubunganmu dengan hoobae yang kau bicarakan itu?”

“Jeonghan? Dia tidak menyerah walau sudah kukatakan dia terlalu muda. Lalu aku menyuruhnya untuk membuatku menyukainya. Dan yah, kupikir aku sedikit tertarik.”

“Wah! Itu sangat bagus! Kalau tidak salah, kau bilang usia kalian terpaut tiga belas tahun, kan?” Seungcheol mengangguk. “Seharusnya pak tua sepertimu beruntung disukai oleh darah muda.” Lanjut Jisoo. Ia terbahak ketika melihat Seungcheol memicingkan matanya.

“Aku masih 34, dan itu tidak tua.”

“Hah! Andai Seokmin lebih tua dariku.”

“Mengapa? Bukankah ia memiliki pemikiran yang dewasa?”

“Ya, tapi terkadang sifat kekanakannya muncul. Aku sedikit menyesal ketika menyetujui permintaannya saat menikah denganku.”

“Permintaan?” Jisoo mengangguk. “Eum! Sebagai yang lebih tua, ia memintaku untuk selalu mengurus dan menjaganya. Aku juga ingin ia melakukan hal yang sama.”

Perlahan, air mata Jisoo membanjiri pipinya. Tidak deras, namun cukup mampu membuat Seungcheol kelabakan. Dengan sigap, pria bermarga Choi itu mendekap sahabatnya. Megusap punggung Jisoo hingga ia tenang.

“Dia bukannya tidak menjagaku,” ujar Jisoo masih dengan isakannya ketika mendengar gigi Seungcheol bergemeletuk. “Dia menjagaku dengan baik. Tapi, aku juga ingin dia sesekali memanjakanku. Tidak hanya aku yang selalu menuruti keinginan kekanakannya.”

Hah, ini lah yang menyebabkan Seungcheol malas menikah. Ia tidak suka dengan prahara di dalamnya, apapun itu. Namun, paradigma itu sudah mulai pudar ketika ada seorang pemuda yang dengan gigih mencuri perhatiannya.

“Kau seharusnya jujur tentang ini padanya. Bukannya malah kabur lalu menganggu hari kerjaku.” Seungcheol merasakan pukulan Jisoo dalam dekapannya. Ia tertawa, namun tetap mendekap erat sahabat tersayangnya itu.

Getar pada saku celananya membuat pelukan mereka terlepas. Manik Seungcheol membulat. Kepalanya sibuk meoleh ke kanan dan ke kiri. Ia bangkit, berlari menjauh, mengabaikan Jisoo yang menyerukan namanya.

‘Hyung, aku menyayangimu. Sayangnya kau tidak. Haha😂 Sampaikan salamku pada pria itu.'

End.

JEONGCHEOL'S STORIESWhere stories live. Discover now