BAB 25

841 37 0
                                    

"Seharusnya kamu dengerin dulu penjelasan dari Atta"

"Tapi Ma, percuma, penjelasan dari mulut Atta pasti palsu."

"Kalau menurut Mama, kamu jangan ngehindar dari Atta. Kalau yang namanya cinta itu diperjuangin."

"Mama sok tahu deh, siapa juga yang suka sama Atta."

"Kamu itu gak bisa bohong dari Mama. Dulu waktu SMA Mama juga sama kayak kamu. Jatuh cinta tapi gak pernah mau ungkapin. Hasil akhirnya kita cuma bisa lihat orang yang kita suka sama orang lain."

Emi mengibaskan tangan kanannya di depan wajah Caca. Tapi, sahabatnya itu masih saja melamun. "Ca, lo kenapa?"

"Ha?" tanya Caca bingung, "gue gak papa kok, Em."

"Lo kira gue percaya dengan lo bilang gak papa? Udah 2 tahun lebih kita sahabatan, Ca. Semua ekspresi wajah lo gue tahu. Dan yang tadi, lo ngelamun gitu. Pasti ada apa-apanya. Mikirin apaan sih?" tanya Emi sambil menopang dagunya di atas meja kantin.

Caca menghembuskan napasnya. Jika dia tidak menjawab, Emi akan bertanya sampai ia mau menjawab. "Kalau kita suka sama orang, apa harus diperjuangin, sementara orang itu udah buat kita kecewa."

Emi tersenyum, "siapa sih yang lo maksud, Rian ya?"

"Ih ngaco, gue maunya jawaban bukan pertanyaan."
"Hehehe, kalau gue sih diperjuangin, takut kalau orang yang kita suka diambil duluan sama orang lain."
"Tapi, masalahnya gue gak tahu gue beneran suka sama orang itu atau gak."

Emi tertawa mendengar perkataan Caca. Dia begitu ingat jika dulu saat mengenalkan Caca dengan cowok yang tampan, sahabatnya itu pasti menolak dan berkata jika tidak mau jatuh cinta lagi. "Kalau lo selalu kefikiran sama dia, selalu malu-malu saat ketemu sampai deg-degan, 2 hal itu bisa menandakan jika lo suka sama orang itu." kata Emi, "siapa sih yang berhasil buat sahabat gue sampai jatuh cinta. Cowok itu pasti ganteng."

Pasti Em, buktinya lo suka, batin Caca.

"Ish, kalian muji-muji gue, jadi malu." Perkataan seseorang itu membuat Caca dan Emi menoleh. Ternyata seseorang itu adalah Rian yang kini duduk disebelah Caca. Tapi, menurut Caca ada yang aneh dengan Rian. Wajahnya penuh luka. Seperti habis dipukul seseorang. Dengan tidak sadar, Caca menyentuh luka disudut bibir Rian. "Kena apa ini?"

"Gapapa."
"Gapapa, tapi kenapa merah semua nih wajah?" tanya Caca sambil menjauhkan tangannya dari wajah Rian.
"Sekali-sekali, Ca." jawab Rian diakhiri dengan tawanya yang aneh, "tadi kalian ngomongin gue ya?"

"Iya, Caca suka sama lo." kata Emi begitu saja. Rian yang mendengarnya begitu terkejut. Apa benar jika Caca menyukainya?

~·~

Atta telah berdiri di depan kelas XII IPA-1. Sudah banyak siswa yang keluar dari kelas tersebut, tapi yang ingin Atta temui belum juga keluar. Terlihat dari jendela, seseorang yang akan Atta temui sedang memasuk-masukkan buku ke dalam tas. Karena tak ingin menunggu lama, Atta pun melangkah masuk ke dalam menuju seseorang yang ia tuju.

"Pulang bareng aku ya?"

Caca terkejut dengan suara berat milik seseorang yang sangat ia kenali. Sudah bisa ditebak jika itu adalah Atta tanpa ia harus mendongak untuk memastikan. "Gak, aku jalan kaki."

"Yaudah aku temenin jalan kaki."

Kini Caca telah menatap wajah Atta. Dalam hatinya, ingin sekali berjalan berdua dengan Atta. Tapi dia sudah kecewa dan juga telah berjanji kepada Emi untuk menjauhi Atta. "Jangan!"

KauTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang