BAB 21

764 44 8
                                    

Sore ini Atta sedang sibuk. Sedari tadi handphone tertempel ditelinganya. Entah siapa yang diajak bicara diseberang sana. Tapi, dari pembicaraannya terlihat serius. Hal itu membuat Dewita harus menunggu didepan kamar sang Kakak. Gadis kecil itu tidak mau mengganggu Kakaknya, karna tidak ingin mendapat amukan dari Atta.

"Beneran ya, awas kalau lo bohong, sampai lo gak berhasil, Emi buat gue."

"Enak aja, kalau gitu Caca buat gue."

"Bercanda Ki, jangan lupa, gue tutup dulu." kata Atta lalu menutup sambungan telepon.

"Kak."

Atta menoleh dan mendapati adiknya berdiri didepan kamarnya. "Masuk." Dewita pun melangkah masuk ke dalam kamar Kakaknya dan berdiri tepat didepan sang Kakak.

"Ada apa dik?"
"Anu...kak."
"Anu, kenapa?"
"Itu, aku mau keluar, boleh gak?"

Setelah mengatakan itu, Dewita merasa lega. Walaupun dia belum mendapat persetujuan dari sang kakak.

"Keluar ke mana?"
"Jalan-jalan sama teman kak, kan ini hari minggu."
"Gak sama Tito kan?"

Dewita mengangguk. Atta tersenyum tipis sambil mengelus puncak kepala sang adik. "Yaudah, jangan pulang malam-malam dan jaga diri kamu."

Dewita tersenyum, "Terima kasih Kak." Setelah itu, Dewita berjalan pergi keluar dari kamar Atta. Tapi panggilan dari Kakaknya memberhentikan langkahnya. Gadis itu pun berbalik dan memeberikan raut wajah yang seperti mengatakan "ada apa?"

"Kayaknya, ntar malam kakak gak ada di rumah."
"Kemana?"
"Ada urusan, kamu langsung tidur aja ya, jangan lupa dikunci pintu sama pagarnya."
"Siap kak, Mama sama Papa kapan pulang?"
"Lusa."
"Yaudah aku pergi dulu, Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam, hati-hati dan jangan main sama Tito."
"Iya kak."

Dalam hati, Dewita merasa bersalah karna telah berbohong untuk kesekian kalinya dengan sang Kakak. Sore ini, Tito mengajaknya jalan-jalan. Awalnya Dewita ingin menolak. Tapi, karena perkataan Tito 2 hari lalu, Dewita yakin jika Tito tidak bermaksud jelek kepadanya.

"Hari minggu aku jemput dipertigaan dekat rumah kamu. Aku gak bakal ngajak kamu sampai malam kok, aku cuma mau berduaan sama kamu. Aku sayang sama kamu, jadi gak mungkin aku punya niatan jelek buat kamu."

~·~

"Sore Miela."

Sapaan itu membuat aktivitas Emi yang awalnya sedang duduk santai di gazebo depan rumah terhenti. Gadis itu terlihat sedikit terkejut dengan kedatangan Kiki. Lalu dengan santai ia melangkahkan kakinya mendekati Kiki.

"Ada apa?"
"Ikut gue yuk."
"Kemana?"
"Udah ikut aja, gue butuh bantuan."
"Tapi, jangan lama-lama."

Setelah mendapat anggukan dari Kiki. Emi bergegas masuk ke dalam rumah untuk berganti baju dan berpamitan dengan sang Mama yang sedang asyik memasak. Lalu bergegas keluar rumah menemui Kiki.

"Berangkat!" seru Emi saat telah duduk dijok belakang.

"Pakai helm dulu, ntar ketilang polisi," kata Kiki sambil menyerahkan helm berwarna coklat muda ke Emi. Gadis itu mengambilnya, lalu menggunakannya.

"Udah Ki, jalan."
"Pegangan, ntar lo jatuh."
"Lo milih gue pegangan atau gue gak ikut?"

Kiki tertawa lalu menjalankan motor ninjanya dengan kecepatan minimal. Belum ada perbincangan diantara kedua remaja itu. Kiki terlalu fokus untuk melihat jalan. Sementara Emi mengerutkan keningnya saat ia tahu ini jalan ke arah rumah Caca.

KauTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang