BAB 29

771 37 6
                                    

"Mau nambah lagi nak Caca?"
Caca menggeleng, "sudah kenyang, Bunda."

Lalu Caca beranjak dari tempat duduknya dan menuju Arin yang sedang mencuci piring. "Biar Bunda aja yang cuci," kata Arin saat melihat pacar putranya hendak mencuci piring.

"Tidak apa-apa, Caca udah kebiasaan cuci piring di rumah," kata Caca tetap mencuci piring. Tapi Arin mengambil piring dari tangan Caca. "Kamu ke atas aja ya, suruh Rian cepat mandinya. Nanti kalau kamu pulang ke sorean, orangtua kamu nyariin."

"Beneran gak papa kalau Bunda yang cuci? Caca jadi gak enak." Arin menggeleng dan menyuruh Caca untuk menyusul putranya.

Kini Caca telah menginjakkan kaki di lantai 2. Kakinya mulai melangkah menuju kamar yang terlihat dari jauh tertulis nama RIAN dipintu. Tapi langkah Caca berhenti saat ia melihat sebuah foto keluarga di samping kiri. Ada banyak foto yang terpajang di dinding maupun di atas meja. Dilihatinya satu per satu dari atas.

Pertama terlihat foto pernikahan orangtua Rian. Lalu beralih saat Bunda mengandung Rian. Kemudian saat Rian lahir dan mulai tumbuh besar. Rian begitu lucu dulu, apalagi saat cowok itu menangis dihari pertama masuk sekolah. Foto-foto itu tidak berhenti sampai Rian besar. Terakhir yang ia lihat di dinding adalah foto Rian bersama seorang laki-laki yang sepertinya adalah Ayah Rian. Difoto itu Rian tidak tersenyum sementara sang Ayah tersenyum sambil merangkul putranya. Dilihat dari keaadaan sekitar foto, sepertinya itu di ambil saat dibandara. Caca tersenyum melihat tingkah lucu Rian.

Lalu pandangan Caca teralih kepada beberapa foto di atas meja. Pertama ada foto saat Rian masih berumur sekitar 5 tahun, di sebelahnya ada anak laki-laki yang sepertinya juga seumuran. Foto-foto berikutnya, anak laki-laki itu juga selalu ada di samping Rian. Caca menebak jika mereka adalah sahabat atau saudara. Tapi lama-kelamaan, Caca merasa mengenal anak laki-laki itu. Disebuah foto, Rian tersenyum sambil merangkul anak laki-laki itu. Yang membuat Caca aneh adalah anak-anak laki itu seperti ia kenal saat SMP dulu. Seragam yang dipakai anak laki-laki itu pun sama seperti seragam SMP-nya dulu.

"Dari dulu aku memang tampan, Ca." Perkataan itu membuat Caca terkejut. Tapi setelah itu Caca kembali melihati foto yang terasa ada yang ganjal. Seperti dia telah mengenal seseorang yang dirangkul oleh Rian.

"Itu saudaraku, Ca. Kenapa?"
"Dia saudaramu?" tanya Caca dan Rian mengangguk, "kok aku kayak kenal ya?"

"Gimana gak kenal kalau kalian itu satu sekolah saat SMP dulu." Caca langsung menoleh kepada Rian. Gadis itu bingung dengan perkataan Rian barusan.

"Kamu lupa? Namanya Tito, temennya Atta waktu SMP," kata Rian membuat Caca bingung.

"Tito temennya Atta? Ya, ya, ya, aku ingat," kata Caca saat berhasil mengingat anak laki-laki yang ada difoto bersama Rian. Pantas saja Caca merasa pernah melihat sebelumnya. Ternyata anak laki-laki itu adalah Tito.

"Bentar-bentar, kok kamu tahu kalau Atta temenan sama Tito?"

~·~

"Dulu, Tito sering ceritain Atta, teman sekaligus sahabatnya yang baik ke aku. Cerita tentang Atta yang selalu nasehati dia supaya gak mabuk-mabukan. Karena Tito pingin balas kebaikan Atta, dia buat inisiatif."

"Inisiatif?"
"Tito tahu kalau Atta suka sama kamu, cuma gak pernah bisa ngungkapin atau hanya sekedar dekat saja. Menyapamu aja Atta gak berani. Karena itu Tito nyaranin buat Atta belajar sama kamu dengan alibi biar dapat nilai bagus. Padahal dia mau deketin kamu."

Caca terkejut mendengarnya. Rian, teman dekatnya itu mengetahui kedekatannya dulu bersama Atta. "Kamu, tahu semuanya?"

"Iya aku tahu," jawab Rian, "dulu Tito pernah nunjukin foto kamu ke aku dan saat itu juga aku ngerasa kalau aku ingin memilikimu. Karena itu aku cari tahu kamu akan masuk SMA mana, agar aku bisa deket sama kamu."

KauTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang