BAB 15

847 60 6
                                    

"Dari mana Ca?" tanya Emi pada Caca yang baru saja duduk di sebelahnya. Gadis yang ditanya hanya diam tanpa menoleh kepada yang bertanya. Emi mengerutkan dahinya melihat wajah Caca yang terlihat lemas, khawatir. "Ca, kok diem sih, loh kenapa?"

Caca masih diam. Ia sama sekali tidak merespon Emi. Sebab, yang ia fikirkan adalah Atta. Bagaimana jika Atta meninggalkannya untuk kedua kalinya? Itulah yang difikirkan oleh gadis itu. Entah kenapa Caca sangat takut jika Atta meninggalkannya. Padahal, ia sudah mencoba untuk melupakan Atta. Cukup menganggap cowok itu sebagai teman.

"CACA!!"

Teriakan Emi itu sukses membuat Caca menoleh. Gadis itu begitu terkejut, "jangan teriak-teriak kali Em, mulut lo tuh kayak mercon."

"Lagian lo ditanya malah diem aja. Gue kan jadi sebel," jawab Emi dengan wajah sebalnya.

"Lo tanya apaan sih, lo tau, lo tuh udah ganggu gue. Barusan gue bayangin kalau gue tuh nge-date sama Taehyung," kata Caca malah mendapat sentilan dikeningnya.

"Kalau mau ngayal jangan ketinggian. Kita ini hidup di dunia nyata," kata Emi masih kesal dengan sahabatnya yang mulai sedikit lemot. Mungkin karena tertular darinya.

"Emang Taehyung bukan nyata? Dia nyata Em, lo pernah lihat langsung kan betapa tampannya Taehyung?"

Perkataan sahabatnya itu membuat Emi ingat saat ia menonton konser BTS setengah tahun yang lalu. Dia tahu kalau Taehyung nyata, dia setuju jika Taehyung itu tampan. Tapi dia tidak setuju jika sahabatnya itu melamun hanya untuk menghayal nge-date bersama Taehyung.

"Gue tahu Taehyung itu nyata plus tampan. Tapi lo gak perlu sampai ngayal nge-date sama Taehyung. Di sekolah ini banyak kok yang mau lo ajak nge-date," kata Emi dan Caca hanya menyengir.

"Lo habis dari mana sih Ca?" tanya Emi yang penasaran dengan perubahan sahabatnya itu.

"Toilet."

"Oh, trus kenapa muka lesu gitu?" tanya Emi lagi.

"Gapapa," jawab Caca malas, "oh ya Em, lo beneran dijodohin sama Ari?"

Pertanyaan Caca itu langsung membuat Emi semangat, "iyalah."

"Jadi sekarang lo terima perjodohan itu?" tanya Caca dengan muka datarnya. Membahas tentang perjodohan Emi dengan Atta membuatnya lesu.

"Ya pastilah Ca, ARI yang dijodohin sama gue, mana mungkin gue tolak," jawab Emi dengan senyum bahagianya.

"Heheh, trus Ari nerima gak perjodohan itu?" tanya Caca dan Emi mulai berfikir. Dan jawabannya pun hanya angkat bahu yang tandanya Emi tidak tahu.

"Tapi gue yakin Ari bakal terima perjodohan itu. Gue gak mau kesempatan ini hilang begitu saja," kata Emi masih tetep senyum walaupun ia tidak tahu jika kenyataannya akan begitu pahit baginya.

Emi memajukan wajahnya kepada sahabatnya itu, "lo gak ada perasaan kan sama Ari?"

Seketika Caca rasa waktu telah berhenti. Ia tidak tahu harus menjawab apa. Yang ia tahu sekarang dirinya dan Atta hanya sebatas teman. "Gak lah Em, gue sama Ari cuma sebatas teman."

Entah kenapa rasanya secercah bagian hatinya berteriak. Berteriak untuk menjawab 'ya'. Tapi kenapa mulutnya terasa kaku untuk berkata 'ya'.

"Syukur deh, jangan sampai lo nusuk gue dari belakang," kata Emi dengan tawanya. Caca pun berpura-pura tertawa. Padahal dirinya ingin sekali berkata bahwa 'Atta adalah miliknya'

~·~

"Gue gak boleh ngecewain Emi, biarin Emi bahagia," kata Caca sambil terus berjalan.
Mendengar bahwa Emi menerima perjodohan itu membuat hatinya tidak baik.

KauTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang