BAB 18

785 56 6
                                    

Lagi-lagi Atta masih harus menunggu adiknya pulang. Seharusnya, sejak jam 2 siang tadi, Dewita sudah pulang sekolah. Tapi sampai waktu menunjukkan pukul 9 malam, Dewita belum pulang juga.

Khawatir, itu yang dirasakan oleh Hana, Haki, dan Atta. Untung Atta bisa membohongi Mamanya jika Dewita sedang kerja kelompok. Atta tidak ingin Mamanya jatuh sakit hanya untuk mengkhawatirkan gadis kecil yang tidak pernah peduli dengan Mamanya sendiri.

Sudah 57 kali Atta menelpon adiknya tapi tidak diangkat. Kini Atta sedang duduk di kursi yang ada di teras rumahnya. Entah kenapa fikiran Atta ingat dengan perkataan Rian tadi siang di sekolah, "Caca bakalan aman, gue gak mungkin nyakitin dia, tapi, gue gak bisa jamin sama adik lo itu."

"Adik lo bisa aman asal lo jagain dia, jangan sampai pulang malam, karena mungkin itu rencana awal Tito."

Atta belum paham dengan maksud Rian. Apa rencana Tito untuk adiknya? Lalu, bukannya Rian dengan Tito punya rencana jahat?

"Kak, kok belum tidur?" tanya Dewita membuat Atta tersadar dari lamunannya.

"Dik, kamu dari mana, kenapa pulang malam? Kakak telpon kok gak diangkat?" tanya Atta dengan wajah serius menatap adiknya.

"Itu...anu kak...anu..." jawab Dewita gugup.

"Anu kenapa? Kamu sekarang kok sering pulang malam? Mama, Papa, sama Kakak khawatir tahu," kata Atta sedikit seperti seorang Kakak yang seharusnya saat memarahi adiknya.

"Udah ah Kak, jangan marah-marah. Dewita udah capek dengerin omelan Kakak, aku mau tidur aja," kata Dewita langsung saja berjalan masuk ke dalam rumah.

Atta yang melihat sikap Dewita merasa bahwa adiknya itu sedikit berubah. Ia pun langsung berjalan menyusul adiknya.

"Kamu bisa gak sih sopan sedikit sama Kakak?" tanya Atta kepada adiknya yang masih menaiki tangga.

Dewita tidak menjawab, gadis itu berjalan cepat menuju kamarnya. Dia sudah lelah mendengar omelan dari Kakaknya. Ia merasa bahwa dirinya terlalu dilarang untuk ini dan itu.

Atta tidak mengejar adiknya itu. Percuma, Dewita itu sangat keras kepala. Seperti 1 tahun yang lalu saat Dewita ingin belajar mengendarai motor. Haki, Atta, dan Hana sudah melarang. Tapi gadis itu sangat  keras kepala dan kukuh untuk belajar mengendarai motor. Memang Atta yang mengajarinya, tapi karena Dewita merasa sudah bisa, gadis itu mengendarainya sendirian. Awalnya tidak ada masalah, tapi, karena Dewita terlalu senang, ia tidak melihat ada sebuah lubang sehingga membuat dirinya tak seimbang dan akhirnya jatuh. Karena kecelakaan kecil itu tangan kirinya sedikit luka dan harus ditangani oleh Dokter.

"Punya adik satu, keras kepalanya kayak gitu. Gimana kalau adik gue lima, pusing nih kepala," gerutu Atta sambil berjalan menuju sofa yang ada di depan televisi. Cowok itu membaringkah tubuhnya di sofa lalu memejamkan matanya.

Drrrttt...drrtt...

Sambil matanya tertutup, Atta merogoh saku celananya mengambil handphonenya. "Halo."

"Gue cuma mau bilang sama lo, jaga adik lo itu."

"Ini siapa?" tanya Atta sambil melihat nomer dilayar handphonenya. Nomer itu tidak dikenal, Atta bingung, ia tidak pernah memberikan nomer telepon kepada orang yang tidak ia kenal.

"Gue cuma gak mau adik lo itu kenapa-kenapa. Jangan sampai adik lo itu ngeluarin air mata."

"Lo siapa sih, gak jelas banget."

KauWhere stories live. Discover now