Chapter 32

1K 85 6
                                    

"Hai

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Hai.." ucap madan saat memasuki ruangan yang didominasi dengan bau obat-obatan itu.

"H-hai." jawab rania sambil menatap jari jemarinya yang saling mengenggam satu sama lain.

Hening.

Ruangan berwarna putih itu bak tak di tempati satu orangpun. Mereka hanya sibuk dengan pikiran masing-masing.

Hingga rania yang sudah jenuh dan mulai memulai pembicaraan.

"Kata ibnu kakak mau bicarain sesuatu?" masih dengan menatap jemarinya yang kini tengah membentuk sketsa tak jelas di celana pasiennya.

"Hmm..  Itu.. " gumam pemuda itu sambil memperhatikan gerak-gerik rania.

"Maaf" ucap pemuda itu pelan.

"Eh?"

"Maafkan aku.. Ini semua salahku.. Jika saja aku tidak menyetujui permintaan riska.. Jika saja aku tidak egois.. Jika saja.. Jika saja--" ucap madan

"Cukup." potong rania cepat. Lalu mendongakkan kepalanya menatap wajah madan dengan tatapan sendu.

"M-maksudku.. Sudah tak ada yang perlu di sesali.. Semuanya sudah terjadikan? Lalu untuk apa lagi mengulanginya?" ucap rania. Kali ini tangan-tangan mungil itu tengah meremas ujung bajunya.

"Aku lelah.. Tak bisakah memberiku sedikit ruang untuk bernapas?.. Maaf jika aku kasar.. Tapi mengingat kejadian itu.. Aku merasa di bohongi.." rania menggigit bibir bagian dalamnya lalu kembali melanjutkan ucapannya.

"Aku... Aku merasa jahat.. Aku berada di sisi kakak bukan karena aku ingin.. Tapi.. Tapi karena aku takut.. Aku takut melihat ibu kakak sedih.. Aku takut melihat kakak melukai diri  sendiri.. Aku minta maaf karna terlalu memaksakan diriku untuk berada disisi kakak.. Aku minta maaf.. Benar-benar minta maaf.."

Ruangan berbau obat menyengat itu kembali lengang. Madan bungkam. Ia sadar, Selama ini orang yang di cintainya tak sedikitpun bahagia.

Rasa menyesal menyeruak ke setiap sudut hatinya.

"Maaf.. Maaf.. Maafkan aku.." gumam pemuda itu masih dengan menundukkan kepalanya dalam.

Rania menatap wajahnya madan membuat pemuda itu mengangkat sedikit kepalanya. Memfokuskan pandangannya pada mata teduh nan tulus milik rania.

"Baiklah.. Tak ada salahnya memaafkan bukan? Aku memaafkanmu. Dan.. Bolekah kita tetap berteman?" ucap rania dengan senyuman indahnya.

Madan hanya mengangguk dan membalas senyuman rania tak kalah indahnya.

"Teman?" tanya rania sambil mengajukan jari kelingkingnya.

"Teman." jawab madan sambil membalas kelingking mungil itu dengan kelingking kekarnya.

Masih saling tersenyum dan menautkan kelingking. Madan mengatakan sesuatu.

"Emm.. B-bolehkah aku memelukmu? Untuk terakhir kali mungkin.." ucapnya sambil menggaruk kepalanya kaku.

FAT(E) LOVE (COMPLETED)Where stories live. Discover now