BAB 24

823 42 24
                                    

Caca sedang duduk di kantin sendirian. Tidak ada teman di sampingnya. Emi, sudah lama tidak ingin bersahabat lagi dengannya. Rian sepertinya tidak masuk sekolah. Atta, Caca tidak ingin melihat wajah cowok itu lagi.

"Loh, Ca, kok sendirian?" tanya Kiki yang kebetulan juga berada di kantin. Cowok itu pun duduk di depan Caca.
"Gapapa."
"Oh ya, tadi malam gue kok lihat lo pulang sendiri. Emangnya, Ari gak nganterin lo?"
"Gatau, dia tiba-tiba pergi gitu aja."
"Maksudnya, lo ditinggal sendirian di rooftop?" tanya Kiki dan Caca mengangguk.

"Gila, katanya sayang, tapi malah ninggal. Sekarang, tuh anak juga gak masuk, Ca."
"Oh."

"Lo marah ya sama Ari. Tenang aja, ntar gue tanya sama dia. Gue balik ke kelas dulu." kata Kiki lalu beranjak pergi dari area kantin.

"Ki, gak usah bilang ke Ari!" teriak Caca yang sebenarnya sia-sia. Karena Kiki telah berjalan cepat meninggalkan kantin.

Sementara, di sudut lain area kantin. Emi sedang bingung. Dia ingin berbicara kepada Caca, tapi, dia gugup. Ditariknya nafas dalam-dalam lalu ia keluarkan. Setelah Emi rasa jika dia sudah siap, ia pun melangkahkan kakinya mendekati Caca.

"Hmm, hai Ca, gue boleh duduk sini kan?" Pertanyaan Emi itu membuat Caca terkejut dari lamunannya. Tapi, begitu senangnya Caca melihat sahabatnya itu tersenyum kepadanya. Caca pun membalasnya dengan tulus. "Boleh kok, Em."

Emi telah duduk dihadapan Caca. Ditatap terus oleh Caca membuatnya bingung. "Hmm, Ca, gue mau ngomong."
"Langsung ke intinya aja, Em."

"Gue minta maaf karena hampir tiga minggu ini gak anggap lo sebagai sahabat lagi. Tapi, rasanya hambar, Ca. Saat gue gak bisa cerita apapun ke lo. Gak bisa denger nasehat dari lo. Gue nyesel. Maafin gue, Ca." kata Emi dengan susah payah karena gugup.
"Gue maafin. Sebenarnya, gue juga salah. Kalau aja gue jujur dari awal, pasti gak bakal jadi begini, Em. Gue juga minta maaf."

Emi meraih kedua tangan Caca dan menggenggamnya. "Baikan ya, Ca. Kita sahabatan kayak dulu lagi."
Caca tersenyum dan mengangguk. Emi begitu lega, ternyata Caca masih memaafkannya.

"Ca, sekarang lo ceritain tentang lo sama Atta. Tentang semua yang lo tutupin selama ini. Lo mau kan?" tanya Emi dan Caca mengangguk.

~·~

"Sebenarnya gak ada hal spesial diantara gue sama Atta, Em. Dulu kita itu cuma sebatas teman. Awalnya itu, Atta minta gue jadi guru privatnya. Gue bantuin aja dengan iklhas. Trus, lama kelamaan kita makin deket. Tapi, tiba-tiba setelah lulus, Atta gak ada kabar. Lalu dua tahun kemudian dia kembali lagi. Udah gitu doang." Cerita Caca dengan singkat. Padahal banyak kenangan dalam 5 bulan kebersamaannya dengan Atta. Tapi Caca tidak ingin Emi tahu. Itu adalah privacy-nya.

"Oh, trus lo pernah suka gak sama Atta? Atau sebaliknya?" tanya Emi begitu ingin tahunya tentang masa lalu Caca dengan Atta.

"Gak." jawab Caca dengan susah payahnya. "Kalau Atta, kayaknya gak mungkin dia suka sama gue."

"Beneran? Tapi gue rasa kalian sama-sama suka." kata Emi tapi Caca menggeleng.
"Kalau lo suka sama Atta, perjuangin, Em. Gue janji untuk ngehindar dari Atta. Gimana?"

Emi berfikir sebentar. Yang dikatakan Caca itu sepertinya menguntungkan baginya. Dia bisa mengambil hati Atta dan mendapatkan Atta selamanya. Keinginannya untuk bersama Atta pun akan terwujud nantinya. Dan sepertinya, dari raut wajah Caca, Emi yakin jika sahabatnya itu berkata jujur. "Oke kalau gitu. Lo harus ngehindar ya dari Atta."

KauWhere stories live. Discover now