BAB 26

740 38 6
                                    

Atta menyeret kakinya dengan malas menuju sofa depan televisi. Disana ada Mamanya yang sedang santai menonton dengan memegang setoples kue kering. Disebelah sang Mama ada gadis kecil yang sedang bersandar dibahu sambil memakan kue kering. Kini Atta mendudukkan dirinya di samping sang Mama. Lalu cowok remaja itu memeluk sang Mama. Hal itu membuat Hana sekaligus Dewita bingung.

"Kak Atta tumben peluk Mama?" tanya Dewita tapi tetap seperti posisi awal.

"Kenapa? Gak boleh? Mama aja gak protes," jawab Atta dengan ketus, membuat adiknya itu memukul tangannya.

"Kalian jangan berantem terus, bosen Mama lihat," kata Hana sambil menaruh setoples kue di atas meja, "biasanya kalau Kakak kamu manja kayak gini, pasti lagi sedih. Sama kayak kamu,"

"Dewita sedih kenapa, Ma?"
"Putus cinta," jawab Hani. Sepertinya Dewita telah mengatakan tentang Tito kepada sang Mama. Tapi, Atta yakin tidak semuanya Dewita ceritakan. Lalu, sepertinya Atta ingin membicarakan sesuatu kepada Dewita. Mungkin nanti dulu, hari ini dia begitu sedih.

"Lah, kamu kenapa sedih? Putus cinta juga?" tanya Hani sambil mengelus-ngelus puncak kepala Atta.

Sebenarnya Atta hanya ingin bercerita kepada sang Mama, tapi, tidak masalah juga jika adiknya itu tahu. "Ma, perjodohan itu masih berlaku gak?"

"Berlakulah, emangnya kenapa?"
"Batalin, Atta gak suka sama Emi," jawab Atta terang-terangan.

"Iya, Ma, batalin aja. Kak Atta itu suka sama cewek lain yang lebih cantik," kata Dewita tahu siapa yang kakaknya suka.

Hani tersenyum, "siapa yang kamu suka? Caca?"

Dewita langsung saja beteriak, "seratus buat Mama."

"Mama kok tahu?"
"Kan dulu kamu sering ceritain Caca ke Mama, kali aja kamu masih suka."
"Tapi, Ma, sulit banget buat Caca ngatain kalau dia juga suka," kata Atta, "trus, sekarang dia lagi marah sama aku."
"Kalau Caca marah, pasti kamu udah ngelakuin kesalahan."
"Iya aku yang salah, aku udah minta maaf dan mau jelasin. Tapi dia gak mau dengerin."
"Kamu harus berusaha sampai Caca maafin kamu, ntar kalau kehilangan nyesel loh."

Atta terkejut dengan perkataan Mamanya. Bukannya menyuruh menghindar dari Caca tapi ia disuruh untuk berjuang agar tidak menyesal. "Tapi, perjodohannya gimana, Ma?"

Hani tersenyum sambil mengelus puncak kepala Atta, "kamu tanya sama Emi, apa dia setuju sama perjodohan itu, kalau sebenarnya kamu suka sama orang lain."

~·~

"Setuju."

Atta sangat lega dengan jawaban dari mulut Emi. Padahal, ia kira gadis itu tidak akan mau jika perjodohan ini dibatalkan. Tapi gadis itu menjawab setuju untuk membatalkan perjodohan itu.

"Gue tahu lo suka sama Caca dan sebaliknya. Gue gak mau jadi penghalang bagi kalian. Kalau, perjodohan itu gak dibatalkan, gue bakal buat dua hati orang sakit," kata Emi. Tidak ada ekspresi sedih diwajahnya.

"Tapi, kalau gue sama Caca, gue buat hati lo sakit."
"Gak, Ta. Hati gue gak bakal sakit."
"Lah?"

Emi tertawa kecil, "gue rasa sekarang cinta gue buat orang lain."

Atta paham, dia paham siapa yang dimaksud oleh Emi. "Lo suka sama Kiki?"

Emi mengangguk. Walaupun itu masih samar-samar. "Kemarin saat Kiki bilang kalau dia suka sama gue, rasanya begitu aneh. Fikiran gue gak bisa lepas dari Kiki. Gue juga udah lama gak ngerasain deg-degan waktu lihat lo. Kayak sekarang ini, rasanya cuma kayak ngomong sama teman. Tapi, entah kenapa kalau dideket Kiki, gue jadi deg-degan."

KauWhere stories live. Discover now