Caring

1.4K 171 6
                                    

"Berhenti mengikuti, berengsek!"

Jeonghan mendengus kasar. Berbagai umpatan serta makian terus keluar dari mulutnya, mengabaikan robek di sudut bibir.

"Bedebah! Kau cari mati ya?!"

Jeonghan lelah. Ia menyerah dengan orang yang mengikutinya. Tubuh berbalut kaus lusuh itu berbalik, menatap tajam manik selegam arang.

"Cukup sampai di sini. Pulanglah! Cuci kaki, pakai piyamamu, lalu tidur." Suaranya melembut, cukup lembut untuk disandingkan dengan alunan nada sarkas.

Kaca mata bulat, seragam sekolah, beberapa buku di tangan, cukup untuk membuat Jeonghan menghembuskan napas lelah entah untuk yang keberapa kalinya. "Kau bisa lihat, aku baik. Sangat baik," jelas Jeonghan.

"K-kau tt-ti-dak b-ba-ik," orang itu menunduk dalam. Menunjuk bibir Jeonghan takut-takut dengan tangannya yang tak memegang apapun.

Jeonghan menghempaskan tangan itu dari hadapannya. "Baiklah, aku tidak baik. Jadi, tolong pulanglah dan biarkan aku istirahat di rumahku. Sen-di-rian!" ia memberi penekanan di akhir kalimat.

Perlahan, siswa itu menegakkan kepala. Melirik gusar ke arah objek hidup di depannya. "M-ma-af," lirihnya memancing Jeonghan kembali ingin mengumpat. Namun, tidak. Ia masih memiliki sedikit kesabaran. Ya, sedikit.

Menghela napas sekali lagi, pria berambut panjang itu berkata, "Dengar, Choi Seungcheol! Aku baik-baik saja dan berhenti mengucapkan maaf!"

Seungcheol melihat Jeonghan dari balik poninya. Suasana temaram membuat ia menajamkan mata menelisik keadaan Jeonghan, walaupun telah dibantu dengan sepasang lensa tebal.

Tak perlu dijelaskan, Seungcheol sangat tahu bahwa Jeonghan baik-baik saja, tidak ada goresan di setiap jengkal tubuhnya. Sudut bibir, tentu saja pengecualian.

"Hyung..."

"Pulang!"

"Hyung, aku..."

"Pulang, Choi!"

Seungcheol membalikkan tubuhnya. Melangkahkan kaki sesuai perintah Jeonghan. Tinggal lurus hingga persimpangan, lalu belok ke arah timur. Pintu coklat setelah tiga rumah pertama, masuk ke dalamnya dan kau akan disambut dengan ruang tamu Keluarga Choi.

Sayangnya, Seungcheol kembali berbalik menghadap Jeonghan setelah jarak beberapa meter. Irisnya mengunci hazel pria bersurai sebahu itu.

"Jika kau tidak ingin mendengar kata maaf dariku, maka kau harus mendengar yang satu ini. Terimakasih. Terimakasih telah peduli."

Jeonghan mematung, memandang punggung Seungcheol hingga menghilang di ujung jalan. Berbalik, membuka pintu untuk masuk ke rumahnya sendiri.

"Peduli, ya?"

Jeonghan tersenyum getir. Tak menyangka ia telah menolong anak ingusan dari beberapa preman.

Baginya, sepuluh kepala pria bertubuh besar masih bisa ia jinakkan di bawah kakinya. Mengusir beberapa orang yang ingin menjahati Seungcheol adalah perkara mudah.

Yang sulit adalah, mencoba tidak peduli dengan pemuda bermarga Choi yang sialnya telah menjadikan seorang Yoon Jeonghan mati kutu hanya dengan surat cinta di minggu petang lalu.

End.








Tolong kasih tau aku kalo part ini atau part sebelumnya ada yg gaje:")
Dengan senang hati, aku pasti nerima kritik dan saran selagi itu membangun:))

With love,

Wortel

JEONGCHEOL'S STORIESWhere stories live. Discover now