Whore

1K 124 16
                                    

Bukan maunya menjadi hina. Bukan maunya menjadi rendah. Bukan maunya menjadi bahan gunjingan semua orang.

Adalah salah ketika ia mencoba mencicipi segala gemerlap dunia malam. Penasaran membuatnya terlibat jauh dalam kegelapan.

"F-fas-ter, ah!"

Suara keras dari kulit yang saling bertumbukan terus menggema di sana. Sesekali diiringi rintihan memohon, tak jarang pula diwarnai jeritan-jeritan tertahan, sementara desahan menjadi lagu latar belakang utama.

Aroma percintaan menguar pekat tanpa bisa disamarkan. Rokok, alkohol, bahkan pakaian berserakan menghiasi segala sudut.

Satu tumbukan kuat mengakhiri malam panas kali ini. Keduanya berbaring bersisihan, saling mengatur alur pasokan oksigen sembari memandang langit-langit kamar.

"Mau ke mana?"

"Pergi. Apalagi memangnya?"

Jeonghan menatap dalam iris kelam itu. Mengantung beragam kata dalam benaknya, namun tiada satu pun yang terucap.

"Tidak bisakah kau bermalam kali ini saja?" lirihnya. Seungcheol memicingkan mata, tangannya tidak berhenti memakai kembali pakaian yang ia tanggalkan tadi. "Bermalam?" ia tertawa hambar. "Yang benar saja!"

Seungcheol merangkak di atas kasur, mendekati Jeonghan yang masih berada dalam selimut. Bibirnya membentuk kurva yang menurut Jeonghan bukanlah sebuah ketulusan.

"Seorang jalang tidak berhak memaksa tuannya untuk tinggal," jemari yang tadi memberi kenikmatan di dalam liangya kini bergerak kasar di rahang Jeonghan. Mencengkram erat hingga membuat seluruh wajah pucatnya memerah.

"Aku-tidak-memaksa," Jeonghan bersuara dengan susah payah.

"Lalu apa? Oh, atau kau menginginkan bayaran seperti jalang lainnya?"

Jeonghan bukan pria lemah. Dia terbiasa dengan segala hinaan, cacian, dan makian. Si cantik itu menulikan telinga hanya demi bertahan bersama orang yang ia inginkan. Namun kali ini, embun di matanya tidak bisa dihentikan.

"Kau seharusnya tahu, aku hanya menjadi jalang untukmu," suaranya bergetar.

Seungcheol menghentak dagu dalam cengkramannya. Jemarinya kini beralih pada leher yang dipenuhi ruam kebiruan.

"Kau juga seharusnya tahu, tidak ada satu jalang pun yang merelakan tubuhnya secara percuma kalau bukan karena cinta."

Satu tamparan keras menghantarkan kepala Jeonghan mengenai ujung headboard. Pelipisnya memerah, pusing juga sedikit melanda.

"Omong kosong!"

Dengan begitu, satu jambakan ia dapatkan diikuti hantaman bertubi. Jeonghan hanya bisa menyamankan diri, bersahabat dengan sakit, pasrah.

Memangnya, apa lagi yang bisa ia lakukan?










...










JEONGCHEOL'S STORIESKde žijí příběhy. Začni objevovat